Mengapa Presiden Jokowi menetapkan Tahun 2016 sebagai Tahun Percepatan di jajaran Kabinet Kerja dan Pemerintahan di seluruh Indonesia? Ini tidak lain karena Presiden Jokowi sadar bahwa setelah 1 tahun pemerintahannya, diperlukan pembuktian terhadap janji-janji politiknya kepada mayoritas rakyat pemiliki kedaulatan di negeri ini yang mengantarkannya sebagai nahkodi di negeri yang sedang mengembalikan kejayaan maritimnya ini.
Saat ini, publik telah memperoleh berbagai informasi dan juga fakta di lapangan bahwa beberapa menteri di Kabinet Kerja masih mewarisi tradisi pemerintahan sebelumnya yang membiarkan praktek KKN diantara jajarannya. Publik tentu ingat dengan praktek-praktek ini mulai dari kasus korupsi di Pelindo 2 yang diintervensi langsung oleh Jusuf Kalla, Menteri BUMN bahkan ada nama Menteri Bappenas Sofyan Djalil. Publik tentu juga ingat dengan munculnya evaluasi Menpan RB terhadap sesama menteri di Kabinet Kerja dan beredarnya katabelece di media massa.
[caption caption="www.slideshare.net/arbib/nawa-cita"]
Menjawab pertanyaan tersebut, publik harus mengingatkan kembali bahwa Reshuffle Kabinet bukan dalam kepentingan dagang kekuasaan yang akan menghambat jalan mewujudkan pemerintahan yang bersih sehingga sanggup mengembalikan kewibawaan negara dan pemerintahan di tengah-tengah rakyat.
Publik perlu menjaga sang Nahkoda negeri maritim yang terus-menerus mengajak dialog dengan mayoritas rakyat kecil lewat kunjungan kerja-kunjungan kerja di berbagai daerah serta memantau distuasi melalui akun sosial media atau media massa ini.
Sang nahkoda, Jokowi, curhat kepada kita, mayoritas rakyat pemegang kedaulatan negeri ini, saat kunjungan kerja di Brebes, Jawa Tengah, 11 April 2016.
Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengakui bahwa hingga saat ini belum ada kesepakatan dengan Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) mengenai reshuffle kabinet.
"Sampai saat ini kami bicara terus (soal reshuffle). Hanya sampai saat ini belum (sepakat)," kata Jokowi, Senin (11/4/2016).
Oleh karena itu, publik perlu kembali membuka Konstitusi secara bersama-sama. Di dalam UUD 1945, pasal 4 ayat 2, dinyatakan bahwa "dalam melakukan kewajibannya Presiden dibantu oleh seorang Wakil Presiden".
Tetapi fakta yang terjadi, tidak sedikit publik yang menilai kewenangan yang dimainkan oleh Wakil Presiden terlalu jauh dari yang ada dalam Konstitusi kita.
Jika rencana Jusuf Kalla seperti yang di-skenario-kan diatas berjalan, maka the real presiden akan kembali JK. Praktek pejabat yang KKN dan pengerukan sumber daya serta pembangunan infrastruktur yang dikerjakan oleh pemerintahan Jokowi hanya akan dinikmati oleh segelintir orang di negeri yang kaya raya ini.