[caption id="attachment_237692" align="alignleft" width="218" caption="Gbr: Photobucket.com"][/caption] Tuhan membuang banyak hal dalam tong-tong sampah. Entah karena tong itu bikinan Tuhan, maka banyak yang mengendus bau sampah seperti menghirup parfum dari surga, didekati bahkan dijilat! Bukan soal karena Tuhan tidak berikan hidung yang normal, maka kemudian banyak orang tidak bisa lagi bedakan bau sampah dengan bau parfum. Dalih yang dikemukakan, "Di hidungmu bau tengik, mungkin di hidungku tidak begitu!" Demikian ujarnya lengkap dengan alasan yang mengada-ada. Kesan yang mencuat, seolah-olah Tuhan silap sampai membuat sebagian hidung dari tanah surga dan yang lainnya dari cipratan selokan neraka. Memang, terkadang kejeniusan manusia bisa menyihir aroma dari tumpukan sampah dengan berbagai cara. Kadangkala, mata yang memang lebih suka memilih terlelap, beberapa saat bermimpi tentang sesuatu yang buruk, begitu terjaga, bangkai tikus sudah di sisi ranjangnya. Tetapi kemudian aroma bangkai tikus tak lagi menjadi sesuatu yang menjijikkan. Dan itu terjadi cuma karena di sisinya teronggok kitab suci. Kian hari, kian banyak manusia yang mengada-ada. Dan Anda jangan merasa tersinggung karena merasa bahwa kalimat dalam tulisan remeh ini adalah sindiran untuk Anda. Sebab yang sedang saya ungkit tak lebih tentang perut saya yang masih penuh dengan kotoran, tetapi kemudian merasa tinggi hati dan kemudian membiarkan diri dalam kebanggaan dan secara diam-diam merasa sudah sejajar dengan Tuhan. Nah, jika ke depan menemukan manusia seperti ini, jauhi saja. Sebab, nanti juga Tuhan akan tempatkan dalam tong sampah. Jika terus menerus berada di sisi saya, hanya membuat mata Anda silau dan nanti kesulitan membedakan aroma bangkai dengan harum bunga.
***
Jangan dekati tong sampah! Meski mungkin ada ceceran otak yang terbuang ke dalam tong itu, sehingga membuat benda yang harusnya tidak pernah bisa berpikir itu terlihat jenius, intelek dan lebih dari manusia lain. Karena memang di dalamnya berisi ceceran otak dari berbagai kepala, sedang tong itu sendiri sebenarnya tidak memiliki isinya yang sejati. Selain onggokan otak-otak yang terbuang setelah digilas truk-truk yang disopiri pemabuk. Selebihnya nihil, menunggu waktu membusuk saja. Tak ada bukan yang harus dielu-elukan? Dan, pesan malam ini yang bisa kutulis dengan nada sedikit menggurui, semoga kedua mata kita masih bisa bedakan tempurung kepala yang masih berisi otak dengan tong sampah yang hanya mengganggu indera penciuman. Dengan begitu, masih bisa kita pilah antara aroma sampah yang tidak baik untuk didekati dengan harum bunga. Satu lagi, bunga tidak pernah memiliki tangan untuk memegang spidol dan menulis,"Akulah bunga yang beraroma harum!" Bandung,24 Agustus 2010
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H