Mohon tunggu...
Zulfikar Akbar
Zulfikar Akbar Mohon Tunggu... Jurnalis - Praktisi Media

Kompasianer of the Year 2017 | Wings Journalist Award 2018 | Instagram/Twitter: @zoelfick

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

ZEUS

5 November 2009   03:32 Diperbarui: 26 Juni 2015   19:26 372
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Aku merasa kalah kekar dengan tubuhnya. Saat itu, dia sedang berdiri saja disalah satu lorong di sela-sela awan. Aku hanya menatap saja kearah dia berdiri. "Aku memiliki sebuah puri indah disini. Mari untuk kita kedalam sana." Ajaknya. Mengibas salah satu awan, akupun tiba bersamanya didepan gerbang puri yang memang sangat indah. Tidak pernah kulihat bentuk seperti ini selama berada di bumi. "Aku sedang teringat dengan anakku, Hercules. Aku sangat membanggakan dia, Didepan para dewa yang lain, aku sering menyebut namanya." "Mungkin engkau bisa ceritakan padaku, apa saja yang membuatmu begitu teringat padanya?" Tanyaku datar nyaris tanpa ekspresi apapun. Dia tersenyum saja."Kau masih terbawa dengan tatakrama berbicara manusia di bumi. Kau diam pun sebenarnya aku sudah mengetahui yang ada dipikiranmu. Padahal, saat kau berbicara ke arah langit. Kau cukup menunduk saja, dan bicaralah dengan-Nya kapan saja kau merasa butuh dengan-Nya. Kepicikan bukan sifat Tuhan. Dan itu yang ingin aku ceritakan padamu." "Hercules memiliki kekuatan Dewa. Ia seorang anak yang sangat bijaksana. Saat Tuhan tanyakan pada-Nya untuk dilahirkan dimana, apakah di sorga atau langsung ke dunia. Dengan tegas ia menjawab. Bahwa dia memilih untuk terlahir di dunia. Banyak dewa yang mempertanyakan pilihannya untuk terlahir sebagai manusia. Dewa mengira dunia itu terlalu penuh hanya dengan kebusukan. Di dunia begitu sarat dengan dusta." Tapi, Hercules tidak bicara apa-apa. Ia mengepak seragam perang dalam sebuah buntelan dan merasuk kedalam perut seoran wanita, disana. Aku selalu membaca pikirannya. Ia begitu teguh dalam pendirian, kebatilan memang tidak akan hancur punah dengan kedatangannya. Tetapi, ia percaya, kehadirannya akan menjadi perhitungan tersendiri dari para pembawa kebatilan. Ia tahu persis para pembawa kebatilan hanya bermain di lorong-lorong sempit kepicikan. Membunuh seorang musuh dilorong sempit seperti itu bukan sebuah pekerjaan sulit bagi seorang laki-laki. Mereka, para pecundang itu sudah kalah dengan dirinya sendiri. Mereka tidak akan bisa mengalahkan Hercules. Sebenarnya tenaga Hercules itu sama saja dengan kalian semua yang berada di bumi. Hanya saja, ia begitu jeli dalam melihat kelemahan dari lawan-lawannya." Aku melihat raut muka Zeus begitu gagah, aku merasa iri saat membandingkannya dengan diriku sendiri. Terlihat rahangnya lebih kokoh. Dadanya juga terasa olehku lebih bidang dari dadaku."Kau juga lelaki. akupun tahu kalau kau seorang yang sangat membanggakan kelelakianmu. Tetapi, kelelakian itu tidak berarti apa-apa hanya dengan badan yang kekar. Ataupun kemampuanmu bicara, itu bukan sebuah hal penting untuk seorang lelaki." "Apa yang bisa kau lakukan dengan semua kekurangan yang kau miliki, Itu jauh lebih penting, daripada kau hanya memenjarakan pikiran dan hatimu untuk melihat yang bersifat sementara itu. Aku juga bangga diciptakan Tuhan sebagai lelaki. Sayangnya, pendalamanku pada pemahaman tentang kesejatian seorang lelaki membuat para lelaki di bumi menyembahku seperti menyembah Tuhan. Dan lelaki bumi, acap sekali memaksa para wanita-wanita mereka untuk selalu saja mengikuti apa -apa yang dilihat mereka sebagai kebenaran. Hari ini dan dari sejak beribu tahun lalu, aku mencatat, kalian para lelaki bumi gagal memahami wanita-wanita kalian. Harusnya kalian jangan melihat mereka sebagai wanita. Tapi aku mengira lebih bijak kalau kalian mau melihat mereka sebagai manusia. Pandangan kalian pada mereka hanya sebagai wanita tidak akan bermakna sama, dibanding dengan saat kalian berani melepas egoisme. Dan kembali melihat utuh wanita sebagai manusia. Iya, manusia. Terjemahkan definisi manusia secara lebih bijak. Kelak kau akan mampu merubah bentuk dunia melebihi dari yang sudah pernah aku lakukan. Yakinlah." "Kau tidak perlu risih dengan beberapa kekurangan yang kau miliki, rubah itu  dengan cara melakukan hal-hal yang lebih berguna, kelak kekurangan itupun akan berubah menjadi kelebihanmu. Teruslah menyelam ke segara cinta untuk temukan permata makna. Katakan nanti pada laki-laki bumi, jangan ikutiku untuk nikahi seribu wanita. Bila, dengan satu wanita saja disamping mereka tidak mampu mereka bahagiakan. Itu saja. Tak lama, ia memegang kedua pundakku."Ingat keperkasaan tidak tertulis pada dada kekar, tidak tercermin hanya dengan kemampuan berkata-kata. tetapi, apa yang bisa kau lakukan agar wanita lebih merasa, bahwa mereka juga manusia." Suaranya yang begitu gagah membakar kembali semangatku, aku merasa lebih lelaki. Kuambil tinta dari embun yang ada di awan,"Lelaki adalah lelaki yang tahu bahwa dia lelaki. Dan dia berbuat untuk dunia sebagai seorang manusia. Hingga mampu hargai manusia sebagai manusia"  Kutuliskan kalimat itu pada mendung yang sedang bernafsu menyiram bumi. Mungkin puisi ini juga terbaca oleh semua lelaki

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun