Jean Paul Sartre, seorang filusuf eropa yang memberikan identitas nampak pada filsafatnya sebagai eksistensialisme, penisbatan ini tentu berdasarkan inti pemikirannya. Ungkapan eksistensi mendahului esensi oleh satre ini memberikan kualifikasi atas filsafat eksistensialisme. Filsafat yang lahir diantara abad ke-19 dan 20 ini mendasarkan prinsip pemikiran tentang manusia adalah sebagai mahluk yang sadar atas keberadaan dirinya sebagai individu, pancaran keluar dari diri merupakan dampak dan sebagai hubungan untuk membentuk nilai-nilai kehidupannya sendiri, artinya segala sesuatu berasal dari dirinya dan kendali serta tanggung jawab adalah dirinya. Sebenarnya pemikiran filsafat ini bisa dikatakan kompleks namun sederhana, kompleksitasnya terdapat pada beberapa prinsip pemikiran dan sederhananya bahwa pemikiran ini menempatkan manusia sebagai objek dan objek secara bersamaan atau dengan asumsi berasal dari manusia dan berakhir sebagai manusia.Â
Siapa yang tak kenalSubstansi mendahului Aksiden, keberadaan mendahului selainya
Absurdisme ala Albert Camus
Pemikiran terkenalnya adalah mengenai bahwa manusia dan alam semesta tidak dapat berjalan atau bekerja dengan keserasian / kesesuaian, pemikirannya memberikan suatu gambaran bahwa absudisme muncul dengan landasan bagi individu tidak dapat menempatkan suatu tujuan jelas yang terukur berdasarkan makna yang bukan berasal dari dirinya. Ini yang dimaksud kompleksitas aliran filsafat eksistensialisme sekaligus terkandung kesederhanaan didalamnya. Singkatnya begini, yang dimaksud oleh camus sebenarnya mirip dengan yang dimaksud oleh Kierkegaard bahwa ke-absurd-an muncul adanya dua makna bertemu antara makna yang berasal atau yang diciptakan oleh kesadaran manusia dan makna yang hadir diluar kesadaran manusia, atau makna atas kebebasan aksi dari pilihan manusia dengan makna dari luar dirinya (yang ini ada karena individu lain atau kausalitas alamiah). Camus meletakan pemikirannya sebagai dalih bagi manusia untuk mengembangkan diri dan menciptakan makna tentang kehidupan berdasarkan kesadaran internal manusia tanpa memaksakan kesadaranya disandingkan dengan makna lain.Â
Absurd itu ketika kita tidak menemukan makna yang dimaksud dalam pemahaman kita, yang kemudian kita anggap sebagai sesuatu yang aneh
Maka menurut saya, sebagai perspektif, absurditas muncul bukan berasal dari individu manusia melainkan adanya benturan makna antar individu dalam lingkup sosial di ruang-waktu yang sama. Yang kemudian disumsikan oleh camus sebagai bentrokan makna internal dan eksternal, karena sejatinya camus memiliki pemikiran bahwa absurditas hanya terjadi jika makna internal dipaksakan dengan makna lain. Titik temunya adalah jika tidak adanya pemaksaan untuk menyerasikan makna anatara individu bahkan alam semesta maka tidak akan ada absurditas atau sebenarnya letak makna internal dan eksternal tidak berbeda secara keberadaan melainkan aksidensi. Â Artinya sesuatu akan kita katakan absurd ketika memang dalam pemikiran kita makna yang kita absurd-kan itu tidak eksis, seperti contoh; Seorang manusia menikah dengan seekor kuda, proposisi yang bagi sebagian orang memiliki makna atas suatu kepercayaan terhadapnya akan mengatakan 'ya itu wajar saja', tapi bagi sebagian orang akan mengatakan 'wah, kelakuan yang absurd', nah ini berdasarkan hadirnya makna dalam pemikiran seseorang, bagi absudisme makna yang tercipta mengenai pernikahan manusia dengan hewan merupakan salah satu makna yang diciptakan oleh manusia itu sendiri atas dasar apapun dengan dalih kebebasan bertindak dan pilihannya. Patokan pemikiran ini adalah makna internal sebagai pondasi individu bersikap bebas atas pilihannya, tentu jika kita tidak membatasi dengan makna individu lainya akan berdampak bahaya terlebih pemahaman ini difahami begitu saja tanpa kajian lebih dalam.
