Mohon tunggu...
S Diyah
S Diyah Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

12 Oktober 1994

Selanjutnya

Tutup

Politik

Black Campaign vs Negative Campaign: yang Satu Pengecut, yang Satu Hina!

20 Mei 2014   19:17 Diperbarui: 23 Juni 2015   22:19 104
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pembicaraan mengenai Pemilihan Umum (Pemilu) tidak akan lepas dari pembicaraan mengenai kampanye. Mengutip dari wikipedia, kampanye politik adalah sebuah upaya yang terorganisir bertujuan untuk memengaruhi proses pengambilan keputusan para pemilih dan kampanye politik selalu merujuk pada kampanye pada pemilihan umum. Dalam rangka memengaruhi para pemilih, berbagai strategi kampaye pun dilakukan oleh kalangan elit partai politik (parpol) untuk menaikan citra partainya maupun citranya sendiri, termasuk di dalamnya strategi black campaign (kampanye hitam) maupun negative campaign (kampanye negatif).

Black campaign biasanya dilakukan untuk menjatuhkan lawan dengan jalan menyebarkan isu-isu tertentu yang merugikan pihak lawan serta biasanya dilakukan secara tersembunyi. Dalam strategi black campaign isu-isu yang dilemparkan ke ranah publik biasanya tidak didasarkan atas fakta sehingga sering sekali black campaign berujung pada pemfitnahan. Inilah yang menjadi bahaya karena dapat memicu timbulnya konflik.

Sedangkan untuk negative campaign, strategi negative campaign biasanya dilakukan dengan jalan menggali sedalam-dalamnya sisi buruk maupun kelemahan lawan untuk kemudian melemparkannya ke ranah publik. Tidak jarang para tokoh juga berusaha menggali masa lalu atau track record buruk rivalnya seperti yang terjadi menjelang Pemilihan Umum Presiden (Pilpres) 9 Juli 2014 mendatang, yaitu isu pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) yang ‘konon katanya’ dilakukan oleh salah satu bakal Calon Presiden. Pada intinya negative campaign tetap berdasarkan atas fakta.

Jika harus membandingkan antara keduanya, tentu saja negative campaign lebih baik daripada black campaign karena dalam black campaign isu-isu yang digulirkan tidak didasarkan atas fakta, berbeda dengan isu-isu yang digulirkan dalam strategi negative campaign. Dengan digulirkannya isu-isu tersebut sebenarnya cukup menguntungkan para pemilih karena para pemilih menjadi lebih mengenal track record calon yang akan mereka pilih untuk kemudian memilih yang dianggap terbaik di antara keduanya. Meskipun strategi negative campaign oleh sebagian orang dianggap cukup baik dan menjadi warna tersendiri dalam Pilpres mendatang, tetapi bagi saya dua-duanya sama-sama berada dalam sisi yang buruk. Yang satu pengecut, yang satu hina. Merindukan kampanye yang baik dan santun, mengharapkan peran Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) yang seutuhnya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun