Walk the Talk
Saya sendiri mencoba konsisten, walk the talk. Sejak tahun 1996 saya berusaha mengurangi timbulan sampah.Â
Sedapat mungkin bawa tas belanja sendiri, bawa wadah sendiri ketika membeli makan atau minum. Selalu bawa tempat minum. Menolak plastik ketika belanja di pasar (saya punya beberapa cerita unik tentang ini, kapan-kapan akan saya tulis di Kompasiana).
Memilah sampah juga saya lakukan, agar sampah non-organik masih bersih dan (semoga) dapat dimanfaatkan pemulung. Sampah organik? Buang (kubur) di kebun sempit kami.Â
Sampah yang keluar dari rumah kami sedapat mungkin yang jenis non-organik dan dalam keadaan bersih (tidak bercampur dengan sampah basah).
Belum bisa zero waste, karena betul-betul menghindar dari makanan atau minuman kemasan belum dapat saya lakukan (masih makan mi instan, masih beli peyek dalam kemasan plastik, masih beli roti dan makanan ringan yang dibungkus plastik, kadang masih minum kopi sasetan juga, dan lain-lain).Â
Juga belum bisa meninggalkan belanja online, yang pengemasannya saya anggap sering berlebihan, dan harus berakhir di tempat sampah. Belum lagi dosa-dosa saya di masa lalu, ketika saya masih menggunakan diapers untuk anak saya ketika masih bayi. Itu hal-hal yang membuat saya merasa bersalah.
TPA Leuwigajah memang sudah ditutup, kini berpindah ke Sarimukti. Namun kalau perilaku kita terhadap sampah masih tidak berubah, perpindahan itu hanya bermakna memindah permasalahan.Â
Di HPSN tahun 2023 ini, semoga kita makin sadar bahwa sampah yang kita hasilkan (masih) lebih banyak menimbulkan kerepotan orang lain. Terlebih bila sampah yang kita buang tidak dipilah, bercampur antara organik dan non-organik, jangan GR sampah kita akan jadi berkah (buat orang lain).
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H