Melihat dari perspektif strategi, hal itu memang sangat terlihat brilian. Mengutip kembali teori perang, jika mendiamkan pihak lawan bergerak tanpa mengusiknya, maka hanya akan membuat lawan kian menguat dan akan sulit ditaklukkan.
Butuh prajurit yang bisa masuk ke pihak lawan, didukung dengan pasukan pemecah konsentrasi lawan lewat propaganda, dan para penyerang dengan berbagai spesialisasi. Spesialisasi masing-masing itu menjadi kekuatan, yang jika disatukan akan menjadi kekuatan dahsyat untuk menjatuhkan atau bahkan memusnahkan lawan sekaligus.
Di sinilah Rachmawati bermain. Ia sangat menyadari bahwa dirinya adalah tokoh bangsa sekaligus berasal dari keluarga yang memang sangat terpandang. Itu tentu saja merupakan sebuah kelebihan. Kekuatan ini sedang digunakannya dengan sangat baik.
Eksesnya sangat banyak masyarakat yang akhirnya terkecoh dan benar-benar membenarkan apa saja yang dikatakannya. Apa saja yang ia umbar cenderung akan terlihat sebagai sebuah kebenaran. Di sinilah terjadi amnesia massal, seolah ketokohan identik dengan kebenaran.
Korban dari praktik culas begini tentu saja adalah masyarakat. Terutama mereka yang terjebak ke dalam militansi tanpa adanya sikap kritis dalam melihat, sejauh mana kebenaran dari sebuah kabar yang diembuskan.
Rachmawati mengetahui, militansi pengikut di gerbongnya, dari "tim hore" hingga pelaku lapangan, pasti akan mendukung apa saja manuvernya yang dikira akan menguntungkan kelompok tersebut.
Logika yang sedang dijalankan tidak lagi, sejauh mana sebuah terobosan itu bermanfaat bagi masyarakat. Tapi sejauh mana hal ini menguntungkan bagi kepentingan kelompok.
Mereka bahkan tidak peduli, jika katakanlah berbagai skenario itu berhasil, Jokowi bisa dijatuhkan, siapakah sosok yang mau diajukan sebagai pemimpin di negeri ini. Amien Rais? Prabowo Subianto? Fadli Zon? Anis Matta? Atau, Rachmawati sendiri yang pantas menjadi presiden pada saat skenario itu berhasil?
Tentu saja, yang menyebut mereka pantas memimpin negeri ini tak lebih dari pengikutnya saja. Sebab masyarakat saat ini tak lagi hidup di zaman rezim dengan seluruh informasi berada dalam kontrol. Publik dengan mudah mengakses berbagai informasi dengan mudah.
Yang sebenarnya sulit, tak lebih daripada gembar-gembor Rachmawati bahwa ia sudah berhasil mendapatkan data kuat bahwa Joko Widodo memiliki rekening luar negeri. Tapi jika benar ia melakukan ini, dan tidak mengada-ada, mungkin ia layak mendapatkan aplaus karena telah membuka sebuah kebenaran.
Hanya sejauh mana omongan seorang Rachmawati bisa dipercaya? Wallaahu a'lam