[caption id="attachment_133288" align="alignleft" width="300" caption="Andai rumah itu masih ada Laila, tetapi ketika ia menjadi perempuan penuh cinta."][/caption]
Selanjutnya, Hasan tinggal di gudang dekat mushalla. Sudah bisa bekerja seperti biasa. Karena untuk mengurus Ramat dan Jannah sudah ada Mak Keudee, sebutan untuk perempuan berusia 65 tahun yang juga ibu dari ibunya Hasan sekaligus ibu Cek Dolah juga. Untuk masak, Hasan tidak mengizinkan nenek ini repot. Maka ia sendiri yang memilih memasak dulu setiap mau berangkat kerja. Kebetulan, getir hidup yang dijalaninya dari kecil membuat Hasan tidak bermasalah jika harus berhadapan dengan urusan masak memasak. Segala jenis masakan khas Aceh juga ia bisa. Dari gulee pliek ue, gulee asam keue'eueng, gulee oen pakue dan berbagai jenisnya ia kuasai. Ini menjadi kelebihan lainnya dibalik ketangguhan seorang Hasan menjalani pahit getir kehidupan. Untuk urusan mencuci piring dan mencuci pakaian si kecil buah hatinya juga tidak diperkenankan untuk dilakukan oleh nenek ini. Bahkan untuk pakaian nenek ini juga dicuci oleh Hasan.
Tapi karena Mak Keudee adalah perempuan yang dikenal sangat perhatian dan penuh kasih sayang. Tetap saja di belakang Hasan ia juga mencuci celana bekas kencing atau bahkan yang berlepotan kotoran si Kecil Jannah. Dilakukannya tanpa ada keluhan. Kedua aneuek miet itu juga selalu bersih di tangannya. Sebab ia berpikir kalau Hasan setiap pulang pasti lelah cari uang. Walaupun dengan mengasuh mereka berdua tidak membuatnya leluasa beribadah. Buktinya, sering kalau ia sedang shalat, Ramat mengusili adiknya sampai menangis. Atau bahkan kadang-kadang Ramat duduk tepat di tikar sajadah sambil menatap wajah nenek ini,"kok pakai pakaian putih dan nenek diam?"
Nah, ketika Ramat kecil terduduk di sajadah saat beliau shalat, biasanya ia akan terus berdiri dulu sampai Ramat pindah. Ya, namanya anak kecil, tentu tidak suka berlama-lama dengan sesuatu.
Kalau sepulang Hasan kerja, ia tidak mendapati pakaian kotor anak-anaknya, Hasan sudah bisa menebak, pasti Mak Keudee sudah mencucinya. Biasanya ia marah,"Mak (walaupun neneknya, Hasan juga memanggilnya Mak), Mak hana pue peubuet nyeung brat-brat (Mak jangan lakukan yang berat-berat). Aku sudah dewasa, masih muda dan kuat. Sedang Mak sudah tua, jadi jangan sampai Mak kecapaian gara-gara saya. Untuk pakaian kotor anak-anak, biar aku saja yang cuci. Mak sudah mau menjaga anak-anak saja, aku sudah sangat bersyukur. Ini malah Mak juga kerjakan yang berat-berat..."
Memang sebenarnya Hasan juga sangat menyayangi Mak Keude, ibu dari ibunya ini memang sangat baik. Dari sejak ia kecil sangat menyayanginya, bahkan sama sekali tidak pernah memarahi Hasan. Kalau misal Patimah, istri Cek Dolah memarahi Hasan pasti Mak Keudee turun tangan,"Bek kadheut jih! (jangan marahi dia)." Patimah juga tidak akan bisa membantah kata-kata Mak Keudee. Maka, dari kecil, kalau misal di rumah Cek Dolah yang menjadi tempat tinggal kebetulan sedang ada Mak Keudee, pasti Hasan akan merasa sangat senang. Jajan sekolah yang seringnya tidak ada, kalau Mak Keudee ada di sana pasti Hasan bisa hidup lebih mewah.
Jelas saja karena Neneknya ini pasti berikan selalu uang untuk Hasan agar ia bisa jajan di sekolah. Walaupun uang itu dikasih anak-anaknya ke Mak Keudee untuk beli tembakau karena beliau suka sugoe bakoeng (bersugi) dan pajoeh ranup (bersirih). Kalau Mak Keudee sudah melakukan sesuatu pasti tidak akan ada yang berani protes. Bukan karena Mak Keudee cerewet, justru beliau tidak bicara kalau tidak terlalu penting.
***
Sekira 4 bulan Mak Keudee bersama Hasan. Perempuan tua ini jatuh sakit.
—————-
To be continued [Sebuah cerita yang diangkat dari kisah nyata yang pernah terjadi di negeri syariat: Aceh]. Dedicated to: Perempuan miskin di negeriku