Saya lebih ingin menggambarkan bahwa mereka yang kebetulan Muslim yang melakukan penolakan itu, sudah menunjukkan inisiatifnya untuk menjaga budaya mereka sendiri untuk tidak begitu saja dikangkangi. Meski jika ingin mendebat, kenapa hanya Lady Gaga? Kenapa penyanyi-penyanyi lain semisal Avril Lavigne dan Katy Perry bisa mulus-mulus saja melenggang ke negeri ini?
Terkait itu, memang sempat berkembang anggapan bahwa para penyanyi sebelumnya itu sudah membungkam mulut banyak ormas yang menonjol dengan uang. Sedikit kurang pahami, mereka yang menuding demikian memang melihat dengan mata kepala sendiri adanya transaksi, bahwa pihak pengundang artis-artis itu membayar kepada ormas-ormas dimaksud? Sulit saya percayai.
Sedang kemudian, saya kira perlu juga melihat plus minus membanjirnya artis luar yang melakukan kunjungan untuk konser ke sini. Taruhlah jika ingin menoleh pada kasus  Lady Gaga, saya tercenung, andai ia bisa mudah masuk dan jejingkrakan di panggung negeri ini, apakah akan membawa manfaat besar?
Saya kira tidak. Tidak ada apa pun yang baik yang bisa mengilhami masyarakat Indonesia dengan penyanyi asal New York itu. Taruhlah menyebut bahwa itu sekadar hiburan, dan masyarakat membutuhkan hiburan itu. Saya kira, itu pun tidak bisa dijadikan alasan yang cukup untuk begitu saja menafikan berbagai hal yang melekat pada budaya bangsa ini: cara berpakaian, berpenampilan, dlsb. Termasuk, pada cara melihat keberadaan masyarakat yang masih apresiatif pada nilai-nilai yang jamak dianut sejak Indonesia ini belum berdiri.
Dalam pandangan pribadi, saya tidak terlalu menaruh perhatian pada soal sampul atau bungkus-bungkus demikian, memang. Alasannya, ada sisi lain yang lebih esensial. Itu adalah perihal penghormatan pada budaya sendiri. Jangan-jangan kita sudah demikian pongah mengagumi budaya luar, tetapi nyaris tidak mengenal lagi budaya sendiri. Apalagi, di mana-mana, di negeri ini dengan mudah terketemukan ekspresi keterpukauan pada segala sesuatu yang datang dari Barat. Sedang, jika ingin melihat lebih sederhana lagi, keterpukauan itu lebih isyaratkan ketidaksadaran. Tentunya, dalam ketidaksadaran, konon, makhluk halus pun leluasa masuk---ini sekadar kelakar.
Menarik mencermati kondisi akhir seputar rencana konser penyanyi yang melejit lewat album The Fame (2008) itu. Terdapat tidak sedikit kalangan yang menyayangkan pembatalan itu. Bahkan, ANTARA menurunkan berita berjudul: Larang Lady Gaga, Indikasi Kegagalan Kepolisian pada Rabu (16/5).
Pada berita itu dikatakan Eva Sundari, Anggota Komisi III DPR, bahwa Polri sudah didikte organisasi kemasyarakatan tertentu melarang konser Lady Gaga, karena alasan mempertontonkan maksiat. Saya menilai Polri tidak obyektif."
Namun, masih ada juga tokoh yang notabene sebagai Ketua MPR RI, Taufik Kiemas yang memberi apresiasi terhadap pilihan kepolisian. Menurutnya, "Pertimbangan polisi ada betulnya juga. Selama ini, polisi selalu memberikan izin untuk artis  dari luar untuk menggelar konser di Indonesia, asalkan tidak melanggar moral dan budaya masyarakat Indonesia," seperti dilansir KOMPAS.COM pada Selasa (15/5).
Senada dengan Taufik, Menteri Dalam Negeri, Gamawan Fauzi juga menyatakan bahwa,"Kita harus melindungi segenap bangsa Indonesia. Untuk mencegah itu, (Polda) mengambil tindakan-tindakan, daripada banyak mudharatnya,"
Sedangkan Kapolri, Timur Pradopo, menegaskan bahwa semua yang sudah diputuskan sudah melalui serangkai evaluasi. Tentu makna sudah melewati proses pertimbangan yang memadai.
Bagaimana dengan kalangan lain? Lewat Twitter memang terdapat banyak sekali twit yang menyayangkan pembatalan itu. Namun demikian, semoga pemandangan demikian bisa lebih menegaskan bahwa bangsa ini masih sangat menjaga budaya yang tumbuh di negerinya.(FOLLOW: @zoelfick)