Mohon tunggu...
Asep Sobirin
Asep Sobirin Mohon Tunggu... -

pemikir (mikiran jang resiko dapur supaya terus ngebul)

Selanjutnya

Tutup

Politik

Siapa Capres Pewaris Semangat Bung Karno dan Siapa Pewaris Pak Harto?

3 Juli 2014   05:54 Diperbarui: 18 Juni 2015   07:43 99
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Dalam Pilpres 2014 ini hanya menghadirkan 2 kandidat Capres-Cawapres yang dipilih langsung oleh rakyat, berbeda ketika Pilpres 2004 dan 2009 begitu ‘banyak pilihan’, sehingga rakyat terbelah 3, ada yang pilih no 1 (Prabowo-Hatta), no 2 (Jokowi-JK) dan Golput.

Media Massa yang Tidak Netral

Tidak bisa dipungkiri media massa merupakan salah satu kekuatan yang bisa ‘merubah kebijakan rezim yang berkuasa’, khususnya pada rezim SBY. Setidaknya ada beberapa opini yang digulirkan oleh media massa, sehingga rezim SBY ‘terpengaruh’ dengan opini tersebut, seperti ke(tidak)bijakan menaikkan harga BBM sampai reshuffle Menteri pada kabinet jilid I dan lain-lain.

Begitu bangganya rakyat pada media massa, karena media massa mampu mengimbangi kekuatan rezim yang tidak pro rakyat. Kita kilas balik pada masa penjajahan Belanda, dimana media massa saat itu, majalah-majalah Islam (salah satunya majalah Pembela Islam) mampu membangkitkan semangat perjuangan dan kemerdekaan, serta membendung pemikiran-pemikiran yang anti Islam.

Pergulatan pemikiran melalui media massa ini pun tidak pernah berhenti dari sejak Pra Kemerdekaan RI sampai Orde Lama berkuasa, dari mulai masalah fiqih sampai masalah ketatanegaraan, sebut saja A. Hassan, M. Natsir dan Bung Karno berdebat masalah ketatanegaraan, apakah mau negara yang Islami atau sekuler? (dalam hal ini Bung Karno bangga dengan negara Turki modern ala Kemal Attaturk).

Namun ketika Orde Baru berkuasa, media massa yang kritis mulai dibungkam, dibredel dan tidak boleh terbit kembali, sehingga media massa pun mulai mengendap-endap. Baru ketika era Reformasi bergulir dengan jatuhnya Soeharto (Orba) media massa mulai menggeliat kembali. Mereka menampakkan diri, membuka jati dirinya kembali. Namun kebebasan pers tersebut bukannya mencerahkan umat, tapi lebih kepada kebebasan sebebas-bebasnya, majalah, tabliod porno pun mulai bergeliat, bahkan majalah Playboy ala Amerika Serikat pun menampakkan diri di bumi bermayoritas Islam ini.

Itulah sekelumit jatuh bangunnya media massa dalam beberapa orde. Pada intinya media massa mampu ‘menggiring’ massa antara pro dan kontra terhadap penguasa. Namun bila kita melihat konstelasi politik menjelang Pilpres 2014 ini ada yang beda, dimana masyarakat merasa jenuh dengan pemberitaan di media massa, apakah itu Televisi, Koran maupun website yang sudah tidak netral dalam pemberitaan, mereka menjadi pendukung salah satu Capres dan menjelekkan Capres yang lain, ada apa ini?!

Tidak aneh memang, karena pemilik media massa sebagian besar milik para politisi, ketika politisi pemilik media massa mendukung salah satu Capres, maka media massa yang ia pimpin akan senantiasa memberitakan yang baik-baik dan ‘menjatuhkan’ karakter Capres yang lain. Hal yang paling kentara adalah Metro Tv (Pro Jokowi) dan Tv One (Pro Prabowo), kenapa hanya 2 Tv ini yang begitu gencar dalam dukung mendukung? karena kedua Tv ini kontennya dalam hal berita. Begitu pula media koran dan majalah, seperti Tempo (yang sekuler-liberal) mendukung habis-habisan terhadap Jokowi dan menjatuhkan Prabowo, begitupula Kompas begitu malu-malu mendukung Jokowi (biar kelihatan netral), begitu pula media massa Islam yang pro Prabowo-Hatta, yang kebanyakan menyalurkan opininya di dunia maya (website).

Tidak hanya media massa, Ormas yang tidak berafiliasi dengan Parpol mulai terlihat dukung-mendukung. Diantaranya FUUI (Forum Ulama Umat Indonesia) dengan jelas mengharamkan memilih Jokowi dan mewajibkan memilih Prabowo dalam maklumat yang dibacakan Ketua-nya KH. Athian Ali, begitu pula dipihak Jokowi terhimpun beberapa orang yang kontroversial, dari aliran kiri, aliran sekuler-liberal sampai Syiah, seperti Oneng, Budiman Sudjatmiko (mantan aktivis PRD), Musdah Mulia (pendukung Lesbi-Homosex, ia juga mengungkapkan bila Jokowi jadi RI 1 siap cabut TAP MPRS XXV/1966 tentang pelarangan PKI), Jalaludin Rahmat (caleg terpilih PDIP yang Ketua Dewan Syuro IJABI/Syi’ah) dan lain sebagainya. Kalau Parpol sudah pasti dukung-mendukung karena mereka mempunyai kepentingan kekuasaan, seperti semua Parpol Islam, bermassa Islam (PKS, PBB, PPP, PAN minus PKB) dan Partai Nasionalis Partai Golkar dan Gerindra mendukung Prabowo (pendukung Jokowi mengolok-olok Prabowo dengan gerbong partai korup, padahal justru PDIP no urut 1 terkorup lho-versi ICW!), sedangkan Jokowi didukung oleh partai nasionalis PDIP, Partai Nasdem, PKB, Hanura dan PKPI.

Pewaris Semangat Bung Karno dan Pewaris Pak Harto

Orla dan Orba

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun