[caption id="attachment_180872" align="alignright" width="300" caption="Bukan pilihan saya (Gbr: Photobucket)"][/caption] Teringat dengan sebuah pengalaman semasih saya di Aceh, bersama seorang teman seusai seminar. Dengan ekspresi santai, teman yang berprofesi sebagai pengacara itu mengajak saya ke salah satu mall yang berada tidak jauh dari Mesjid Raya Baiturrahman Banda Aceh. Dan ini cerita tentang lelaki. Nah, cerita itu bermula ketika diluar dugaan saya, teman itu berhasil menggiring saya untuk juga ikut berada di salah satu sudut pusat perbelanjaan yang lumayan dikenal di Aceh tersebut. Andai sudut itu adalah sudut netral, mungkin cahaya yang terpantul adalah cahaya netral, tidak bias (agak mirip bahasa fisika ya?). Tetapi memang yang itu sama sekali tidak netral. Sebab, tempat saya berada sekarang adalah tempat khusus untuk pakaian wanita. Jujur saja, meskipun cuma melihat pakaian wanita, dari lingerie, bra juga CD yang memang tidak bisa digunakan untuk merekam gambar apapun (tapi katanya cuma bisa membungkus). Terang saja muka saya memerah. Sedang teman ini sepertinya merasa enteng saja dengan kelakuannya. Mendatangi berbagai rak yang ada di sana. Bukan rak buku, tentunya. Tetapi rak yang berisikan BRA atawa BH binti kutang. Saya merasa risih saat tangan teman ini membulat dan mencocok-cocokkan tangannya dengan bra yang dipegangnya. Melihat lagak teman ini, sontak saya terpikir, apakah teman ini hafal benar ukuran dada pasangannya sampai dia bisa membuat bentuk tangannya seperti itu. Wallaahu a'lam, sebagai seorang lajang saya tidak berani terlalu jauh menduga-duga. Lebih kaget saat dia menanyakan saya,"Warna dan bentuk seperti apakah yang menurutmu bagus, Kar" Tanyanya, enteng. Meskipun agak risih, saya coba perhatikan bra yang sedang berada di tangannya, warna hitam dengan bunga-bunga yang menurut saya terlalu besar. Di mata saya, bentuk seperti itu sangat gak nyeni, tidak artistik (apakah memang dalam dunia brakadabra ada dunia artistik, saya tidak tahu). Sampai saya jawab saja,"Kalau saya punya istri, tidak akan pernah saya beli bh yang bentuk seperti itu...," Saya tercenung sebentar. Teman ini masih menunggu masukan dari saya. Lalu, secara tiba-tiba saya memberanikan diri mengambil bra warna merah menyala dan yang berwarna pink. Semakin risih saat penjaganya yang masih terlihat remaja tersenyum tersipu-sipu dengan ulah saya dan teman itu. "Ini sepertinya lebih eksotik lho." Ujar saya mencoba yakinkan teman ini, sembari menyodorkan kedua bra pilihan saya padanya. Lalu, dia mengambil bra yang saya sodorkan,"Tidak seksi!" Ujarnya tegas, tapi ia juga mencoba mengukur ukuran bra tersebut dengan tangannya yang sudah dibulatkan seperti tadi."Lha, kalau dia--pasangan teman saya ini--pakai yang ini, pasti tumpah." Biar tidak terlihat culun, saya cuma diam dan mencoba pura-pura mengerti agar tidak terlihat tidak berpengalaman. Walaupun memang logis kalau juga saya disebut belum berpengalaman, toh memang belum pernah melakukan ukur-mengukur dada perempuan seperti halnya teman yang memang sudah memiliki anak dua ini. Akhirnya, dua beha yang menjadi pilihan saya dianulir (sudah seperti permainan bola saja). Iya, dia tidak menerima karena alasan yang sulit saya mengerti, "seksi" dan "tumpah". Padahal kalau di mata saya, warna merah menyala dan pink dengan corak yang memang trendy sangat tepat. Bahkan dalam takaran saya, jika seorang istri memakai bra tersebut lumayan membantu suami untuk lebih semangat menambah jumlah anak. Tapi, karena tertolak, saya terima saja. Meski sedikit heran karena teman ini ngotot memilih beha warna hitam dengan bunga besar-besar, dan dalam pikiran saya lebih cocok dipakai nenek-nenek apalagi juga dengan bentuk yang saya lihat luar biasa besar. Saya baru paham alasan dia memilih yang besar seperti itu saat sudah pulang, bis lebih dulu mengantarnya dan saya mengenal istrinya yang memang jelas-jelas seolah menunjukkan,"beha itu untukku. Dan suamiku saja yang tahu ukurannya." Tetapi kemudian, saat saya sudah tidak berada di depan rumah teman ini karena bis sudah membawa saya untuk pulang ke tempat tinggal yang jauh dari teman ini. Satu hal terasa mengganjal,"Dalam hal selera, laki-laki masing-masing memiliki selera tersendiri."
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H