Mohon tunggu...
Sobat Budidaya
Sobat Budidaya Mohon Tunggu... Penulis - Media

Knowledge Center for Sustainable Aquaculture in Indonesia #aquacultureforfuture #ayobudidayaikan |Campaign |Product |Project |

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Perizinan Berusaha bagi Pembudidaya Kecil di Era UU Cipta Kerja

27 April 2021   14:30 Diperbarui: 29 April 2021   11:14 1583
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Undang - Undang Cipta Kerja (UUCK) dan peraturan pemerintah turunan UUCK telah diterbitkan dengan semangat menyederhanakan banyaknya peraturan dan perizinan usaha pada semua sektor, salah satunya subsektor perikanan budidaya. Sesuai dengan PP 5 tahun 2021 tentang penyelenggaraan perizinan berusaha berbasis resiko, untuk memulai atau melakukan kegiatan usaha, pelaku usaha wajib memenuhi persyaratan dasar perizinan berusaha dan perizinan berusaha berbasis resiko.

Persayaratan dasar perizinan terdiri dari  Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang, Persetujuan Lingkungan, Persetujuan Bangunan Gedung (PBG), dan Sertifikat laik Fungsi (SLF). Tambak atau Kolam Ikan budidaya tidak memerlukan PBG dan SLF karena tidak termasuk kedalam jenis bangunan, akan tetapi bangunan disekitarnya seperti gudang pakan, rumah jaga dan lain-lain masih memerlukan PBG dan SLF.

Perizinan berusaha berbasis resiko di bagi menjadi empat, antara lain tingkat Resiko Rendah, Resiko Menengah Rendah, Resiko Menengah Tinggi dan Resiko tinggi. Sesuai dengan lampiran II PP No 5 Tahun 2021, Usaha pembenihan dan/atau pembesaran ikan dengan skala usaha Mikro dan Kecil memiliki tingkat resiko menengah rendah, sedangkan skala usaha Menengah dan Besar memiliki tingkat resiko menengah tinggi.

Sesuai dengan PP no 7 tahun 2021 tentang Kemudahan, Pelindungan, dan Pemberdayaan Koperasi dan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah, kriteria skala usaha berdasarkan modal usaha atau hasil penjualan. Untuk Skala Usaha Mikro dan Kecil, kriteria besaran modal usaha adalah maksimal 5 miliar rupiah tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha, sedangkan besaran hasil penjualan maksimal 15 miliar per tahun, maka dari itu diasumsikan Pembudidaya Kecil masuk ke dalam Skala Usaha Mikro dan Kecil.

Perizinan Bagi Pembudidaya Kecil

Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang (KKPR) dijelaskan pada PP 21 tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang. Usaha budidaya yang menggunakan ruang darat perlu memiliki KKPR sedangkan usaha budidaya yang menggunakan ruang laut baik untuk wadah budidaya maupun sarana prasarana pendukung seperti pipa untuk menyedot air seperti pada usaha tambak udang perlu memiliki Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut.

Pemerintah memberikan kemudahan bagi pembudidaya kecil dalam mendapatkan KKPR. Pelaku UMK yang menggunakan ruang hanya perlu membuat pernyataan mandiri yang menerangkan bahwa kegiatan usahanya sesuai dengan tata ruang, sehingga tidak melalui proses penerbitan KKPR. Kesesuaian tata ruang dengan lokasi usaha dapat dilihat pada aplikasi Gistaru atau dapat konfirmasi pada Dinas Tata Ruang. Walaupun hanya pernyataan mandiri yang diupload di sistem OSS saja yang diperlukan, perlu adanya pencatatan dan pengendalian oleh Kementerian ATR sebagai penanggung jawab dan dapat diatur pada Peraturan Menteri ATR yang sedang disusun.

Kemudahan mendapatkan KKPR hanya dirasakan oleh pembudidaya kecil yang menggunakan ruang darat, sedangkan dalam mengurus KKPR laut tidak ada perbedaan bagi skala UMK. Seharusnya pengurusan KKPR laut yang diatur oleh Direktorat PRL KKP perlu mengikuti pengaturan KKPR sehingga memudahkan pembudidaya kecil dalam mendapatkan perizinan dasar sekaligus mendukung peningkatan produksi budidaya sesuai dengan visi misi Menteri KP. Penyederhanaan perizinan yang dilakukan KKP adalah telah mengintegrasikan KKPR Laut  dengan perizinan instalasi pengambilan air laut dan pemanfaatan air laut selain energi. 

 Perizinan dasar lain yang harus diurus oleh pembudidaya kecil adalah persetujuan lingkungan. Persetujuan lingkungan tercantum pada PP 22 tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Jenis dokumen persetujuan lingkungan antara lain Surat Pernyataan Pengelolaan Lingkungan (SPPL), Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup (UKL-UPL) dan Amdal.

 Jenis usaha yang wajib SPPL, UKL-UPL atau Amdal akan diatur pada Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan dengan meminta masukan oleh KL terkait, dalam hal perikanan budidaya yaitu KKP. KKP telah memberikan masukan bahwa kegiatan budidaya dengan skala UMK wajib memiliki SPPL sedangkan skala UMB wajib memiliki UKL-UPL. Jika masukan tersebut disetujui oleh KLHK maka sangat memudakan bagi pembudidaya kecil karena pengurusan SPPL relatif mudah. Pengurusan SPPL dilakukan dengan cara menyetujui format pernyataan mandiri yang telah disediakan pada sistem OSS. Walaupun demikian, pemerintah perlu menyediakan IPAL Komunal bagi pembudidaya kecil yang dengan lokasi lahan yang berdekatan, seperti pembudidaya kecil pada usaha tambak udang yang biasanya berlokasi berdekatan hingga beberapa hektar.

Pembudidaya kecil memiliki tingkat resiko menengah rendah sehingga selain perizinan dasar untuk menerbitkan NIB, pembudidaya kecil perlu menerbitkan Sertifikat Standar. Sesuai dengan lampiran II PP No 5 Tahun 2021, bagi pembudidaya kecil penerbitan sertifkat standar hanya melalui Self Declare bahwa akan menerapkan cara budidaya ikan yang baik bagi pembesaran ikan, dan penerapan cara pembenihan ikan yang baik bagi pembenihan ikan.

Pengawasan dan Sanksi Bagi Pembudidaya Kecil

Proses pengurusan perizinan berusaha bagi pembudidaya perlu dilakukan hanya melalui sistem OSS dan tidak ada lagi tatap muka. Pendelegasian perizinan yang diberikan kepada Pemerintah Daerah akan diatur melalui Peraturan Menteri dan perlu tetap terintegrasi dalam OSS. Rekomendasi teknis dari kementerian terkait dapat dilakukan didalam sistem OSS sehingga ketika kementerian terkait tidak memberikan rekomendasi teknis sesuai dengan waktu yang telah diberikan maka secara otomatis akan disetujui oleh sistem OSS.

Pasca UU CK terdapat penataan ulang sanksi dengan penerapan Ultimatum Remedium, artinya pengenaan sanksi pidana merupakan upaya terakhir. Jika hanya pelanggaran terkait administrasi saja hanya dikenakan sanksi adminstrasi. Akan tetapi jika pelanggaran telah menimbulkan dampak terhadap kesehatan, keselamatan, keamanan dan lingkungan maka memungkinkan dapat dikenakan sanksi pidana.

Pada saat ini KKP sedang menyusun Peraturan Menteri terkait Pengenaan Sanksi Administratif di Bidang Kelautan dan Perikanan. Sanksi pada kegiatan budidaya ikan sebenarnya tidak tercantum pada PP No 5 Tahun 2021, akan tetapi pada Rancangan Permen KP tersebut perikanan budidaya masuk ke dalam salah satu kegiatan yang dikenakan Sanksi Administrasi. Sanksi Administrasi terdiri dari peringatan/ teguran tertulis, paksaan pemerintah, denda adminstratif, pembekuan perizinan berusaha dan/atau pencabutan perizinan berusaha. Pada Peraturan Menteri tersebut seharusnya dibedakan pengenaan sanksi berdasarkan skala usaha dan tingkat resiko. Untuk usaha budidaya skala UMK dan tingkat resiko menengah rendah perlu diutamakan pembinaan dan pemahaman terkait perizinan berusaha.

Hal penting lainnya yang harus diperhatikan adalah terkait dengan pelanggaran perizinan berusaha sektor kelautan dan perikanan yang menimbulkan pencemaran dan kerusakan sumber daya laut dan/atau sumber daya ikan. Pada pelanggaran tersebut diharapkan tidak terdapat sanksi yang sama yang dikenakan pada sektor lingkungan hidup dan kehutanan sehingga dapat memberatkan pembudidaya ikan.

Perlindungan dan Pemberdayaan Pembudidaya Kecil

Produk peraturan lainnya dari turunan UU CK adalah PP no 7 tahun 2021 terkait Kemudahan, Perlindungan dan Pemberdayaan Koperasi dau Usaha Mikro, Kecil dan Menengah. Pemerintah pusat dan daerah diamanatkan untuk melakukan pembinaan dan pendaftaran bagi UMK. Pemerintah melakukan identifikasi dan pemetaan UMK berdasarkan tingkat resiko.

Pemerintah yang telah melakukan identifikasi dan pemetaan perlu mendaftarkan UMK melalui sistem OSS untuk mendapatkan perizinan berusaha. Jadi pemerintah harus melakukan "jemput bola" untuk melakukan pendampingan bagi pembudidaya kecil eksisting yang mengalami kesulitan dengan sistem yang baru.

Pendampingan juga dilakukan pada penerapan sertifikat standar sehingga penerapan sertifikat standar tidak hanya sebatas persyaratan tetapi juga dapat dipraktekan oleh pembudidaya kecil. Dalam hal pembudidaya kecil terkena pelanggaran dan mendapatkan sanksi, pemerintah wajib memberikan bantuan hukum untuk mendampingi pembudidaya kecil dalam melalui proses pemberian sanksi, misalnya untuk melakukan banding terhadap sanksi yang diberikan sesuai dengan mekanisme banding yang tercantum pada Permen KP.

Besar harapan adanya penyederhanaan yang nyata untuk mendukung pengembangan pembudidaya kecil di Indonesia maka semangat penyederhanaan perizinan pada UU Cipta Kerja perlu dipertahankan sampai dengan pengaturan teknis yang diatur dalam Peraturan Menteri. Penyederhanaan perizinan pada level prosedur dan rekomendasi teknis oleh masing-masing kementerian terkait harus terintegrasi dengan sistem OSS sehingga mengurangi "tatap muka". Semakin banyak adanya "tatap muka" biasanya semakin banyak dari oknum yang melakukan pemerasan kepada pelaku usaha. Peraturan di Daerah juga harus harmonis dengan peraturan pemerintah pusat sesuai dengan PP No 6 tahun 2021 tentang Perizinan Berusaha di Daerah, bahwa pembentukan Peraturan Daerah harus melibatkan Kementerian Dalam Negeri dan seharusnya juga melibatkan instansi terkait lainnya. (Modannys)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun