Mohon tunggu...
Zulfikar Akbar
Zulfikar Akbar Mohon Tunggu... Jurnalis - Praktisi Media

Kompasianer of the Year 2017 | Wings Journalist Award 2018 | Instagram/Twitter: @zoelfick

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Kebiasaan Ratu Atut Sebelum Menjadi Tersangka KPK

18 Desember 2013   03:15 Diperbarui: 24 Juni 2015   03:48 6211
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_309429" align="aligncenter" width="620" caption="Ratu Atut Chosiyah (Dok: Dhemas Reviyanto)"][/caption] Kebiasaan selalu menunjukkan ke mana seseorang akan berada. Gelagat itu pula yang belakangan mengisyaratkan seperti apa nasib Gubernur Banten Ratu Atut Chosiyah. Per Selasa (17/12) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pun kemudian menetapkan dirinya sebagai tersangka. Lalu seperti apakah perjalanan dan kebiasaan penguasa Banten menjelang ditetapkan sebagai tersangka oleh lembaga anti korupsi tersebut?

Hanya sekitar satu bulan lalu, pada Selasa 18 November, kebiasaan Ratu Atut yang begitu berbirahi terhadap kemewahan kian gencar mendapat sorotan. Pada hari itu, gubernur tersebut memenuhi panggilan KPK hanya dalam status sebagai saksi. Di 'kandang macan' tidak begitu saja membuatnya bisa menyembunyikan kecenderungan luks dirinya, bahkan dari pakaian yang ia kenakan.

Sang gubernur berada di kantor KPK dengan pakaian yang tak kurang glamour. Terlihat dari jilbab saja bermerek Louis Vuitton. Tahukah Anda berapa harga secarik kain yang harusnya sakral bagi seorang muslimah yang dikenakan Atut? Ya, jilbab tersebut memiliki harga mencapai USD 565, atau sekitar Rp6,5 juta. Sedangkan sepatu yang ia kenakan pada waktu itu yang berjenis sneakers--merek Hogan--memiliki harga USD 372 atau sekitar Rp4,4 juta (sumber: Tempo).

Sebelum pameran ala Atut di KPK yang belakangan menjadi kandang baginya, kalangan media juga sudah kerap menyorot kecenderungan-kecenderungan perempuan kelahiran 16 Mei 1962 tersebut. Terlebih setelah pers mendapatkan data dari Pusat Analisa Transaksi Keuangan (PPATK), diperlihatkan bahwa sang gubernur Banten memang terbukti gemar terhadap barang-barang mewah, selain juga bepergian ke luar negeri.

Lebih jauh, untuk berdandan saja di salon, ia pernah membayar hingga Rp5 juta. Bahkan untuk sekadar parfum, ia bersedia mengucurkan uang hingga Rp40 juta, untuk parfum merek Bvlgari. Selebihnya ia juga pernah membeli perhiasan yang menghabiskan duit mencapai Rp150 juta di pusat perhiasan Flower Diamond Boutoqie.

Untuk jam tangan bermerek Le Mercier,  memiliki harga tak kurang dari Rp100 juta. Selain juga jam tangan Sincere yang dibelinya mencapai harga Rp 295 juta. Ditambah dengan baju yang merupakan produksi Alta Moda--salah satu merek terkenal kelas dunia--yang mencapai harga hingga Rp50 juta. Plus koleksi sepatunya dengan merek Christian Louboutin mencapai harga Rp35juta, Salvatore Ferragamo (Rp30 juta).

Saat kabar itu mencuat, Atut sendiri bahkan tidak memberikan bantahan terkait kecenderungannya itu. Alasan yang disampaikannya pada waktu sangat sederhana, "Kalau kerja kan mesti berpakaian, masa telanjang," kata dia. Tak berhenti di situ, Atut pun menjelaskan alasannya berpenampilan seperti itu, menurutnya itu hanya sebagai caranya untuk menyesuaikan. "Sekali-sekali boleh dong," kata gubernur yang juga merupakan politisi Golkar tersebut.

Dari sana, ketika pihak media menanyakan kepadanya, benar tidaknya bahwa pakaian yang ia kenakan mencapai harga hingga miliaran. Sedikit lucu, gubernur glamour ini meminta awak media untuk menanyakan kepada PPATK. Dari sana kian terlihat--menurut data PPATK--bahwa pejabat nomor satu Banten itu gemar berbelanja dari yang terdekat di Singapura hingga ke Tokyo. Namun, dikabarkan, untuk kebutuhan semua itu sama sekali ia tidak harus merogoh kocek sendiri. Pasalnya terdapat perusahaan-perusahaan yang disebut-sebut selalu membayar kebutuhan gubernur ini.

Kebalikan dari pemimpinnya, masyarakat Banten sendiri memiliki persentase kesejahteraan yang sangat kontras. Berdasarkan data statistik, provinsi pemekaran Jawa Barat itu memiliki angka kemiskinan yang terus menanjak naik. Setidaknya terlihat dari data September 2012, jumlah kemiskinan di sana mencapai 648.254 atau 5,71 persen. Bagaimana akhir-akhir ini? Angka itu naik menjadi 656.243 orang atau mencapai 5,74 persen. Maka ketika kemudian ia dicokok KPK, mudah-mudahan saja itu menjadi awal kebangkitan Banten. Semoga (FOLLOW: @ZOELFICK)

REFERENSI: Tempo dan Vemale.com

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun