Mohon tunggu...
Zulfikar Akbar
Zulfikar Akbar Mohon Tunggu... Jurnalis - Praktisi Media

Kompasianer of the Year 2017 | Wings Journalist Award 2018 | Instagram/Twitter: @zoelfick

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Pada Pernikahan Ketiga

11 April 2010   04:02 Diperbarui: 26 Juni 2015   16:52 279
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_115873" align="alignleft" width="199" caption="Ilustrasi-Cukup menikah sekali saja. Jika ada niat menambah, jangan katakan siapa-siapa/Admin (shutterstock)"][/caption] Teringat saat itu, seorang teman menikah untuk ketiga kalinya. Kebetulan yang menjadi penghulu seorang ustadz yang memang dikenal tegas dalam keagamaannya. Sebelum acara ijab qabul dimulai, penghulu langsung menanyakan ke semua yang berhadir,"siapa yang jadi saksi? Harus yang tadi ada shalat shubuh." Tak dinyana, salah seorang peserta acara yang sudah berusia sekitar 70 tahun dan saya sendiri yang terpilih menjadi saksi. Jujur, saya tercekat. Lha, saya sendiri belum pernah menikah, ini malah diminta menjadi saksi atas pernikahan teman, yang ketiga lagi. Juga, memang tidak pernah sebelumnya diminta untuk memegang peranan sebagai saksi. Dalam kekalutan saya tersebut. Sambil mengingat-ingat ilmu agama yang pernah saya pelajari dari ibtidaiyah sampai kuliah terkait dengan hukum-hukum yang berhubungan dengan pernikahan, permintaan menjadi saksi pernikahan, saya terima. Tapi, alhamdulillah. Meski tetap kalut, namun semua proses berjalan dengan baik. Sayang sekali, penghulu yang terkenal tegas itu sempat mencandaiku,"Sudah menikah?" Dengan polos saja saya menjawab,"Belum Pak Ustadz." "Usia kamu sekarang berapa...?" " Sedang bergerak menuju kepala tiga, Pak." "Aduh, jangan lama-lama lagi. Semoga, dengan kesediaan kamu menjadi saksi pernikahan ini memberimu motivasi untuk juga bisa cepat-cepat menikah." Ujarnya dengan terkekeh. Saya hanya menanggapi dengan senyum simpul. Sampai selesai acara pernikahan tersebut. Setelah penghulu berpamitan. Peserta yang berhadir di situ, umumnya memang para orang tua, justru menjadikan saya sebagai bahan obrolan. Bukan karena saya sudah menyelamatkan muka mereka, tetapi karena ternyata yang menjadi saksi nikah cuma mengenal pernikahan lewat buku-buku agama dan melihat orang-orang menikah. Terasa sangat tidak nyaman juga dijadikan sebagai bahan obrolan demikian. Tapi, coba juga untuk tenangkan pikiran dan hati. Sudah resiko bergaul dengan orang-orang yang jauh lebih tua. Meski, dalam hati waktu itu sempat terbetik,"sebaiknya untuk menerima sebuah tawaran serius, sedikitnya harus memiliki pengalaman sendiri. Menjadi saksi untuk pernikahan ketiga, minimal harus sudah pernah menikah dua kali." Ups (ZA)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun