Mohon tunggu...
Zulfikar Akbar
Zulfikar Akbar Mohon Tunggu... Jurnalis - Praktisi Media

Kompasianer of the Year 2017 | Wings Journalist Award 2018 | Instagram/Twitter: @zoelfick

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Admin Kompasiana Diculik di Aceh

27 Maret 2011   07:02 Diperbarui: 26 Juni 2015   07:24 279
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_98477" align="aligncenter" width="463" caption="Muhadzier m salda, Mukhlisuddin Ilyas, Lukman EMHA, Muslim Amiren, Iskandar Zulkarnaen, Rahmat Riyadi, Herman Rn, Taufik Mubarak (berdiri dari kiri ke kanan). Saya dan Husaini ND, editor buku Hasan Tiro: Unfinished Story of Aceh (duduk)/Photo: Herman RN"][/caption] Blogshop Kompasiana yang diadakan di Pade Hotel (26/3) usai sudah. Pukul 17 jelang malam, peserta pulang dan pemateri yang datang langsung dari Jakarta bersiap-siap pulang keesokan paginya (hari ini). Tadi malam, Banda Aceh masih di guyur hujan. Sulit untuk bisa mobile. Demikian halnya juga dengan rencana saya untuk bisa bertemu dengan rekan-rekan penulis Aceh yang juga kerap menulis di Kompasiana. Sebelumnya, sempat tersusun rencana untuk bisa bertemu juga lagi dengan rekan Iskandar Zulkarnaen. Tetapi dengan kondisi hujan yang seakan tidak kenal kompromi, sempat terasakan sedikit pesimis. Apalagi salah seorang rekan, Andi Firdaus mendadak ada acara keluarga yang tidak bisa ditinggalkan. Sehingga, mobilnya yang sedianya direncanakan untuk menjemput Iskandar Zulkarnaen di Pade Hotel tentu saja dengan sendirinya tidak bisa dipergunakan. Saya sendiri, meski Aceh tulen tetapi tidak terlalu familiar juga dengan jalan-jalan yang ada di Banda Aceh. Pun, lokasi yang direncanakan untuk pertemuan tersebut memang jauh dari Pade Hotel. Berjarak sekitar 10 KM. Tidak kenal kata menyerah, sikap itu pula yang ditunjukkan oleh rekan Muhadzier M. Salda yang akrab dengan panggilan Maop, seorang cerpenis Aceh yang berpembawaan kocak namun kritis itu. Meski ia tahu di tengah jalan bisa saja terancam diguyur hujan. Dengan mempergunakan motornya, ia membelah jalanan Banda Aceh untuk bisa menjemput rekan Admin Kompasiana yang juga pemateri di acara Blogshop yang disponsori Telkomsel itu. Luar biasa, selang 1 jam saya dengan beberapa rekan; Mukhlisuddin Ilyas, Herman RN, Muslim Amiren, Rahmat Riyadi, Lukman EMHA menerima keberhasilan Maop menculik Isjet untuk bisa hadir di sebuah warung kopi yang juga menjadi Base Camp sebuah penerbit ternama di Aceh (Penerbit Bandar). Di Bandar Kuphie, terjadilah beurakah (baca: diskusi) antara kami dengan Iskandar Zulkarnaen. Topik untuk gathering dadakan itu tidak jauh-jauh dari dunia kepenulisan. Yang lebih banyak didaulat untuk angkat bicara tentu saja rekan Iskandar Zulkarnaen berhubungan dengan berbagai hal terkait Kompasiana. Kemudian, rekan Herman RN yang tulisan-tulisannya kerap menghiasi halaman Kompas cetak. Dari sini, Isjet menawarkan beberapa rencana yang disambut antusias oleh peserta beurakah dadakan ini. Beberapa hal yang disampaikan meliputi kemungkinan ketersediaan page khusus nantinya untuk fiksi,"Ini karena melihat animo Kompasianer untuk menulis fiksi demikian besar," demikian sebut Isjet. "Kemudian, untuk rekan-rekan di Aceh, kalau bisa lebih banyak bercerita berbagai hal tentang keunikan-keunikan yang banyak ada di Aceh. Seperti misal Museum Tsunami, selama ini tidak banyak diketahui oleh kami yang berada di luar Aceh," harap Isjet. Obrolan yang berakhir jelang tengah malam itu menjadi sebuah moment sangat spesial karena hanya dihadiri beberapa Kompasianer yang selama ini kerap meraja di berbagai media dengan tulisan-tulisannya. Sebut saja Muhadzier M Salda yang konsisten dengan cerpen-cerpennya. Taufik Mubarak, penulis buku Aceh Pungo yang kerap menuangkan tulisan-tulisan yang berhubungan dengan sosial politik. Juga Herman RN yang piawai dengan berbagai tulisan yang berhubungan sastra. Tak ayal, kendati sesekali diisi dengan canda-canda yang berbuah tawa terbahak-bahak, namun tetap membawa manfaat yang tidak sederhana. Setidaknya mengstimulan untuk tetap konsisten dalam dunia kepenulisan agar Indonesia ke depan terangkat lebih baik di peradaban dunia. Wallaahu a'lam

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun