Mohon tunggu...
Zulfikar Akbar
Zulfikar Akbar Mohon Tunggu... Jurnalis - Praktisi Media

Kompasianer of the Year 2017 | Wings Journalist Award 2018 | Instagram/Twitter: @zoelfick

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Perempuan Desa, Saat Basah

15 Mei 2010   04:49 Diperbarui: 26 Juni 2015   16:12 518
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Bulir-bulir peluh penuh baluri tubuh, tetapi sepotong hati masih belum utuh. Ia masih [caption id="attachment_141349" align="alignright" width="234" caption="Laila, itu darah siapa?"][/caption] begitu rapuh. Ada bara terasa dalam jiwa. Hasan melihat dadanya yang berdarah. Melintas di pikiran untuk mengambil pecahan gelas, mengiris perempuan itu. Menjadi kelebihan lelaki ini, bisikan-bisikan yang diyakininya sebagai bisikan iblis itu bisa dilumpuhkan hanya dengan menarik nafas panjang. Sedang Laila masih dengan sekian kalimat yang sudah ia luncurkan terus-menerus, mirip senapan otomatis. Tapi sudah tidak digubris oleh Hasan. Ia memilih untuk ke belakang, mencari jeriken minyak tanah, mengambil sedikit untuk dioleskan ke luka di dadanya dengan sedikit abu dapur. Geram itu tiba seiring gelas yang dilempar Laila ke tubuhnya dan mengakibatkan luka itu. Cuma karena terpikir, masalah itu tidak akan selesai jika ia juga terus bersikeras memaki-maki istrinya seperti tadi siang. Tidak itu saja sebenarnya, Hasan sendiri yang susah marah meskipun jika ia marah maka bisa meledak sedemikian kuat juga. Salah satu bukti dengan caci makinya siang tadi dan tendangan yang pernah dilakukannya yang berakibat terpentalnya tubuh Laila sampai ia pingsan. Ia biarkan Laila terus bersama sumpah serapah yang ia bisa. Hasan sudah memilih untuk menuli saja, dari mendengar lalu kemudian kembali ia larut dalam emosi.

***

Laila merasakan sesuatu yang aneh di badannya. Pengalaman melahirkan 2 anak cukup memberi petunjuk padanya tentang gejala apa yang ia alami. Hari itu kebetulan Ramat sedang libur sekolah. Dengan memberikan uang 1500. "Kau ke keudee sebentar. Kau cari pee jadam." Laila meminta Ramat untuk ke pasar kecamatan yang terletak 2 Kilometer dari rumahnya untuk belikan pee jadam. Tablet yang berwarna hitam. Dengan hanya berjalan kaki, Ramat berjalan sendiri ke sana untuk bisa penuhi permintaan ibunya. Walaupun, sebenarnya siang begitu terik, malah terasa sedemikian amat panasnya. [caption id="attachment_141351" align="alignleft" width="300" caption="Desa tepi gunung (Gbr: Pribadi)"][/caption] Sesampai di depot obat, ia hanya berikan uang yang diberikan ibunya, dan kembali lagi setelah tablet yang dibalut kemasan dari kotak kecil sebesar ibu jari anak-anak. Mencoba membaca semua yang tertulis di kemasan tablet yang dikiranya obat. Salah satu yang menarik perhatiannya: DILARANG KERAS DIKONSUMSI OLEH WANITA HAMIL Tapi, ia tidak terlalu memikirkan itu. Tadi, tertarik karena peringatan di kemasan tersebut yang memang tertulis dengan huruf besar semuanya. Sekitar 40 menit saja dari keudee ia sudah tiba lagi di rumah dan berikan obat dimaksud pada perempuan itu.

***

Malam datang. Laila tidur dengan Jannah di dipan kecil di kamar itu.  Hasan tidur dengan Ramat di lantai hanya beralaskan kardus bekas kemasan mie instant. Lampu teplok yang dikenal dengan panyoet oleh ureueng Aceh menyala agak sedikit besar. Kalau diamati, sepasang suami istri dengan 2 anak itu terlihat hitam di kedua hidungnya disebabkan asap panyoet.

Tengah malam. Saat di luar tidak terdengar apa-apa selain angin yang sesekali seperti mencoba menyingkap uboeng oen (atap daun rumbia). Laila terbangun dengan keringat membasahi keningnya. Baru saja ia bermimpi bertemu ibunya yang sedang berdiri di sebuah tangga yang aneh, seperti pelangi. Ibunya itu tersenyum dan mengajaknya untuk ikut. Berkali-kali, disebabkan rasa rindu pada Ibunya yang telah lama mati, Laila mencoba naiki tangga itu. Tetapi terus saja jatuh.

Sampai ia terjaga dan merasakan basah di alas tika seukee (tikar pandan). Ternyata tidak hanya tikar itu

[caption id="attachment_141352" align="alignright" width="153" caption="Laila kenapa?"][/caption]

saja. Kain batik  yang lusuh yang dikenakan sewaktu tidur juga basah. Tikar dan kainnya itu basah oleh darah. Iya itu darah. Laila merasakan badannya lemas seketika setelah memastikan dengan melihatnya lebih jelas dengan pergunakan panyoet.

Aaaaaaaaaaaaaaaargghhhhhhhhhhhhhhh!!!

Laila menjerit. Kepalanya berkunang-kunang. Ia terjatuh, menggelepar seperti orang kesurupan. Menimpa Jannah, sampai gadis kecil itu terbangun dengan menangis karena terkejut. Tak lama, Hasan dan Ramat juga terjaga.

Hasan panik.

Ramat terkejut.

Jannah meraung terkejut.

Segera Hasan menerkam Laila yang masih menggelepar, menekan di sisi kepala dari arah kiri Laila yang terlentang. Tangan kanan menekan kepala Laila, tangan kirinya menekan pundak kanan istrinya ini.

————- To be continued Tulisan ini adalah bagian dari Novel: Aku Laila, Bukan Cleopatra Dedicated to: Perempuan miskin di negeriku Sumber Gambar: Di sini dan di sini juga di sini ————– Tulisan terkait: 1. Kenapa Telanjangi Laila 2. Keringat Laila. 3. Dada Laila 4. Meniduri Laila 5. Malam Pertama Laila 6. Perselingkuhan Perempuan Desa 7. Lelaki lain di Kamar Laila 8. Berita dari Kamar Laila 9. Hanya Selingkuh Biasa, Laila 10. Menyembunyikan Perselingkuhan. 11. Perempuan itu Menjual Diri 12. Jalan Meneruskan Perselingkuhan 13. Peselingkuh Kena Batu. 14. Saat Ibu Menyiksa Anaknya 15. Aku Malang, Istriku Jalang 16. Istriku Jalang Mengejar Lajang 17. Demi Selingkuhan 18. Istriku Jalang dan Lelaki Malaikat 19. Ibu Anakku: Perempuan Bergilir 20. Lepas Setubuh Subuh 21. Darah Pelanggan Raja Singa 22. Perempuan Itu tak Berbaju. 23. Anak Lapar dan Perempuan Sangar. 24. Menelusuri Dada Laila 25. Perempuan Hitam 26. Gadis Desa Tanpa Sehelai Benang 27. Laila, Jadilah Hujan 28. Laila, Istri Bersama 29. Tak Perlu Kau Buka Pakaianmu, Laila

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun