Mohon tunggu...
Zulfikar Akbar
Zulfikar Akbar Mohon Tunggu... Jurnalis - Praktisi Media

Kompasianer of the Year 2017 | Wings Journalist Award 2018 | Instagram/Twitter: @zoelfick

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Meski Banjir, Mereka Terus Bekerja

18 Januari 2014   03:39 Diperbarui: 24 Juni 2015   02:43 110
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
13899908391177450618

[caption id="attachment_316567" align="aligncenter" width="620" caption="Menulis saat banjir dan hujan seperti sedang bersaing (Gbr: Dwianto Tempo)"][/caption]

Mereka bergerak dengan memanggul ayam-ayam yang sudah dibersihkan dan siap jual. Dalam hujan yang masih turun, dan air dari kali yang kian meluap. Sementara jam menunjukkan pukul 2.30, baru dua setengah jam beranjak dari tengah malam. Kalender sedang menunjuk tanggal 18 Januari 2014. Berpakaian seadanya, hanya satu dua di antara mereka yang mengenakan jaket untuk menghangatkan badan. Tapi, jaket itu tak banyak membantu, karena tak lama hujan reda, lagi-lagi air tercurah dari langit. Hujan lagi, banjir kian meninggi. Kali yang berjarak beberapa meter dari tempat mereka tinggal sudah tak kuasa menampung jumlah air.

Sementara jumlah kubik air yang berakibat banjir itu belum juga surut, semangat mereka untuk bekerja saat gelap malam masih begitu pekat pun tak surut. Bagi mereka, banjir tidak menjadi alasan untuk mengalah. Mereka sepertinya sudah diajarkan hidup, banjir itu memang musibah, tapi bukan alasan untuk kalah. Maka, mereka terus berjalan melewati banjir yang sudah naik hingga melewati lutut.

Mereka adalah penjual ayam dari Kampung Pluis, yang biasa berjualan di Pasar Palmerah, Jakarta Barat. Biasanya, mereka akan membawa ayam-ayam yang sudah tidak berbulu itu--karena sudah dibersihkan--dengan gerobak-gerobak yang ditarik dengan tangan saja. Namun banjir yang setinggi itu tidak memungkinkan mereka menggunakan gerobak-gerobak itu. "Jadi makin berat kalau memaksa membawa gerobak itu dengan banjir seperti ini," kata salah satu penjual ayam itu, berusia sekitar 60 tahun.

Pak Jumianto, di Kampung Pluis itu dia adalah salah seorang Ketua RT. Berperawakan sedikit gempal, berbadan bungkuk, dengan keriput yang sudah sangat jelas terlihat dari kulitnya. Sehari-hari istrinya yang membersihkan ayam-ayam yang akan dijual ke Pasar Palmerah. Dia dengan satu-satunya anaknya yang putus sekolah, secara bergantian melayani pembeli di tempat mereka membuka lapak di pasar itu.

Pada Sabtu menjelang pagi ini, dia membawa ayam-ayam dagangannya hanya dengan ember. Dihanyutkan di atas genangan banjir, hingga mendekati jembatan yang melintasi kali. Di sana anaknya yang akan menyambut dan membawanya ke lokasi yang lebih tinggi. Dari sana baru dibawa lagi ke pasar.

Pagi yang sangat sibuk. Jauh lebih sibuk dari biasanya. Karena, jika sehari-hari mereka hanya perlu berurusan dengan berapa jumlah ayam yang akan dibawa, pagi ini mereka harus berpikir bagaimana membawanya.

"Tapi ini kan bukan kejadian pertama. Pernah banjir terjadi jauh lebih tinggi dari ini," kata Pak Budi, yang juga salah seorang warga di RT 002 itu. Disahut Pak Jumianto yang sedang memberesi ayam dagangannya dari ember yang dihanyutkan melewati banjir tadi, "Banjir gak mau berhenti, kita juga jangan dikalahkan banjir," seakan ia sedang menaikkan semangatnya sendiri.

Tidak ada celah untuk mereka mengeluh. Mereka tetap bekerja. Berharap, hari ini dagangan mereka bisa laris, dan nanti saat pulang disambut istri dengan senyuman termanis. Banjir bukan alasan untuk mengeluh, kata mereka lewat gerakan lincah mengadang banjir yang belum pasti kapan akan surut. (FOLLOW: @zoelfick)

Reportase dari Lokasi Domisili Penulis, Kampung Pluis

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun