Di tengah kemajuan teknologi yang terjadi saat ini kita di mudahkan untuk mengakses banyak informasi secara digital melalui gadget. Sehingga gadget menjadi barang wajib yang harus di bawa kemanapun. Â Namun ternyata ada satu suku di daerah Banten yang memilih hidup sederhana tanpa gadget, tanpa akses internet dan listrik. Namanya adalah Suku Baduy.
Awalanya mendengarkan dan membanyangkan ceritanya saja sulit, ko bisa di tengah kemajuan teknologi saat ini masih ada orang-orang yang memilih hidup tanpa akses listrik dan internet, belum lagi dengan aturan lainya yang membuat saya penasaran. Untuk menjawab rasa penasaran tentang Suku Baduy, saya memutuskan untuk berkunjung langsung kesana menggunakan jasa open trip.
Pada Open trip ini ada 3 pilihan jalur yang bisa dipilih untuk menuju Baduy dalam.
- Jalur Umum: waktu tempuh naik dan turun lama sekitar 4-5 jam
- Jalur Mix: waktu tempuh naik lama sekitar 4-5 jam dan turun cepat sekitar 1,5jam atau sebaliknya
- Jalur Instan: waktu tempuh naik dan turun cepat sekitar 1,5jam
Saya sendiri memilih jalur mix. Perjalanan di tempuh dengan menggunakan KRL dari stasiun Cikarang tujuan stasiun Rangkasbitung. Kemudian harus transit terlebih dahulu di stasiun Tanah Abang.Â
Pukul 09.00 sampai di stasiun Rangkasbitung dan berkumpul dengan rombongan trip. Setelah itu melanjutkan perjalanan menggunakan elf menuju terminal Ciboleger. Perjalanan ditempuh dengan waktu 2 jam dengan jalan yang berkelok dan menanjak.
Sampai di terminal Ciboleger suasana cukup ramai dan cuaca panas sekali. Setelah persiapan selesai kami mulai tracking pukul 13.30 dengan cuaca yang cukup terik. Awal tracking sudah di suguhi tanjakan yang membuat nafas ngos-ngosan wkwk. Baru berjalan sekitar 1,5 jam tiba-tiba gerimis datang dan kemudian semakin deras. Akhirnya kami memutuskan menggunakan jas hujan.Â
Perjalanan semakin sulit karena hujan di sertai dengan petir dan jalur menjadi licin. Sesekali kami istirahat di rumah warga baduy luar untuk melepas lelah. Karena waktu semakin sore kami memutuskan untuk terus berjalan walaupun pelan.
Pukul 17.30 Saya tiba di desa Cibeo yang berada di kawasan Baduy Dalam. Rasanya takjub sekali melihat kesederhaan rumah-rumah Baduy Dalam yang hanya bisa terekam oleh mata.Â
Tidak ada kemewahan sama sekali, semua rumah sama terbuat dari bambu dengan atap dari ayaman. Selama di kawasan Baduy Dalam sendiri tidak diperbolehkan mengambil foto atau video.Â
Semua pengunjung yang masuk ke kawasan baduy dalam wajib mematuhi peraturan tersebut. Di Baduy Dalam juga tidak diperbolehkan mengguanakan detergen, shampoo, pasta gigi dan sabun mandi. Semua aktifitas yang membutuhkan air dilakukan di sungai yang mengalir dekat dengan kawasan rumah Baduy Dalam.
Saya menginap dirumah salah satu warga baduy dalam yang bernama Abah Darni. Setelah bersih-bersih dan berganti pakaian kering, malamnya kami menikamati makan malam sederhana berupa nasi, sayur asem, tempe goreng dan sambal kecombrang.Â
Meski sederhana namum terasa sangat nikmat. Setelah itu kami lanjut berkenalan dengan sesama teman trip dan tentunya dengan Abah Darni. Kami punya kesempatan bertanya apapun terkait suku baduy dalam. Banyak pertanyaan di kepala yang akhirnya terjawab malam itu.
Ada beberapa perbedaan antara Baduy Luar dan Baduy Dalam :
- Baduy Luar masih di perbolehkan menggunakan alas kaki dan kendaraan sedangkan Baduy Dalam tidak
- Ikat kepala Baduy Luar berwarna hitam sedangkan Baduy Dalam berwarna putih
- Pernikahan di Baduy Dalam terjadi karena perjodohan dan harus sama-sama dengan Baduy Dalam, jika ada yang menikah dengan baduy luar maka status baduy dalam akan berganti menjadi baduy luar dan tidak bisa masuk lagi menjadi baduy dalam
- Di Baduy dalam tidak di perkenankan menanam pohon singkong, cokelat dan kopi. Alasanya karena kepercayaan mereka tidak menyukainya.Â
Pagi harinya sebelum turun kami di ajak berkeliling desa Cibeo dan dijelaskan terkait rumah-rumah Baduy Dalam termasuk rumah kepala suku. Ada beberapa oleh-oleh yang bisa dibeli seperti kain khas Baduy, gantungan kunci dan alat makan dari bambu.
Tidak hanya liburan, perjalanan kali ini membuat saya sejenak hidup tenang tanpa gadget. Saya juga belajar untuk lebih dekat dengan alam dan belajar hidup dengan kesederhanaan ala suku Baduy Dalam.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H