Mohon tunggu...
Zulfikar Akbar
Zulfikar Akbar Mohon Tunggu... Jurnalis - Praktisi Media

Kompasianer of the Year 2017 | Wings Journalist Award 2018 | Instagram/Twitter: @zoelfick

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Ibu Anakku: Perempuan Bergilir

5 Mei 2010   12:06 Diperbarui: 26 Juni 2015   16:23 2659
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

[caption id="attachment_133938" align="alignright" width="300" caption="Dimana engkau, Laila?"][/caption] Siapa yang bisikkan kejahatan dalam hati? Jika Iblis terus semakin bengis, bisik Tuhan akan begitu saja mudah ditepis?

***

Laila menjawab dengan langkah kakinya yang tak lagi anggun meski ia seorang perempuan dusun. Semakin banyak lelaki yang melirik perempuan ini. Tak peduli lajang yang masih sendiri atau lelaki yang sudah beristri yang memulai untuk berpikir menambah jumlah permaisuri hati. Ketidakanggunan itu tidak serta merta membuat Laila luput dari lirik seribu mata sampai pada yang tua bangka. Do Rani menjadi korban pertama yang diamuk cinta pada Laila. Peukeunoeng atawa pelet pengasihan yang ia tujukan untuk Laila benar-benar pajoeh droe (memakan dirinya sendiri). Terjadi oleh karena ia dengan tidak sengaja melanggar pantangan (baca: di sini). Ada kemungkinan pengaruh buruk pelet itu bisa dihilangkan, tetapi cuma bisa dilakukan oleh pemberi mantera pelet tersebut, Lem Ngoeh Jali. Sayangnya, ketika Do Rani sudah berlelah-lelah menempuh perjalanan belasan kilometer untuk bisa hilangkan pengaruh buruk dari pelet yang mental balik padanya. Lem Ngoeh Jali sedang tidak berada di desa, ia sedang di gunung untuk berburu rusa. Sedangkan proses penghilangan pengaruh pelet itu tidak boleh melewati satu waktu. Misal, pantangan yang dilakukan waktu siang tidak boleh dibawa ke malam, atau kalau malam tidak boleh menunggu siang. Nah, oleh sebab Lem Ngoeh Jali yang sedang berburu rusa yang tentu saja menghabiskan waktu berhari-hari. Jadilah Do Rani menjadi gila padahal niat awal cuma sederhana, agar tidak terlalu lama menjadi duda. Sekarang, Do Rani benar-benar menerima pengaruh buruk dari pelet yang semula begitu diyakini kekuatannya. Setiap gadis yang lewat depan pagar rumahnya pasti akan dipanggil dengan Laila. Siapa saja yang lewat, asalkan perempuan pasti ia panggil dengan panggilan Laila. Tak pelak Nek Minah yang pernah mengajak Laila menetap di rumahnya terkena getah juga. Walaupun ia hanya seorang wanita yang telah berusia senja, ikut menjadi menjadi korban lelaki yang benar-benar sudah gila oleh Laila. Iya, Nek Minah digoda setiap hari saat ia akan berangkat keluar menjajakan telur itiknya oleh Do Rani. Bagaimana dengan Laila? Sejak diketahui Do Rani berubah menjadi gila gara-gara Laila, walaupun bukan perempuan ini yang menjadi pelaku. Tetap saja pihak aparat gampoeng mengambil keputusan untuk meminta Laila tinggalkan gampoeng yang pernah menjadi tempat Laila mengukir prestasi, membuat seorang lelaki benar-benar gila. Sedangkan Mak Saleh yang semula menjadi niat Laila untuk diburu, ternyata sudah mati tertimpa kayu yang ditebang oleh pekerja di perusahaan kayu tempat ia bekerja. Perusahaan kayu milik presiden yang sekarang sudah meninggal. Saleh menjalankan peran hidup bermusuhan dengan alam, menjadi bagian dari para penebang kayu sampai nyawanya juga ditebang oleh kayu. Kematian Saleh seolah mengajarkan bahwa kayu pun bisa dendam jika dianiaya dengan keserakahan. Entah siapa yang sudah menangkap pelajaran dari kematian Saleh itu, entahlah.

***

Sekarang, Laila bekerja di Gampoeng Likoet, Meulaboh. Setelah Nek Minah memberinya emas setengah mayam (sekitar 1,5 gram) untuk bekal perempuan itu. Pun sampai Laila meninggalkan rumahnya, nenek ini masih percaya kalau Laila adalah perempuan janda yang sudah ditinggal mati oleh suaminya. Yap, profesi sebagai pembantu rumah tangga dilakoni perempuan bernama Laila binti Beurahim ini. Di rumah Bidan Ratna yang merupakan perempuan yang  benar-benar janda, bukan janda rekaan seperti Laila. Suami Bidan Ratna memang benar-benar mati tabrakan, motor CB 100 miliknya hancur bersama badannya yang remuk setelah menabrak Melati, nama bus angkutan lintas kota di Meulaboh ketika itu. Dikenal karena salah satu tetangga bidan ini adalah warga Suak Awee juga yang kebetulan mendengar keluhan bidan itu, butuh teman menjaga ibunya. Di sini Laila hanya diberikan tugas untuk  merawat ibu Bidan Ratna dan bersih-bersih rumah. Kalau urusan masak, biasanya mereka melakukan bersama-sama. Bidan Ratna beralasan ia tidak ingin terlalu memberatkan Laila. Juga, Ia sering katakan Laila tidak dianggapnya sebagai pembantu, tetapi teman. Meskipun setiap bulan juga digaji dan diberikan pakaian layak yang dibeli hampir setiap minggunya. Bidan keturunan transmigran dari Pulau Jawa yang hanya bisa Bahasa Aceh sedikit-sedikit saja itu, kerap memberi pandangan dan nasehat ke Laila yang memang lebih muda darinya 7 tahun. Seperti biasakan shalat. Disamping ia juga diajarkan bidan itu mengaji sampai Laila sudah mulai bisa pelan-pelan mengaji. Cuma karena dirasa mengaji itu susah, karena tulisan Arab di al Quran terlalu berputar-putar dilihatnya, ia tidak mengaji kalau tidak disuruh Bidan Ratna. Bidan yang tidak memiliki anak berperawakan gemuk tetapi sangat baik hati, tidak pernah memasang wajah masam.

***

Apakah Laila sudah berubah? Nah, soal berubah dari kebiasaan buruk menjadi kebiasaan baik tidak semudah berubah dari kebiasaan baik ke kebiasaan buruk. Begitu juga dengan Laila. Beruntung tetangga yang tinggal berdekatan dengan Bidan Ratna tidak ada yang memiliki kebiasaan seperti Mak Teh di kampungnya. Tetapi, itu dia, Laila tidak bisa menghilangkah wajah sumringahnya setiap melihat lelaki yang dipandangnya gagah, bersih dan terlihat berduit walaupun hanya seorang sopir bus yang bekerja di bus trayek Meulaboh-Medan yang bukan miliknya. Cut Jaman, nama lelaki sopir bus itu. Biasa terlihat rapi, dan rajin seperti rajinnya ia menggunakan jasa lonte yang ia temui di jalan. Di Aceh, tidak dikenal istilah WTS ketika itu untuk menyebut perempuan penjaja seks, namun langsung disebut lonte. Istilah yang harus diakui sangat tidak nyaman untuk didengar. Dan Cut Jaman memang memiliki kelebihan wajah yang selalu berhias senyum dan terlihat lembut. Tak ada yang mengira jika di lorong rumah sepanjang 800 meter itu, Cut Jaman dengan sukses berhasil mendapat 3 selingkuhan. Ia memang bukan tipikal lelaki yang suka untuk beristri banyak, karena ia lebih menikmati jalan pintas. Dalam pikirnya untuk apa repot-repot menikah dan menanggung nafkah perempuan jika 'daging' yang dirasa itu-itu saja. Mending seperti selama ini, daging dapat, tidak perlu terbeban jauh lagi. Jika itu selingkuhan, cukup diajak jalan-jalan ikut dengan busnya dan diberi tempat spesial di bagian depan bus, sedang makan untuk awak bus di jalan sering digratiskan pemilik warung yang disinggahi. Paling, jikapun harus keluar duit sekedar untuk beli sepasang baju daster saja sudah dianggap lumayan oleh selingkuhannya. Sedang jika menggunakan jasa lonte, ia hanya perlu merogoh uang beberapa rupiah saja. Namun itu semua aktif dilakukan sopir berusia 55 tahun itu sejak istrinya sering sakit-sakitan 10 tahun lalu. Sakit yang membingungkan, rheumatik, asam urat, hipertensi berganti-ganti. Sembuh penyakit yang satu datang penyakit yang lain. Maka timbul jenuh di hati Cut Jaman dan mencari jalan keluar tanpa harus keluarkan mas kawin. Maka jam terbang Cut Jaman hanya selama 10 tahun terakhir itu saja. Soal raja singa yang menerkam sampai ke balik celananya dianggap tidak terlalu bermasalah. Lelaki berbadan gempal dan berkumis seperti Saddam Husein ini mengenal Laila ketika ia sedang beli rokok di kios kecil Let Dainun, dan Laila sedang membeli jarum dan benang untuk menjahit beberapa dasternya yang terkoyak di sisi ketiak. Melihat wajah Laila yang memang terlihat lugu itu, spontan jurus sakti dari perguruan para buaya dikeluarkannya. Tapi tetap dengan wajah yang dipasang sewibawa mungkin untuk lebih meyakinkan kualitas dirinya. Langkah pertama, jarum dan benang juga sikat gigi [Laila sudah kenal dengan kebersihan gigi selama dengan Bidan Ratna] yang hanya berharga 100 rupiah itu dibayar Cut Jaman. Perlu diingat 100 rupiah awal 80an termasuk tinggi, cukup untuk sebungkus rokok. Sikap Cut Jaman yang demikian tak pelak membuat Laila kagum. Terpikir olehnya belum kenal saja sudah demikian ringan tangan seperti itu, apalagi kalau bisa kenal lebih jauh. Untuk hari pertama itu hanya ada acara tanya jawab ringan-ringan saja. Darimana, tinggal dimana dan tetek bengeknya. Cut Jaman lihai, ia bisa membuat seorang perempuan seperti Laila penasaran. Ia bisa dengan cerdas sembunyikan ketertarikannya pada perempuan itu. Sedikitpun tidak ia tunjukkan kalau ia memiliki ketertarikan pada Laila mantan bungoeng lam oen (bunga desa) yang sebenarnya sudah berubah menjadi oen keureusoeng (daun pisang tua yang tidak hijau lagi). Dua tiga pertemuan selanjutnya, Cut Jaman sudah dengan jitu memasang perangkap. Ajak Laila jalan-jalan, dengan astrea 70, keliling Meulaboh. Duduk di pantai batee puteh. Sepasang anak manusia itu benar-benar sudah mirip dengan remaja pertama menstruasi yang jatuh cinta. Laila sudah tidak peduli Cut Jaman sudah beristri, sedangkan lelaki itu tidak mau tahu apakah Laila sudah bersuami atau tidak, punya anak atau tidak. Ia hanya tahu ada gelora di dalam dadanya. Hanya saja, sedemikian rapinya cara kerja Cut Jaman, ia tidak ungkapkan sedikitpun perasaannya pada perempuan itu. Kalaupun ada suara hasrat yang terkadang membuatnya menggeliat laiknya seorang bangsat, ia masih coba untuk terus menutup rapat. Setelah dirasa Laila sudah penuh hati untuknya, baru, selembar surat bertulis tangan sampai ke tangan Laila lewat Let Dainun pemilik kios yang juga menjadi tempat pertama asa menggelora. Dek Laila Bang Jaman sering mencium aroma bunga. Sering menyentuh halusnya sutera. Tetapi tidak pernah temukan aroma seperti wangi syurga dari tubuh indahmu. Tidak pernah menyentuh sutera yang bisa membuat rindu meraksasa seperti menyentuh tanganmu. Izinkan, kupautkan hatiku padamu, Bunga. Salam Bang Jaman.

***

Terus seperti apakah Hasan dengan 2 anak yang masih kecil-kecil yang ditinggalkan ibunya? Dua bocah kecil ini masih bersama Mak Keudee. Terlihat lebih terawat selama berada di tangan perempuan sepuh yang tak lain nenek dari Hasan. Karena Mak Keudee sudah demikian tua, walaupun beliau tetap perhatian pada kedua cicitnya itu, tetap saja ia tidak selincah seorang perempuan  muda. Pernah, Jannah terjatuh dari ayunan kain karena meronta terjaga saat Mak Keudee sedang shalat. Teriakan tangis melengking dari Jannah kecil sontak membuat nenek ini harus batalkan shalatnya, dan itu terjadi berkali-kali. Untung, perempuan kecil itu walaupun jatuh berkali-kali dari ayunan setinggi pinggang orang dewasa, tidak sampai membuat ia patah atau bahkan terkilir. Seperti ada tangan malaikat yang juga menjaganya. Sedang Ramat, ia semakin lincah saja. Berkali-kali juga, ketika Mak Keudee shalat atau lagi mencuci di sumur samping tempat tinggal mereka. Ia bermain di tangga meunasah, jatuh ke tanah, menangis sendiri. Ia menangis tidak dengan suara keras, seperti sengaja untuk tidak terdengar oleh Mak Keudee. Seakan ia mengerti tangisnya sebagai seorang anak yang sudah ditinggalkan ibu hanya membuat Mak Keudee ikut sedih dan risau. Kadang juga saat lari-lari dengan aneuek miet yang lebih besar darinya di halaman meunasah, ia terjatuh sampai lututnya berdarah. Bahkan pernah sampai bibir dan dagunya robek, berhari-hari tidak bisa makan. Juga ia tidak sampai menangis berlebihan seperti anak-anak lain yang memiliki ibu. Luka di lutut, dagu dan bibirnya malah membuatnya tetap menjadi bocah kecil dan lincah, genap dengan keusilannya. Jika sebelumnya ia biasa duduk di sajadah tempat neneknya sedang shalat, sekarang ia suka bergelayut di pundak Mak Keudee ketika beliau sedang duduk antara 2 sujud sampai Mak Keudee ikut jatuh ke samping. Ramat hanya tertawa saja karena merasa yang dilakukannya itu sebagai lucu-lucuan saja. Pun Mak Keudee tidak pernah marahi bocah kecil ini seperti yang kerap dilakukan istri Hasan pada anaknya itu. Mak Keudee begitu paham perasaan 2 malaikat kecil buah cinta Hasan dan Laila itu begitu sedih jika tidak dibiarkan bermain dengan semua yang mereka suka. Hanya saja, kadang perempuan tua ini tidak bisa membendung air matanya kalau si Sulung, Rahmat bertanya,"Ibu mana, Mak Keudee?" Biasanya kalau sudah mendengar suara si Sulung demikian, hati beliau pasti menjerit,"Allahhhhh." Paling kalau sudah didesak Ramat, beliau akan berujar,"Ibu juga cari uang. Biar besok waktu Ramat sudah besar bisa sekolah, bisa beli baju, beli kue, juga buah-buahan..." "Buah-buahan ya, Nek. Lamat cuka buah-buahan." Ujarnya dengan suara yang masih agak cadel. Cuma, seminggu ini, Ramat panas tinggi. 3 hari lalu, Hasan masih menyempatkan diri untuk bekerja. Tapi dengan keadaan Ramat seperti itu, ia memilih untuk kembali minta izin ke Haji Indah untuk tidak bekerja. Teungku Haji yang sudah tahu perihal masalah Hasan tidak menolak, ia izinkan Hasan untuk tidak bekerja beberapa hari. Kali ini, bahkan Haji yang biasanya pelit itu menambahkan gaji harian Hasan sampai 3 kali lipat dari biasanya. Di rumah, Mak Keudee dengan Hasan menjadi sangat sibuk dengan panas Ramat. Sangat disyukuri, si Kecil Jannah tidak rewel saat kakaknya sakit seperti itu. Mak Keudee menyuruh Hasan untuk ambilkan daun durian yang masih muda. Diremas. Airnya diperas, dicampur sedikit gula. Air perasan daun durian diminumkan ke Rahmat. Sedang daun sisa perasan tadi ditempeli di kepala, perut dan dada untuk lebih menurunkan panas tubuh balita ini. Memang, gampoeng itu memiliki kekurangan tidak memiliki tenaga medis. Tidak ada tenaga kesehatan yang bertempat di desa. Tenaga kesehatan paling hanya ada beberapa bulan sekali dari kecamatan. Untuk membawa si Kecil ke mantri (tenaga kesehatan) tentu tidak mudah karena jalan yang begitu jauh, bisa tidak bagus untuk Ramat karena bertambah dengan masuk angin. Maka dedaunan seperti daun durian muda jadi jalan keluar yang digunakan untuk obati anak-anak jika sakit seperti Ramat. Saat malam. Mak Keudee sudah berbaring di ranjang besi yang suka berbunyi kalau misal Ramat menggeliat di tempat tidur itu. Hasan masih duduk di sisi ranjang berdekatan dengan kepala anak sulungnya itu sambil membelai dahi bocah kecil Ramat yang terlihat menatapnya dengan pandangan yang begitu lemah, kurang cahaya. Sesaat kemudian, panyoet (lampu minyak tanah) digeser agak jauh dari lantai dekat kepala Ramat agar asapnya yang begitu hitam tidak sampai masuk ke hidung malaikat kecil itu. "San..." Mak Keudee angkat bicara. "Nyoe Mak (iya Mak)." "Benar kau tidak akan mencari lagi istri untuk menjadi ibu anak-anak ini?" Terdiam. Hasan mengusap mukanya setelah menarik selimut lebih rapat di badan Ramat. "Tidak Mak, kasihan anak-anak. Mak sudah melihat sejak Pak loen [bapakku] kawin lagi. Aku dengan Mak Nu sampai terlantar. Aku tidak mau mengulangnya." Tegas Hasan. "Iya, Mak tidak memaksa apa-apa. Cuma Mak sudah tua. Kadang-kadang terpikir saja kalau misal Mak secara tiba-tiba dipanggil Tuhan. Bagaimana dengan anak-anak ini." Nenek itu bicara dengan airmata yang sudah kembali jatuh dari kelopak mata yang sudah mengerut itu. ------------ To be continued [Sebuah cerita yang diangkat dari kisah nyata yang pernah terjadi di negeri syariat: Aceh]. Dedicated to: Perempuan miskin di negeriku

Sumber Gambar: di sini dan di sini juga sini Bagus untuk didengar sambil membaca cerita ini: ————– Tulisan terkait: 1. Kenapa Telanjangi Laila 2. Keringat Laila. 3. Dada Laila 4. Meniduri Laila 5. Malam Pertama Laila 6. Perselingkuhan Perempuan Desa 7. Lelaki lain di Kamar Laila 8. Berita dari Kamar Laila 9. Hanya Selingkuh Biasa, Laila 10. Menyembunyikan Perselingkuhan. 11. Perempuan itu Menjual Diri 12. Jalan Meneruskan Perselingkuhan 13. Peselingkuh Kena Batu. 14. Saat Ibu Menyiksa Anaknya 15. Aku Malang, Istriku Jalang 16. Istriku Jalang Mengejar Lajang 17. Demi Selingkuhan 18. Istriku Jalang dan Lelaki Malaikat

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun