Apalagi kemudian kehadiran pemimpin yang menduduki kekuasaan tanpa melalui proses pemilu, menjadi ancaman lainnya yang mengundang perlawanan. Singkatnya, birahi kekuasaan segelintir elite membawa keresahan secara nasional. Dari Desember tahun lalu, negara tersebut bahkan tidak memiliki pemerintah yang bisa berfungsi secara efektif.
Lebih jauh, harga yang harus dibayar oleh keputusan hukum yang menafikan konsekuensi dan harapan rakyat, negara tersebut mengalami kerugian tidak kecil. Padahal ini kesohor sebagai negara Asia yang memiliki peringkat tiga besar, khususnya di Asia Tenggara.
Jumlah wisatawan yang biasanya melonjak tajam ke negara ini, seketika menurun drastis. Roda ekonomi terhambat. Investor pun tak berani mengarahkan pandangan ke negeri tersebut. Gonjang-ganjing politik membawa keresahan tidak saja di dalam negeri, tapi juga berpengaruh ke luar negeri.
Apalagi media-media pun dikuasai oleh militer, tak terkecuali televisi. Meski tidak mengakui adanya kudeta, tapi dunia sepakat melihat kudeta telah terjadi di sana, satu hal yang terjadi berulang kali di negara yang menjadi referensi Yusril tersebut.
Tapi kan, referensi Yusril dari sisi keberanian penerapan keputusan hukum saja yang dikeluarkan Mahkamah Konstitusi Thailand?
Memang, tapi apakah, jika katakanlah Mahkamah Konstitusi negeri kita juga melakukan langkah-langkah dan keputusan "berani" versi Yusril, tidakkah akan berdampak serupa atau paling tidak, mirip dengan yang terjadi di Thailand?
Prabowo, yang dibela Yusril telah menjadikan Korea Utara sebagai referensi untuk membandingkan kualitas demokrasi di negaranya. Ini masih sedikit bisa dimaklumi, terlepas tepat tidaknya bahan perbandingannya itu. Karena dorongan emosi dan sulitnya menerima kekalahan, membuat capres tersebut terbawa lamunan layaknya remaja putus cinta dan merasa dunia berakhir karenanya. Tapi, ketika seorang Yusril menjadikan Thailand sebagai referensi, saya jadi kian dibalut tanda tanya yang saya yakini juga dirasakan banyak rakyat di republik ini. Atau, saya yang mengada-ada? (TWITTER: @zoelfick)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H