Dinamika dari Timur
Tradisi Nusantara telah melahirkan Warisan Budaya Dunia berupa Wayang Kulit, Batik, Keris, Angklung, Subak, Tari Saman, dan Noken. Mengapa? Karena sejumlah warisan tersebut telah memampukan dirinya berdialog dengan peradaban dunia baik secara estetika maupun secara dialektika. Secara estetika, ia telah memberi warna bukan saja pada hidup manusia di Nusantara tetapi juga pada manusia segala bangsa. Secara dialektika warisan budaya tersebut telah mampu memberikan makna pada hidup bangsa-bangsa di dunia.
Perjalanan panjang warisan tradisi tersebut telah teruji secara imanen dan transenden, secara lahir dan batin, juga secara esoterik dan secara eksoterik. Secara esoterik ia memberikan makna etika tentang nilai-nilai joang yang terdapat dalam tradisi seni itu sendiri, sedangkan secara eksoterik ia terbukti mampu memancarkan keindahan yang tidak hanya keindahan pada dirinya sendiri tetapi telah jauh melampaui sejarah yang sangat ketat dan ternyata mampu menembus dunia kontemporer. Ia tetap membawa tradisi masing-masing tetapi mampu memasuki dunia kontemporer secara cair dan bisa diterima oleh bangsa manapun.
Tradisi
Didalam tradisi, terkandung 4 elemen yang diwariskan secara turun-temurun. Empat elemen itu adalah:
1. Adat dan adat istiadat.
2. Kearifan lokal dan pengetahuan lokal.
3. Seni.
4. Budaya.
Di dalam adat dan adat istiadat, terkandung nilai-nilai joang yang terus diperjuangkan sejak dahulu untuk diwariskan kepada generasi penerus.
Kearifan dan pengetahuan lokal mengandung filosofi kehidupan yang dijadikan sebagai pandangan hidup komunitas.
Seni adalah upacara bersama, sebuah meditasi untuk mendengarkan suara alam semesta, sebuah ritus yang memberi kesempatan kepada manusia untuk memperbaharui jiwa saat demi saat.
Dalam kebudayaan, termaktub bagian yang integral dalam mempertahankan dan mengembangkan kebenaran, harga diri, dan jiwa kepahlawanan.
Dinamika tersebut telah mampu mencuatkan ragam pesona secara universal dan oleh karenanya menjadi warisan budaya dunia yang memiliki nilai-nilai universal juga. Dalam konteks ke-Indonesiaan, sebuah gerakan merawat tradisi — merajut keberagaman, untuk membangkitkan spiritualitas dalam rangka merumuskan gagasan-gagasan tentang Nusantara demi “masa depanIndonesia masa depan” menjadi sangat penting. Mengapa? Dunia ilmu pengetahuan dan teknologi telah berkembang begitu pesatnya, dimana ia telah mampu memperbesar “tubuh manusia”. Untuk memperbesar “tubuh batin” manusia, diperlukan sebuah pendekatan kebudayaan dan peradaban yang bisa menjawab tantangan jaman, khususnya masa depanIndonesia masa depan.
Dinamika dari timur
Dinamika adalah tahap ke-3 dari tahap-tahap sebelumnya. Tahap pertama adalah “romantika” dimana para pelaku melakukan proses werawat tradisi agar bisa diwariskan secara turun-temurun. Disini, sebuah upaya dilakukan dalam bingkai estetika sehingga melahirkan hal-hal yang romantik.
Tahap ke-2 adalah dialektika, dimana para pelaku melakukan dialog dengan situsi kongkrit pada saat itu agar mampu keluar dari belenggu-belenggu yang membuat kemandegan supaya bisa menyesuaikan dengan keadaan zaman tanpa terlepas dari akar.
Tahap ke-3 adalah tahap dinamika. Apa yang telah diraih melalui fungsi dan perannya dalam menjaga dan merawat tradisi sehingga mampu menyesuaikan dengan perubahan zaman, diperkaya dengan gagasan-gagasan baru, ide-ide baru, dan pemerkayaan yang inovatif agar memiliki nilai sebagai visi yang jauh ke depan. Ini disebut sebuah proses “aja mèlik nggéndhong lali—dèn éling lan waspada”.Sebuah upaya untuk menemukan terang penghayatan atas makna “ngèlmu iku kelakoné kanthi laku”.
Menguak Rahasia Batik Parang Curiga
Wiku Dadi Pambukaning Kalbu
Batik adalah kitab, adalah guru, yang akan membuka hati sanubari sang pemakai melalui kekayaan piwulang-nya. Jika latar pada batik menggambarkan kejernihan dan keleluasaan wawasan, kekayaan dan sucinya perasaan, serta kehalusan kebijaksanaan, maka, motif pada batik, menunjuk pada inti visi atau cita-cita kehidupan manusia yang merupakan titik-titik perjalanan hidup yang tengah, dan akan terus dipersambungkan oleh narasi “sangkan paraning dumadi”.
Batik Motif ParangBarong, Motif Poleng, Parang Curiga, Parang Blambangan, Parang Sekardadu, yang merupakan karya pencapaian estetika sebagai buah terang penghayatan dari seorang Nunuk Setiawati Susanto adalah literasi tentang falsafah hidup sebagai sumber inspirasi untuk membentuk karakter sang pemakai.
Sehingga, sebagai “ageman” atau busana, batik adalah kitab, adalah guru, yang berjalan, yang bukan saja dalam rangka mengarungi sandyakalaning sejarahnya sendiri, tetapi adalah sejarah itu sendiri. Sejarah tentang hidup manusia.
Secara estetika, batik yang lahir dari sebuah pro-ses penghayatan semacam itu, akan memberi warna pada hidup manusia.
Sebagai cermin kebijakan etika, batik menyimpan “piwulang” pada setiap motifnya. Yaitu, sebuah “pituturluhur” agar supaya hidup manusia menjadi bermakna. Ini adalah perjalanan memenuhi dharmauntuk menguak makna transendensi dari sebuah karya. Karya yang darinya akan melahir berbagai epifani.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H