Seperti apakah rupa cinta yang dirasakannya wahai Engkau yang telah membuatku menjadi lelaki tuli.
Hingga membuatku kian tak mengerti suara perawan itu yang begitu lekat terpatri.
Seperti apakah halaman buku yang Kau tuliskan tentang takdir seorang lelaki sunyi.
Apakah perawan itu lebih dulu mengerti seperti apakah rupa matahari?
***
Hanya sunyi. Hanya hening. Sama sekali tak ada lagi gemerincing gelang kaki yang merangsangku serupa melihat penari telanjang. Aku merasakan cinta itu terkadang seperti tanah kerontang.
"Kemarilah," Al Adawiyya bicara mesra serupa kekasihku. Entah kenapa ia berikan tangan halusnya untuk menyentuh tanganku, digenggam dengan tangan yang selembut kapas itu. Yang terjadi, akupun mati seketika, mayatku dibaringkannya di sebuah taman bunga. Arwahku hanya menatap jasad itu, masih tak mengerti.
"Cinta itu adalah ketakutanmu pada kematian."
***
Meski kematian itu telah datang, sepertinya cinta itu juga takkan pernah dipahami.
"Untuk apakah juga aku diajarkan pelajaran harapan duhai Perawan?"