Salah satu tujuan wisata di desa ini adalah Air Terjun Sendang Gila (baca : Gile') dan Air terjun Tiu Kelep yang terletak dalah satu lokasi.
Untuk menuju air terjun Sendang Gila ini, setelah membayar tiket masuk sebesar Rp. 2.000, jalanan yang dilalui merupakan anak tangga yang sudah relatif bagus, yang berkisar hingga ratusan anak tangga. Dikelilingi pepohonan yang sangat rimbun, seolah membuat kita menyatu dengan alam. Tak sampai 15 menit menuruni anak tangga, tibalah saya di air terjun Sindang Gile. Sekilas dari jauh air terjun ini memiliki 2 tingkat. Ternyata air yang jatuh dari tebing ini tidak langsung jatuh ke tanah, melainkan sedikit tertahan di sisi tebih yang menjorok keluar seperti kolam penampungan sebelum air terjun tersebut jatuh ke tanah. Hanya terdapat beberapa wisatawan lokal dan mancanegara, karena memang saat itu bukan saat liburan, sehingga kondisi air terjun tidak terlalu ramai pengunjung.
Menurut cerita, air terjun ini ditemukan penduduk yang pada saat itu tengah mengejar Singa gila (sengang gila) yang lari menuju hutan setelah merusak desa mereka. Namun pelafalan “Sengang” tersebut berangsur-angsur berubah menjadi “Sendang”, dan sampai saat ini, air terjun tersebut lebih dikenal dengan sebutan “Sendang Gila”.
Setelah puas menikmati air terjun ini, saya melanjutkan perjalanan menuju air terjun kedua yaitu Air Terjun Tiu Kelep. Perjalanan menuju air terjun Tiu Kelep ini sedikit menantang dengan bonus pemandangan yang indah melalui jalur batu-batu gunung dan kanan-kiri tebing yang hijau serta pepohonan yang sangat rimbun. Di salah satu jalur melintasi tebing hutan, terdapat bekas longsoran tebing yang disebabkan oleh curah hujan yang tinggi. Namun jalur tersebut masih aman dilalui.
Kurang lebih setelah 45 menit berjalan, suara buncahan air pun terdengar dan akhirnya setelah melewati bebatuan yang besar, tampaklah di hadapan saya pemandangan yang sangat indah. Bagai lukisan alam, air terjun yang jatuh ke bawah dengan debit yang besar, membuncah seperti menari-nari. Lokasi air terjun Tiu Kelep ini dikelilingi oleh tebing tinggi yang tertutup oleh pepohonan dan lumut, dan pada salah satu sisinya, terdapat air yang mengalir keluar dari tebing-tebing tersebut, sehingga saat dilihat seperti tirai air yang besar.
Menikmati keindahan Mentari Terbenam di Bukit Malimbu
Seperti niat awal saya, untuk menuju kembali ke kota Mataram, saya mengambil jalan melalui Bukit Malimbu dan pantai Senggigi. Lagi-lagi saya dihadapkan dengan kontur jalanan yang berkelok-kelok, menanjak dan rusak dibeberapa bagian. Karena kondisi badan sudah mulai lelah, saya pun memacu sepeda motor saya dalam kecepatan sedang, sembari menikmati hamparan lingkar pantai barat pulau Lombok ini.
Tiba di Bukit Malimbu, sudah banyak muda-mudi yang berdatangan. Tempat ini memang dalam beberapa tahun terakhir banyak dikunjungi baik oleh penduduk Lombok, maupun wisatawan yang ingin menkmati indahnya matahari terbenam, apalagi ketika jalan dari Senggigi menuju Pamenang ini sudah diperbaiki. Dari bukit Malimbu ini pula, kita dapat melihat gugusan pulau-pulau Lombok Barat, yaitu Gili Trawangan, Gili Air dan Gili Meno.
Setelah membeli kelapa muda dari pedagang yang banyak berjualan di sekitar bukit Malimbu, saya pun membaur dengan muda-mudi Mataram ini untuk bersama-sama menikmati indahnya lukisan senja. Sayang awan mendung masih mendominasi langit pantai Malimbu ini, sehingga pemandangan sunset yang terlihat kurang maksimal.