Kita kembali bertanya-tanya, seperti yang terjadi ketika Faisal Basri menjadi Ketua Tim Reformasi Tata Kelola Migas yang tak independen, kenapa kini ketika menjadi wakil ketua Tim Counterpart Blok Masela kembali menunjukkan pembelaannya secara tak objektif. Tak objektif tersebut adalah cara Faisal Basri yang melemparkan isu adanya kepentingan pembangunan pipa dari perusahaan tertentu tanpa sebut nama perusahaannya.
Kejanggalan dari pernyataan Faisal Basri berikutnya adalah permintaannya untuk menertibkan Menko Rizal Ramli. Dalam konteks ini, Faisal Basri jelas telah berposisi sebagai pihak yang tidak independen dengan pembelaannya terhadap Inpex Jepang, Shell Belanda, Poten and Partner Australia
Mengakkhiri tulisan ini, saya ingin mengajak beberapa kalangan yang selama ini menuduh pihak yang ingin mempertimbangkan pengelolaan Blok Masela secara onshore (darat) tidak mendukung gagasan pengembangan industri maritim. Jika selama ini banyak pendapat yang mengatakan bahwa Blok Masela harus mendorong penguatan industri maritim, maka yang harus diperhatikan dari industri maritim itu bukanlah banyaknya kapal yang lalu lalang di laut, tapi industri maritim tersebut harus menciptakan konektivitas perekonomian antar kepulauan di Indonesia dengan adanya pertukaran komoditas antara kepulauan. Pengembangan industri maritim yang ingin kita kembangkan haruslah industri yang ketika mulai banyak kapal beroperasi di lautan indonesia adalah kapal-kapal yang juga membawa komoditas jadi (bukan bahan mentah dan bahan setengah jadi saja) dari Indonesia Timur dan kemudian Indonesia Timur hanya jadi pasar barang-barang.Â
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H