Pratap Triloka, dengan konsep keseimbangan dan harmoni, menekankan bahwa setiap keputusan harus memperhitungkan berbagai aspek kehidupan, menjaga keseimbangan antara kebutuhan individu dan kelompok. Ketika digabungkan, filosofi ini mengajarkan bahwa pemimpin tidak hanya memimpin dengan contoh dan inspirasi, tetapi juga dengan kebijaksanaan yang mempertimbangkan keseimbangan dalam seluruh sistem, menciptakan ruang bagi pertumbuhan dan inovasi.
Bagaimana nilai-nilai yang tertanam dalam diri kita, berpengaruh kepada prinsip-prinsip yang kita ambil dalam pengambilan suatu keputusan?
Nilai-nilai yang tertanam dalam diri kita berperan sebagai fondasi kokoh dalam setiap keputusan yang kita ambil. Bagi seorang Guru Penggerak, nilai-nilai seperti berpihak pada murid, kemandirian, kolaborasi, refleksi, dan inovasi menjadi pemandu utama dalam menghadapi tantangan sehari-hari. Setiap keputusan yang dibuat harus mencerminkan prinsip-prinsip ini.
Ketika keputusan berpihak kepada murid, kita memastikan bahwa setiap tindakan yang kita ambil berfokus pada kesejahteraan dan perkembangan mereka. Kemandirian, di sisi lain, memberi kita kekuatan untuk bertindak secara bijaksana dan mandiri, merespons konflik dengan penuh tanggung jawab. Kolaborasi menjadi kunci dalam mengatasi masalah bersama, melibatkan berbagai perspektif untuk mencapai solusi terbaik.
Namun, keputusan tidak berakhir di sana—nilai refleksi mendorong kita untuk selalu mengevaluasi setiap tindakan, mencari cara untuk terus memperbaiki diri. Inovasi menantang kita untuk mencari solusi kreatif dan efektif, memecahkan masalah dengan cara yang lebih cerdas.
Lebih jauh lagi, prinsip-prinsip kebajikan universal seperti keadilan dan tanggung jawab memberikan pondasi moral dalam setiap pengambilan keputusan. Dengan demikian, keputusan yang kita buat bukan hanya mencerminkan kecerdasan, tetapi juga kebijaksanaan, menciptakan dampak positif yang berkelanjutan bagi semua pihak.
Bagaimana materi pengambilan keputusan berkaitan dengan kegiatan ‘coaching’ (bimbingan) yang diberikan pendamping atau fasilitator dalam perjalanan proses pembelajaran kita, terutama dalam pengujian pengambilan keputusan yang telah kita ambil? Apakah pengambilan keputusan tersebut telah efektif, masihkah ada pertanyaan-pertanyaan dalam diri kita atas pengambilan keputusan tersebut? Hal-hal ini tentunya bisa dibantu oleh sesi ‘coaching’ yang telah dibahas pada sebelumnya.
Coaching adalah seni membantu individu atau kelompok dalam mengambil keputusan secara lebih terstruktur dan reflektif. Melalui coaching, seorang fasilitator membantu klien menemukan arah tujuan, memperluas perspektif, dan melakukan refleksi mendalam terhadap keputusan yang telah diambil.
Dengan model alur TIRTA, guru dan pendidik dapat mengidentifikasi masalah secara jelas dan mendalam, dibantu oleh pertanyaan berbobot yang mendorong eksplorasi lebih lanjut. Pendekatan ini sejalan dengan 9 langkah pengambilan keputusan yang sistematis.
Coaching bukan hanya tentang memberikan jawaban, tetapi memfasilitasi proses refleksi yang membuka wawasan, memperkuat kepercayaan diri, dan mendorong keputusan yang lebih baik dan efektif. Di sini, tantangan dihadapi dengan cara yang lebih percaya diri, berbasis evaluasi dan pengembangan keterampilan yang matang.
Bagaimana kemampuan guru dalam mengelola dan menyadari aspek sosial emosionalnya akan berpengaruh terhadap pengambilan suatu keputusan khususnya masalah dilema etika?