Mereka memiliki kekuatan dan kekuasaan untuk melahirkan sebuah kebijakan, lantas semena-mena melahirkan kebijakan yang berangkat hanya dari aspirasi koalisi mereka saja. Soal bagaimana keinginan rakyat, mereka bisa menutupinya dengan skenario; menurunkan kader-kader militan untuk menunjukkan bahwa rakyat mendukung mereka, dilengkapi dengan beberapa demonstran yang kesulitan mencari pekerjaan dan bersedia untuk dibayar.
Di sinilah mereka mengibuli rakyat. Mereka mementaskan drama, bahwa misi yang sedang mereka jalankan adalah misi yang berangkat dari keinginan menjawab keinginan rakyat. Mereka dengan halus, menutup borok-borok yang berada di kepala dan mulut mereka sendiri. Di sini, hanya masyarakat yang masih memiliki mata nurani menyala saja bisa melihat ulat-ulat di kepala mereka. Hanya rakyat yang memiliki penciuman di dalam nurani saja yang bisa merasakan busuknya aroma mulut para politisi di koalisi tersebut.
Karenanya, sekarang jelas, jika ditanyakan, apakah Koalisi Merah Putih adalah kawan atau lawan? Maka, rakyat yang masih menghargai hak mereka sebagai rakyat, masih sadar bahwa kualitas koalisi tersebut hanya cukup untuk menjawab kepentingan partai dan golongan mereka saja, akan setuju bahwa koalisi itu telah memilih menjadi lawan rakyat!
Ke depan, gebrakan koalisi itu takkan berhenti dengan keberhasilan mereka menggemakan tawa lewat kesuksesan mengembalikan pemilihan kepala daerah lewat DPRD. Mereka masih memiliki rencana busuk lainnya, yang bisa saja membuat negara ini tersuruk dalam kebusukan. Tanpa perlawanan, mereka bisa menjadi penyakit yang mematikan. Setidaknya, inilah firasat saya sebagai salah seorang rakyat di negeri ini.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H