Being In Itself Ala Sartre
Menurut saya, inti pemikiran eksistensi adalah apa yang dikatakan sartre ini 'keberadaan dalam dirinya sendiri' kemudian menjadi ungkapan lebih populer yaitu 'eksistensi mendahului esensi'. Pemikirannya ini bisa dikatakan mencakup beberapa asas dalam berkehidupan sosial, pengakuan keberadaan manusia dengan nilainya sebagai suatu kebebasan diri disertai tanggung jawabnya atas nilai-nilainya. Memberikan suatu pandangan bagi kita bahwa meskipun manusia memiliki kebebasan atas dirinya sebagai manusia namun dengan adanya tanggung jawab atas kebebasan itu, dan dengan pemahaman bahwa pemaksaan makna terhadap diluar dirinya menjadi suatu batasan bagi manusia mengekspresikan kebebasan di tengah kehidupan masyarakat. Artinya kebebasan antar individu dengan sendirinya tidak bisa berebenturan dan harus adanya suatu tatanan yang mengatur kebebasan tertentu dengan landasan membatasi kebebasan yang dapat menimbulkan kekacauan.Â
Kebebasan individu dibatasi oleh kebebasan individu lainya, tanggung jawab merupakan keniscayaan manusia terhadap maknanya sendiri
Berbicara pandangan sartre yang satu ini sangat menarik bahwa keberadaan makna manusia tentang kehidupan yang kemudian melahirkan nilai-nilai baginya itu hanya berlaku untuk dirinya sendiri, dan jika diupayakan diluar dirinya maka secara tidak langsung keberadaan makna pada dirinya menciptakan makna tanggung jawab atas segala sesuatu sikap atau tindakan. Menurut saya ini relevan karena sartre memfokuskan terhadap segala sesuatu tentang manusia itu sendiri, makna-makna seperti 'kita ini siapa?', 'kita ini mau kemana?', dan 'kita ini sedang dan mau berbuat apa?' itu adalah pengungkapan makna manusia (kebebasan dan tanggung jawab). Juga menurut sartre bahwa ketika manusia menelaah keseluruhan dirinya (masa lalu dan realitas saat ini) itu menciptakan makna apa yang akan ia lakukan atas penilaian internal serta peran tanggung jawab setelahnya.
Pembelajaran yang kita dapat ?
Jika kita membaca sekian banyak literasi tentang eksistensialisme ini tentu akan disuguhkan konsepsi-konsepsi yang lebih rumit, dari satu konsepsi utama kemudian dipecah menjadi berbagai konsepsi yang bisa dikatakan agar pembaca dapat memahami pemikiran ini dengan spesifikasi yang utuh. Dari apa yang saya fahami tentang pemikiran ini bahwa keharusan kita sebagai manusia memiliki makna internal yang tanpa kita sadari kita sudah memilikinya yaitu sering kita sebut sebagai prinsip hidup, karena makna internal kita sebagai manusia adalah tentang apa, bagaimana dan mau kemana manusia itu. Kemudian pemikiran ini memberikan pembelajaran bahwa kehidupan masyarakat merupakan bertemu dan berkumpulnya makna-makna berbeda secara harfiah tidak akan menimbulkan perselisihan karena makna-makna itu disertai tanggung jawab, kebebasan individu bukan suatu tujuan utama melainkan tujuan sekunder setelah kebebasan masyarakat, dan kita memahami bahwa kebebasan individu dibatasi oleh kebebasan individu lainya sehingga munculah sikap saling menghormati-menghargai, saling menjaga-bertanggung jawab, dan sikap saling lainya.
Barangkali apabila ada kesalah-fahaman atas uaraian saya diatas yang berdasarkan pemikiran dan perspektif pribadi mohon dikoreksi dan pencerahanya, saya sangat senang apabila pemikiran saya mendapati pencerahan agar terhindar dari jebakan pemikiran, karena menurut saya jebakan pemikiran sangat berbahaya. Terima kasih saya ucapkan dan semoga bermanfaat untuk para pembaca yang baik-hati.Â
-Salam Literasi-
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H