Mohon tunggu...
Zulfikar Akbar
Zulfikar Akbar Mohon Tunggu... Jurnalis - Praktisi Media

Kompasianer of the Year 2017 | Wings Journalist Award 2018 | Instagram/Twitter: @zoelfick

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Ceumeulhoe: Saat Padi Rontok di Telapak Kaki

29 September 2010   12:16 Diperbarui: 26 Juni 2015   12:52 288
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_273399" align="alignleft" width="300" caption="Kebersamaan itu perlahan hilang (Gbr: yiskandar)"][/caption]

Kaki-kaki itu bermain di atas tumpukan padi yang terikat. Menginjak-injak sampai bulir-bulir padi yang baru dipotong dan sudah dikeringkan itu lepas dari tangkai kecilnya. Dan mereka yang sedang ceumeulhoe itu melakukannya dengan senyum sumringah, tak jarang turut dibarengi dengan canda dan tawa. Meski tubuh mereka terbakar ketika acara ceumeulhoe itu dilakukan siang hari, atau dibalut dingin angin malam ketika itu dilakukan sampai matahari pulang.

Ceumeulhoe, sebuah kegiatan ureueng Aceh untuk merontokkan padi beramai-ramai. Biasanya mengikutkan tetangga, kerabat atau siapa saja tergantung seberapa banyak padi yang akan dirontokkan. Yang diajak, meski mungkin ia sendiri tidak memiliki sawah, tapi bisa dengan senang juga bisa bersama-sama ikut ceumelhoe. Untuk mereka yang tidak punya sawah sendiri ini, walaupun mungkin ia datang thok sekadar untuk membantu, nantinya ketika acara perontokan padi selesai ia juga bisa mendapatkan bagian sampai setengah atau bahkan satu karung ukuran sedang sebagai penghargaan dari yang punya padi untuknya. Atau kalau tidak, jika keesokan harinya sebagian padi yang sudah dirontokkan dibawa ke pabrik itu, yang sudah berpartisipasi tadi bisa mendapatkan beras beberapa aree (1 aree sama dengan 2 liter).

Berbeda dengan yang sama-sama memiliki sawah dan padi sendiri. Mereka bisa ikut serta, untuk kemudian pihak yang sudah lebih dulu dibantu ceumeulhoe, harus datang juga ke jamboe atawa tempat berupa gubuk di tengah sawah milik orang yang sudah membantunya. Dan biasanya pihak yang sudah didatangi lebih dulu akan datang dengan sendirinya, dengan kesadaran sendiri.

Pada kegiatan ceumeulhoe ini, di luar khanuri blang (atau pesta sawah) tapi acap juga diadakan acara pesta kecil-kecilan berupa makan bersama dengan menu berupa eungkoet masen (ikan asin), bu lukat meu'ue (ketan yang dicampur parutan kelapa), gulee sie manoek (gulai ayam) atau bahkan gulee eungkoet keureulieng (gulai ikan keureulieng) dan tidak lupa minuman khas ureueng Aceh berupa kuphie (kopi). Hanya saja terkait menu dalam pesta kecil itu tergantung dari kemampuan pihak yang mengadakannya. Cuma, seringkali, ureueng Aceh memiliki konsep bah irumoeh pajoh engkoet masen, keu jamee wajeb keunong sie manoek (untuk diri sendiri boleh makan ikan asin saja, tapi untuk tamu harus daging ayam). Kegiatan ini menjadi bagian dari budaya meuseuraya atau gotong royong ala ureueng Aceh.

Sayangnya, sejak mesin-mesin sudah menggantikan peran acara ceumeulhoe itu, kebersamaan ureueng gampoeng tak ayal turut juga terbawa pengaruh. Padahal, dalam ceumeulhoe mengajarkan nilai kebersamaan yang tidak sederhana.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun