[caption id="attachment_102257" align="alignleft" width="300" caption="Canda yang membawa buah serius/ Dedicated to Ndol"][/caption] Gayus menjadi momok. Berbagai media menjadi berhala rakus yang mengunyah sesajen apa saja yang berbau Gayus. Siapa nyana, itu pula yang membuat Gayus berhasil membuat buku. Benarkah? Iya ini bukan sekadar rumor. Tetapi memang demikian adanya. Sebuah buku, hari ini resmi dilempar ke pasar. Buku yang bertitel Gayus ke Italy itu diluncurkan dengan perhelatan yang semeriah berita Gayus di berbagai media massa. Nah, apakah benar buku itu ditulis sendiri oleh Gayus? Jawabannya tentu saja tidak. Hanya saja, sosok yang menulis buku tersebut adalah lelaki kembaran Gayus. Kembaran yang secara kebetulan memiliki Ayah dan Ibu yang berbeda. Lho kok bisa? Yap, namanya juga dunia nyentil, apa saja menarik untuk dijadikan bahan sentilan. Demikian pula yang dilakukan seorang rekan saya yang berwajah persis Gayus tersebut. Hazmi Fitriyasa namanya. Di Kompasiana ini, ia kerap menjual nama salah satu kawasan di daerahnya: Srondol. Tak pelak, dari itu pula namanya menjadi Hazmi Srondol. Konon, Srondol memiliki konotasi persis sama dengan nyelonong. Itu pula yang dilakukan oleh lelaki 2 anak tersebut. Di tengah hiruk pikuk berbagai berita yang terus berkembang di tanah air. Ia menangkap highlight berupa satu topik: Gayus. Sebuah nama yang kemudian ditempatkan di sampul buku bergenre humor itu. Masih teringat beberapa bulan lalu saat ia sedang bergerilya mencari partner yang bisa diajak untuk mendukungnya menyelesaikan buku tersebut. Buku yang awalnya hanyalah kumpulan sentilan-sentilan yang ia tulis di media Kompasiana.com ditargetkannya bisa muncul ke pasar sebelum pertengahan tahun ini. Dari sini mencuat kekaguman saya padanya saat hari ini (14/4) saya mendapat kabar dari tulisan seorang sahabat, Wijaya Kusumah bahwa Srondol telah meluncurkan bukunya itu. Menjadi penjelas, meski rekan Hazmi memiliki selera humor dan cenderung terlihat bermain-main, namun saat berhadapan dengan sesuatu yang sudah direncanakannya, ia benar-benar bisa menunjukkan sikap yang kontras: tidak bermain-main dengan yang sudah direncanakan. Buku yang sudah diluncurkan itu menjadi sebuah bukti keseriusannya. Ini menjadi penegas, tidak selamanya yang terlihat bermain-main akan selamanya bermain-main. Pada masa 'gerilya' beberapa bulan lalu bersama penulis buku tersebut. Saya beroleh banyak cerita darinya terkait perjalanan sampai ia mengambil kesimpulan untuk bukukan tulisan-tulisannya di Kompasiana menjadi sebuah buku. Pertama, ia mengakui bahwa istrinya mendukung sekali agar kumpulan tulisan humornya benar-benar bisa dibukukan. Kemudian terkait penjudulannya pun, istri yang sudah memberinya 2 buah hati itu turut memberi masukan yang kemudian benar-benar terujud. Pemilihan nama Gayus yang dicoret kemudiannya menjadi bukti lebih lanjut. Ini juga menjadi catatan tersendiri bagi saya. Betapa, cinta dalam rumah tangga menjadi energi untuk berkarya. Kemudian lagi, entah ini keberuntungan, soal biaya dan semacamnya yang ia butuhkan untuk bisa menerbitkan buku dimaksud, sosok 'Gayus' ini pun bisa mendapat sokongan dana yang tidak kecil dari seseorang yang dekat dengannya. Buku yang sejatinya memang diangkat dari berbagai pengalaman nyata yang ditemui Hazmi di lingkungan kerja dan kehidupan kesehariannya itu. Satu sisi memang membaca bahan yang sarat humor. Bisa diandalkan untuk membuang kepenatan pikiran. Di sisi lain, saya menemukan adanya sisi filosofistik yang berhasil disisipkan lelaki penyuka ilmu bela diri tersebut. Betapa, selalu ada hal yang layak untuk disyukuri yang kemudian diterjemahkan dalam senyum atau bahkan bahan tawa. Memang ada berbagai kepelikan dalam hidup, namun di saat yang sama, terdapat tidak sedikit hal yang layak untuk dicermati dengan jernih. Mencermati dengan tujuan untuk melakukan semacam  transformasi, dalam buramnya hidup terdapat banyak hal yang mencerahkan. Dalam banyak hal yang memenatkan pikiran, ada banyak perihal juga yang bisa diambil sebagai bahan untuk disetting sebagai penawarnya. Dan, Srondol, menyimak dari tulisan-tulisannya selama ini sudah berhasil mengelaborasi itu semua menjadi sebuah suguhan yang sangat layak untuk dicicipi. Ada banyak hal lain--mungkin--yang bisa dicatat terkait Hazmi dengan buku yang baru diluncurkan itu. Selain perjuangan. Juga di sana terdapat kejelian. Betapa ia bisa melihat saat yang sangat tepat untuk membawa bukunya ke pasar. Di tengah berbagai kondisi yang menjemukan. Ia membawa warna baru dengan bukunya itu. Seperti apa warna baru tersebut? Sepertinya membaca langsung buah karya karyawan di salah satu perusahaan komunikasi itu jauh lebih baik.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H