Mohon tunggu...
Zulfikar Akbar
Zulfikar Akbar Mohon Tunggu... Jurnalis - Praktisi Media

Kompasianer of the Year 2017 | Wings Journalist Award 2018 | Instagram/Twitter: @zoelfick

Selanjutnya

Tutup

Politik

Saat SBY Tolak Menjadi Jenderal Bintang Lima

10 Januari 2014   04:43 Diperbarui: 4 April 2017   17:56 22727
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_314889" align="aligncenter" width="560" caption="Jenderal Susilo Bambang Yudhoyono (Gbr: langsungpilih.com)"][/caption]

Satu di antara berita paling menarik memasuki pekan kedua Januari 2014 adalah: TNI berencana memberikan gelar "Jenderal Besar" kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Wacana tersebut disampaikan oleh Panglima TNI Jenderal Moeldoko, Kamis (9/1). Ada apa di balik rencana itu? Bagaimana dengan kelayakan penganugerahan gelar tersebut kepada sang presiden? menjadi pertanyaan yang mungkin akan terbetik di kepala banyak orang. Itu juga yang pertanyaan yang berkelebat di pikiran saya.

Menyimak alasan yang disampaikan oleh Jenderal Moeldoko, alasan TNI berkeinginan memberikan bintang lima kepada SBY adalah semangatnya yang dinilai kuat untuk membangun TNI yang andal. Sebuah alasan yang jika ingin dibenarkan, memang akan terlihat benar. Terlebih karena itu memang kapasitas mereka untuk melakukan itu.

Rencana itu tidak begitu saja diterima oleh sang presiden. Melalui Menteri Sekretaris Negara, Sudi Silalahi, SBY menyampaikan penolakan terhadap penobatan dirinya sebagai salah satu Jenderal Besar di Indonesia. SBY pun punya alasan bahwa semua yang ia lakukan sebagai kepala negara kepada TNI sudah menjadi tugas dan kewajibannya. Ditegaskannya, itu semua dikerjakan secara tulus, tanpa sama sekali mengharapkan penghargaan.

Jauh sebelum wacana ini berembus, negeri ini memang telah memiliki tiga sosok berlatar belakang militer yang mendapatkan gelar "Jenderal Besar": Jenderal Sudirman, Abdul Haris Nasution, dan Soeharto pada Oktober 1997. Gelar yang di satu sisi kurang mengenakkan bagi Soeharto, pasalnya di tahun setelah itu ia justru harus lengser, tak bisa lagi menikmati empuknya kursi dan mewahnya istana kepresidenan.

Maka itu, penolakan SBY pun tidak begitu saja membuat tanda tanya lantas berhenti. Dengan setengah bercanda, akan ada saja yang mengatakan, jangan-jangan presiden menolak karena tak ingin mengalami seperti Soeharto: pernah punya pengaruh kuat, tapi cacat setelah melepaskan kekuasaannya. Tapi ini jelas hanya canda saja, karena sama sekali tidak terdapat korelasi logis antara gelar yang didapatkan dengan nasib di akhir kekuasaan.

Penolakan itu memang di satu sisi sangat mengesankan betapa rendah hatinya presiden negeri ini. Tapi pada saat yang sama tangan kanan presiden, Sudi Silalahi memamerkan andil SBY terhadap TNI. Menurutnya, dalam dua periode pemerintahannya, Presiden SBY telah melakukan peningkatan kekuatan pertahanan. Selain juga memodernisasi peralatan utama sistem persenjataan. Pernyataan yang, semoga saya salah, lebih terdengar sebagai pujian sang presiden kepada dirinya sendiri.

Di sisi lain, penolakan itu bisa jadi karena sang presiden mengetahui persis pantas tidaknya untuk ia menerima anugerah tersebut. Terlebih gelar Bintang Besar bukan sekadar soal kebanggaan karena telah memberi andil besar dalam dunia militer, tapi sederhananya juga terdapat banyak hal lain yang akan mengikuti di belakang itu. Ada beban moral juga yang menjadi konsekuensi andai Presiden SBY menerima penghargaan itu.Apalagi belakangan, ia menjadi bulan-bulanan di tengah arus berita yang mengait-ngaitkan lingkarannya dengan berbagai kasus korupsi.

Jika mengumpamakan sebagai bagian langkah catur, maka tentu keputusan penolakan tersebut sudah dipertimbangkan secara matang. Masalah suatu penghargaan tidak murni berdiri sendiri dan takkan dikait-kaitkan dengan hal lain, melainkan tetap akan ada efek tersendiri andai ia menerimanya dan kemudian hari mencuat sesuatu yang menodai namanya sebagai peraih gelar ini. Jika kemungkinan ini terjadi, maka TNI terkena imbas dan SBY sendiri setidaknya akan sangat merasa bersalah

Atau, boleh jadi penolakan ini karena SBY gerah. Bagaimana tidak, karena gelar Doktor Kehormatan (DR.HC) saja yang ia terima dari berbagai kampus, menuai banyak komentar yang sebagian besar justru di luar ekspektasinya. Pasalnya publik nyaris selalu menghadapkan penghargaan kepadanya dengan sudut pandang pantas atau tidak. Tak ingin kembali berkeringat karena sudut pandang seperti itu, maka menolak gelar Jenderal Besar akan dirasa lebih aman. Setidaknya ia bisa berpikir tenang bagaimana mengakhiri kekuasaannya ibarat terjun payung dengan mulus dan lalu mendapatkan tepuk tangan meriah setelah mendarat di tanah.

Ya, itu adalah beberapa kemungkinan di balik penolakan sang presiden atas anugerah itu. Kenapa harus melihat dari banyak sudut, toh menterinya telah menjelaskan alasan penolakan itu? Masalahnya, berapa banyak rakyat yang akan menelan begitu saja setiap penjelasan dari pejabat negeri ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun