Sebelum membahas lebih jauh penulis ingin menjabarkan secara singkat apa pengertian media massa? Media bisa didefinisikan sebagai perantara, khususnya perantara dalam menyampaikan pesan. Dan massa berhubungan dengan kata banyak, tidak teorganisir dan terbuka. Jika digabungkan pengertian media massa adalah perantara pesan yang bisa dinikmati banyak kalangan. Media massa memiliki beberapa bentuk yaitu TV, radio, koran dan majalah (Bungin, 2013).
Kembali pada judul yang penulis bahas. Media massa yang akan penulis bahas dalam tulisan ini yaitu TV. Dalam masyarakat kita TV merupakan salah satu media massa yang banyak dinikmati. Hal ini dikarenakan TV mampu menyajikan berbagai tayangan hiburan sampai politik dengan perpaduan gambar dan suara. Acara TV menyodorkan berbagai macam acaranya dimulai pagi hari sampai tengah malam. Seiring berjalanya waktu banyak fenomena acara yang ditayangkan TV untuk menarik minat penontonya untuk menonton. Salah satu acara TV yang cukup unik adalah acara “selidik menyelidik” tentang tindakan merugikan konsumen yang dilakukan oleh produsen. Tindakan merugikan ini bisasanya melibatkan sector ekonomi informal dan kebanyakan pelaku yang diangkat dalam acara ini adalah pedagang makanan. Banyak episode yang sudah dibahas dalam acara ini seperti: “bakso borak”, “saus tomat berbahan tomat busuk”, “mie ayam berformalin” dan judul judul boombastis lain yang mengundang penontonya untuk melihat dan bertujuan untuk menaikan rating acara tersebut.
Dengan menghadirkan bintang tamu yang tidak lain adalah pelaku dari judul yang diangkat, misalnya tema yang dibahas adalah “bakso borak” , maka acara tersebut mengundang oknum dari pedagang bakso borak. Setelah berhasil mengundang bintang tamu tersebut sesi wawancara pun dimulai, wawancara yang ditayangkan tidak menampakan wajah oknum yang melakukan kecurangan, hanya berupa suluet hitam yang nampak di layar TV, hal ini bertujuan untuk melindungi identitas oknum tersebut. Pertanyaan yang disodorkan kepada pelaku tersebut biasanya seputar kenapa melakukan kecurangan tersebut? Dan hampir semua bintang tamu yang diundang menjawab dengan berbagai jawaban dan initnya sama yaitu “untuk mendapatkan keuntungan lebih” (pertanyaan yang sebenarnya tidak penting, karena hampir semua orang mengetahuinya). Pertanyaan selanjutnya yaitu bagaimana cara melakukan kecurangan tersebut ? Misalanya tema yang dibahas mengenai “mie berformalin” maka oknum pedagang tersebut menjunjukan prosesnya. Proses mulai dari membeli bahan pembuatan mie seperti tepung sampai formalin dan cara pembuatan mie tersebut diperlihatkan secara langsung. Ketika si oknum pergi ke pasar, meracik mie yang dibuat dari berbagai bahan salah satunya formalin, sampai menjual mie tersebut, Oknum pedagang tersebut tidak pernah lepas dari pantauan kamera.
Peliputan segala aktifitas kecurangan oknum pedagang ini bukan tanpa masalah. Acara TV tersebut merupakan bagian dari media massa dan media massa memiliki fungsi sebagai sarana pencerahan atau pendidikan bagi masyarakat (Bungin, 2013). Ketika konten dari acara tersebut menyayangkan berbagai tehknik kecurangan yang dilakukan oleh oknum-oknum “nakal”, bukan tidak mungkin jika hal tersebut akan dijadikan contoh. Memang sebelum acara ini dimulai ada peringatan yang disampaikan, intin peringatan tersebut adalah himbauan bahwa acara ini bertujuan memberikan pengetahuan bagi konsumen dan tidak dianjurkan untuk ditiru. Menurut penulis himbauan peringatan tersebut sangatlah naif, ayolah jika memang tidak dianjurkan untuk ditiru kenapa masih ditayangkan? Film yang ditayangkan di TV dengan banyak mengandung unsure kekerasan dengan rating D atau dewasa pun masih banyak ditonton anak dibawah umur, apalagi acara TV “selidik menyelidik” ini yang memberikan tutorial bagaiamana cara mendapatkan untung besar otomatis bisa menjadi guide atau pedoman bagi yang menonton untuk mencoba, himbauan di awal acara menurut penulis hanya sekedar bentuk formalitas belaka, karena hibauan tersebut hanya ditampilkan hanya dalam durasi beberapa detik saja.
Masalah lainya yang ditimbulkan dari acara TV “selidik menyelidik” ini adalah semakin tersingkinrnya sector ekonomoni informal. Marginalisasi ini disebabkan sikap ketakutan berlebih yang diciptakan acara ini terhadap konsumen yang menonton acara ini. Banyak dari konsumen setelah menyaksikan acara ini menjadi takut atau khawatir membeli bakso langganan yang lewat didepan rumah. Meskipun ada himbauan pembawa acara ini, yang menyatakan bahwa tidak semua pedagang melakukan tidakan curang tersebut, tapi menurut penulis kekhawatiran tersebut tetap ada.
Saran
Tidak bisa dipungkiri bahwa acara TV “selidik menyelidik” memberikan pencerahan tentang fenomena yang tidak diketahui masyarakat. Akan tetapi lebih banyak kerugian yang ditimbulkan daripada manfaat yang dihasilkan acara TV “selidik menyelidik”. Pengetahuan yang kita dapatkan dari acara TV “selidik menyelidik” justru menjadi salah satu alat pembenar bahwa banyak pedagang yang melakukan tindakan tersebut dan secara otomatis turut mendorong marginalisasi atau peminggiran sector ekonomi informal. Saran dari penulis adalah lebih baik jangan menayangkan acara TV seperti ini, kalau terpaksa harus tetap ditayangkan maka penyampain tentang kecurangan yang dilakukan oleh oknum-oknum ini harus lebih difokuskan hanya pada bentuk-bentuk kecurangan apa yang sudah dilakukan. Dan cara-cara melakukan tindakan kecurangan tersebut tidak boleh ditayangkan, karena bisa menjadi contoh bagi penontonya.
Sumber Bacaan
Bungin, Burhan. 2013. Sosiologi komunikasi. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H