Mohon tunggu...
Zulfikar Akbar
Zulfikar Akbar Mohon Tunggu... Jurnalis - Praktisi Media

Kompasianer of the Year 2017 | Wings Journalist Award 2018 | Instagram/Twitter: @zoelfick

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Tradisi Merantau Masyarakat Sumatra

9 Desember 2012   20:54 Diperbarui: 24 Juni 2015   19:56 2063
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Terang saja, apa yang dilakukan oleh masyarakat Papua--diinisiasi Pemda--bisa dipastikan akan mampu memberi dampak positif cukup baik pada 10 atau 20 tahun ke depan. Setidaknya, nanti mereka tidak lagi diidentikkan sebagai masyarakat tertinggal. Apalagi, pendidikan, hampir selalu punya kekuatan untuk mengubah banyak hal.

Di luar itu perubahan di benua seperti Amerika yang dulu identik dengan Indian dan berbagai suku tradisional saja, kini sudah berwajah 180 derajat berubah. Selidik punya selidik, perantau-perantau--meski kerap diistilahkan dengan pelaut--seperti Amerigo Vespucci yang namanya kemudian dilekatkan dengan Amerika, Columbus, sampai George Washington, menjadi figur-figur yang memberi banyak warna terhadap benua itu hari ini.

Begitupun dengan bangsa-bangsa yang konon diberi stereotype sebagai bangsa kolonial seperi Belanda, Inggris, Spanyol, Portugal, Jerman, dll, nyatanya merupakan bangsa pengembara yang detik ini bahkan mempengaruhi dunia.

Merantau, saya lihat dari kacamata pribadi, merupakan pola didik yang sejatinya dibangun oleh moyang di nusantara ini.

Dengan merantau, di sana seseorang akan mengalami gemblengan. Bagaimana melihat hidup apa adanya. Di sana akan diperlihatkan bahwa hidup tak hanya tawa, tapi hidup menawarkan banyak rasa, bahkan menegaskan seperti apa asinnya air mata.

Merantau, juga memperkenalkan pada mereka yang melakukannya, bahwa Tuhan punya banyak cara menunjukkan kekuasaannya.

Akhirnya, bagi saya pribadi, menjadi bangsa di nusantara ini, benar-benar tak lebih dari katak jika terus membiarkan diri bawah "tempurung" bernama kenyamanan kampung sendiri. Mari, dunia ini di mana-mana adalah kampung kita semua. Meski tanpa harus melupakan, "Di mana kaki berpijak, di situ langit dijunjung!" FOLLOW: @zoelfick

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun