Mohon tunggu...
Siwi Nugraheni
Siwi Nugraheni Mohon Tunggu... Penulis - Dosen salah satu PTS di Bandung

Menulis untuk belajar

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Kesalahan Umum dalam Penulisan Karya Ilmiah Mahasiswa

19 Februari 2023   22:53 Diperbarui: 20 Februari 2023   11:19 868
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bertahun-tahun menjadi dosen penguji memberi kesempatan pada saya membaca karya tulis ilmiah mahasiswa. Saya menandai beberapa kesalahan umum yang sering mereka lakukan. Di tulisan ini saya akan membahas lima di antara kesalahan-kesalahan tersebut.

1. Kesalahan Ketik

Salah ketik (typo) tentu umum terjadi, namun ada dua jenis salah ketik yang sering terjadi. Pertama adalah ketidaktepatan dalam menulis kata-kata yang berimbuhan. 

Contoh yang paling sering adalah penulisan kata 'menunjukkan', yang mereka tulis sebagai 'menunjukan'. Kasusnya kekurangan 'k'. Namun di sisi lain, mereka menulis 'peruntukkan', alih-alih 'peruntukan'.

Rupanya banyak mahasiswa yang tidak tahu bagaimana cara menelaah kata dasar dan imbuhannya: kapan (pe + kata dasar + an), kapan (me + kata dasar + kan).

Jenis salah ketik yang kedua adalah tidak dapat membedakan penulisan 'di' sebagai kata depan dari 'di' sebagai awalan. Biasanya justru terbalik. Contohnya: didalam, disekitar, dikalangan; dan, di kemukakan, di tunjukkan, di sarankan, di lakukan. Sebagai penguji, sering saya harus mengingatkan kembali materi pelajaran Bahasa Indonesia ini.

2. Pengutipan Rujukan

Kesalahan pengutipan sumber rujukan menjadi jenis kesalahan berikutnya. Pernahkah anda membaca karya tulis ilmiah di dalamnya tertulis seperti contoh dua kalimat berikut ini?

  • Menurut (Swastika, 2019), pendidikan usia dini tidak kalah pentingnya jika dibandingkan pendidikan pada jenjang-jenjang di atasnya.
  • Penelitian yang dilakukan oleh (Alexandra, 2013) menyimpulkan bahwa imunitas alami hasil infeksi dapat bertahan bahkan sampai puluhan tahun.

Ya, kesalahan pengetikan akibat penggunaan perangkat lunak pengutipan yang bekerja secara otomatis. Tetapi jika dibiarkan tentu sangat mengganggu struktur kalimat. Kesalahan tersebut juga menunjukkan bahwa mahasiswa tidak pernah membaca ulang hasil pekerjaan mereka.

Tidak konsisten adalah kesalahan lain dalam menulis sumber rujukan dalam pengutipan tidak langsung. Ada yang ditulis nama belakang penulis dan tahun publikasi, contohnya (Swastika, 2019). Di bagian lain dokumen ditulis nama lengkap dan tahun publikasi, misalnya (Dewi Setyawati, 2015), atau nama belakang, tahun publikasi, dan halaman tempat pendapat si sumber rujukan menyatakan hal tersebut, misalnya (Lestari, 2020:19). Tahukah para mahasiswa itu, ketidakkonsistenan dapat menimbulkan kecurigaan penguji atas terjadinya kecurangan dalam menyusun karya tulis ilmiah?

3. Mengurangi Kata

Banyak juga mahasiswa yang memiliki hobby mengurangi kata. Misalnya mereka menulis begini: 

"Dampak kenaikan BBM memicu inflasi". 

Saya selalu bertanya kembali pada mereka, "apanya BBM yang naik?". 

Ya, memang spanduk-spanduk unjuk rasa ketika ada kenaikan harga BBM bertulisan senada.

"BBM naik, rakyat sengsara."

Pengurangan kata juga terjadi di judul. Contohnya:

"Investasi pada Pertumbuhan Ekonomi Indonesia", padahal maksudnya, "Pengaruh Investasi pada Pertumbuhan Ekonomi Indonesia".

"Pandemi terhadap Kemiskinan di Perkotaan", padahal yang dimaksud, "Dampak Pandemi terhadap Kemiskinan di Perkotaan".

4. Artikel atau Jurnal?

Apakah mahasiswa anda sering tidak dapat membedakan Jurnal dari Artikel?

"Dalam jurnalnya, Hermanu & Sobar (2021) menyatakan bahwa penduduk di kampung adat itu masih memegang teguh ajaran leluhur mereka".

Dalam percakapan sehari-hari juga sering terdengar, "Punya jurnalnya Stiglitz yang tadi dibahas di kelas?"

5. Menciptakan Kata dan Istilah Baru

Banyak istilah atau kata yang lebih dikenal atau sering disebut dalam Bahasa Inggris, dan mahasiswa malas memeriksa atau mencari padanannya dalam Bahasa Indonesia. Maka yang terjadi adalah 'mengindonesiakan' istilah atau kata tersebut menurut selera mereka. 

Contohnya: citation diindonesiakan menjadi sitasi. Ketika sudah ada padanan kata yang baik (yaitu: kutipan), mengapa mesti membingungkan diri dan orang lain dengan menciptakan kata dan istilah baru?

Saya sebetulnya juga lebih setuju jika makin banyak yang kembali menggunakan kata 'penduduk' untuk menggantikan kata 'populasi' (sebagai terjemahan dari population); dan bakau bukan mangrove, agar kedua kata itu (yaitu: penduduk dan bakau) tidak punah. 

Khusus untuk kata 'populasi', terjemahan menjadi 'penduduk' justru lebih baik, sebab populasi tidak selalu merujuk pada populasi manusia, bisa saja populasi ikan, populasi walang, populasi monyet. Mari gunakan kembali "Jumlah Penduduk Indonesia", untuk menggantikan "Jumlah Populasi Indonesia".

Buat para guru dan dosen, apakah mahasiswa atau siswa anda juga memiliki kecenderungan yang sama? Buat para mahasiswa, tulisan ini barangkali dapat digunakan untuk menelaah kembali hasil karya tulis ilmiah kalian. Buat para joki karya tulis ilmiah? Bertobatlah, biarkan para mahasiswa belajar menulis dengan benar.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun