Mohon tunggu...
Zulfikar Akbar
Zulfikar Akbar Mohon Tunggu... Jurnalis - Praktisi Media

Kompasianer of the Year 2017 | Wings Journalist Award 2018 | Instagram/Twitter: @zoelfick

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Skandal DIKTI: Ironi Kuliah di Luar Negeri

6 September 2014   10:40 Diperbarui: 18 Juni 2015   01:28 10330
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

(5) Keterlambatan yang berulang-ulang setiap tahun (padahal sudah tahun ke-6 program ini) telah menjadi bahan pembicaraan para supervisor/profesor di tempat studi kami. Kampus saya saat ini tidak menerima kandidat baru dengan beasiswa DIKTI. Tahun ini, dua pendaftar ditolak. Ini bisa mencederai nama bangsa.

(6) Ada apa dengan pengelola Beasiswa LN DIKTI? Mohon jangan hanya menyelesaikan masalah per kasus, karena ini persoalan sistemik. SEMUA penerima Beasiswa DIKTI mengalaminya. Perbaiki sistem. Kalau perlu, alihkan ke lembaga/badan khusus.

Terlepas bahwa isi laporan itu sendiri tanpa adanya nama pelapor yang jelas, tapi setidaknya, ini sudah menunjukkan bahwa terdapat gelagat ketidakberesan di DIKTI. Walaupun dari sisi keakuratan dan fakta-fakta versi laporan ini masih perlu penelusuran lebih lanjut. Tapi paling tidak, saya kira, pihak terkait perlu melihat persoalan ini dengan serius.

Apalagi, jika kasus ini memang faktual, maka sebenarnya yang terjadi adalah penjajahan yang sangat besar. Apalagi penjajahan itu terjadi terhadap kalangan yang tak lain akan menjadi pendidik yang membantu lahirnya intelektual-intelektual masa depan. Jika mereka dijajah dan dipaksa untuk mengiyakan keculasan, sedangkan mereka tak memiliki ruang untuk berbicara leluasa, apakah bisa dipastikan fenomena ini takkan membawa dampak di masa depan?

Jangan lupa, banyak kasus adanya sebagian akademisi berbuat curang, bukan tak mungkin juga karena mereka diakrabkan dengan ketidakjujuran pada saat mereka harus memupuk ilmu ke level tertinggi dengan tradisi-tradisi berperadaban terendah. Baik terpaksa ataupun tidak. Jika ini terbiarkan, maka dosa masa depan berada di tangan pihak yang mendiamkan masalah-masalah seperti ini.

Mudah-mudahan, kasus ini mendapatkan perhatian dari pihak-pihak terkait, tak terkecuali Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Jika tidak, kehancuran dunia intelektual mengancam Indonesia. Jika sudah begitu, maka kehancuran manusia Indonesia hanya tinggal menunggu waktu. (Twitter: @ZOELFICK)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun