Mohon tunggu...
Agus Priyanto
Agus Priyanto Mohon Tunggu... Freelancer - sodarasetara

----

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Kebijakan Neoliberal Sri Mulyani Hancurkan Optimisme Jokowi & Visi Trisakti-Nawacita

24 Juni 2017   11:01 Diperbarui: 24 Juni 2017   21:43 970
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

https://twitter.com/bima_____/status/878278435822387200
https://twitter.com/bima_____/status/878278435822387200
Dari sisi daya beli rakyat, menurut penelitian Gede Sandra juga mengalami kemerosotan. "Biro Pusat Statistik (BPS) mengumumkan upah riil harian buruh tani mengalami kenaikan 0,62%. Sedangkan upah riil buruh bangunan (tukang bukan mandor) malah mengalami penurunan sebesar -0,07%. Jadi pertumbuhan 5% tidak dirasakan oleh kelas rakyat tersebut, tidak cukup tingkatkan kesejahteraan mereka" ungkap Gede Sandra lagi seperti yang dilansir dalam opininya di kedaipena.com, 22 Mei 2017

Kebijakan pencabutan subsidi TDL terhadap 18,7 juta pelanggan listrik 900 VA sejak Januari hingga Mei 2017 lalu, jelas berdampak langsung terhadap sekitar 56,1 juta suara dukungan presiden Jokowi di Pemilu 2019 nanti. 56,1 juta suara yang terdampak secara langsung akibat pencabutan subsidi TDL tersebut tentu saja jumlah yang sangat signifikan.

Jika dikonversi terhadap jumlah DPT Pelpres 2014 yang totalnya 190.307.134 pemilih, 56,1 juta Rakyat Indonesia yang menjadi korban pencabutan subsidi TDL 900VA tersebut setara dengan sekitar 30% suara dukungan terhadap Presiden Jokowi berpotensi hilang atau berpindah. Jumlah suara yang benar-benar sangat signifikan jika diabaikan dalam penggalangan dukungan menuju pemilu 2019. 56,1 juta penduduk terdampak langsung kebijakan pencabutan subsidi tersebut, menurut sebagaian besar kekuatan utama relawan pendukung Jokowi hampir setara dengan memenangkan hati dan suara rakyat di 3 provinsi dengan jumlah pemilih terbanyak (Jabar dengan DPT sekitar 38 juta pemilih, Jateng dengan DPT menurut Pilpres 2014 sekitar 27 juta pemilih dan Jatim dengan DPT sekitar 32 juta pemilih) yang akan menyelenggarakan Pilkada Serentak 2018.

Di tengah situasi kritis yang kini tengah dihadapi oleh Presiden Jokowi di sisa masa pemerintahan untuk wujudkan legacy sebagai modal untuk Pemilu 2019, rencana dilakukannya reshuffle kabinet harus benar-benar diletakkan sebagai evaluasi kebijakan dan keberpihakan ideologis dari jajaran menteri-menteri kabinet Jokowi selama 1 tahun terakhir. Sejarah telah mencatat bahwa dukungan politik kepada presiden Jokowi pada Pelpres 2014 dilandasi oleh ideologi kerakyatan sehingga mampu mendorong partisipasi aktif gerakan relawan rakyat. Jika jalan ideologi kerakyatan (Trisakti dan Nawacita) ini kembali dikhianati, bukan tidak mungkin Rakyat Indonesia di kemudian haru bakal memiliki penilaian yang sama bahwa pemerintahan Jokowi tidak lebih baik dari pemerintahan-pemerintahan sebelumnya yang 'takluk' terhadap tekanan kekuatan Neoliberal dan oligarkhi partai politik.

Agus Priyanto, Aktifis Pergerakan mantan Sekjend LMND

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun