Mohon tunggu...
Zulfikar Akbar
Zulfikar Akbar Mohon Tunggu... Jurnalis - Praktisi Media

Kompasianer of the Year 2017 | Wings Journalist Award 2018 | Instagram/Twitter: @zoelfick

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Catatan dari Lamunan di Argo Parahyangan

5 Desember 2010   15:11 Diperbarui: 26 Juni 2015   10:59 168
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Saat dalam perjalanan kembali dari Bandung ke Jakarta. Seorang perempuan berkacamata, duduk di sebelah saya. Tidak berani saya lihat atau melirik, khawatir perempuan itu akan mengatakan saya jalang, meskipun diam-diam. Tidak juga saya ajak ngobrol. Penyakit akut saya berupa jaim kambuh dan langsung berada di stadium paling tinggi. Kebetulan, sebelum kaki melangkah naik ke badan kereta, saya sempatkan membeli Kompas minggu yang kebetulan saya lihat berbicara (baca: mengulas) banyak tentang Wikileaks yang bikin petinggi Amerika terkena tekanan darah tinggi--jangan percaya, karena ini hanya dugaan saya.

Sampai kereta yang sempat ramai dibicarakan tidak akan beroperasi lagi untuk jalur Jakarta-Bandung itu merangkak. Saya masih tekun pelototi Kompas. Karena sudah sore, dengan jam yang sudah melewati jam 17. Dalam jangka waktu sekitar 30, saya sudah tuntaskan membaca artikel tentang Wikileaks. Sebuah tulisan Seno Gumira Ajidarma. Ada juga catatan tentang film Indonesia. Liputan tentang tuak Medan dan Danau Toba. Catatan tentang Hawai sampai ke rubrik tentang anak. Terakhir, saya pelototi Mice yang menduda selepas tidak lagi bersama Benny yang tidak memiliki embel-embel Soeharto di ujung namanya.

Diam. Cuek. Hanya pelototi koran.

Selesai!

Berdiri. Selanjutnya melangkah ke kamar kecil. Sebuah kamar untuk buang air kecil yang benar-benar kecil, karena tubuhku saja yang kurus bisa terasa paling besar saat berada di kamar itu. Selesai menyimpan kembali baik-baik peralatan yang sudah membantu saya membuang air seni dari tubuh. Kembali ke bangku dan selanjutnya sibuk  SMS-an dengan makhluk cantik yang tadi juga mengantar saya sampai ke peron. Makhluk yang bagi saya adalah yang terindah, mirip makhluk halus karena bisa merasuki hati saya (telenovela mode).

***

Diam.

Saya memilih tidur. Mengajak teman di samping untuk bicara, ya seperti cerita tadi, sungkan. Sedangkan si makhluk cantik yang tadi saya samakan dengan makhluk halus sudah berhenti membalas sms saya. Saya tahu baterai hapenya sedang drop

***

Renungan I

Diam itu adalah tangan Tuhan yang tidak bersuara membuka keran. Ah, tentu saja bukan keran air yang bisa membasuh daki dari tubuh untuk selanjutnya ditutup. Tanpa kesan. Tetapi, keran perenungan yang membawa hati dan juga otak ikut memiliki mata yang lebih berdaya dari sekadar mata di kepala yang cuma tertarik dengan hal-hal yang ia suka saja. Keran kebijaksanaan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun