Mohon tunggu...
Siwi Nugraheni
Siwi Nugraheni Mohon Tunggu... Penulis - Dosen salah satu PTS di Bandung

Menulis untuk belajar

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Vaksin Booster, Perlukah?

7 Februari 2023   13:46 Diperbarui: 8 Februari 2023   12:36 173
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Baiklah, mari kita mulai membahas topik utamanya. Kawan-kawan saya yang dokter itu menyatakan, vaksin booster tidak sejalan dengan prinsip Immunology. Mekanisme kerja vaksin (yang meniru cara kerja 'infeksi alami'), menurut mereka adalah sebagai berikut. Ketika dimasuki vaksin, tubuh bertemu dengan virus (baru), dan sebagai reaksinya tubuh akan membentuk antibodi untuk 'menetralkan' virus tersebut (antibodi yang terbentuk adalah spesifik terhadap virus tersebut). 

Sejak itu, tubuh memiliki catatan tentang virus baru tersebut, dan data ini kemudian disimpan di sel memory. Kelak, ketika virus yang sama menyerang, sel memory akan mengingat, dan ingatan tersebut membantu tubuh membentuk antibodi dengan lebih cepat. Itulah sebabnya orang yang sudah divaksin, ketika terinfeksi virus yang sama akan memperlihatkan gejala yang lebih ringan. 

Jadi, fungsi vaksin yang utama adalah memasukkan data ke sel memory. Vaksin bukan tentang menjaga titer (kuantitas) antibodi (spesifik) tetap tinggi. Sampai di sini argumen vaksin cukup sekali (baca: satu dosis) menjadi masuk akal. Hmm..., rupanya prinsip ini sesuai dengan pemberian vaksin-vaksin untuk program imunisasi jaman dulu, ya? Dulu kita tidak mengenal booster untuk vaksin TBC, cacar, dan sebagainya. Semua cukup satu dosis.

Vaksin berkali-kali untuk menangkal infeksi virus (yang sama) didasarkan pada argumen bahwa dalam enam bulan setelah vaksin, jumlah/titer antibodi akan habis, maka perlu dibuat lagi dengan memasukkan vaksin dosis ke-sekian. 

Seperti HP yang low-batt, maka perlu di-charge; seperti pulsa yang habis, maka perlu top-up. Fungsi vaksin adalah untuk menjaga agar (titer) antibodi tetap tinggi. Argumen ini menganggap tubuh tidak dapat membentuk antibodi tanpa dipancing oleh vaksin. Titer antibodi yang tinggi dianggap bekerja seperti tameng, yang akan menangkal virus.

Dasar perbedaan pendapat antara para penganut 'vaksin cukup satu dosis' dan kelompok 'vaksin berkali-kali' ada di peran sel memory. Kelompok pertama (kawan-kawan dokter kenalan saya itu) percaya bahwa sel memory ada dan berperan. Kelompok yang berseberangan, para endorser vaksin booster, tidak mempercayai sel memory. Jadi kuncinya di SEL MEMORY. Uniknya, para pelaku di bidang kesehatan yang pro-vaksin-multi-dosis tidak pernah secara terbuka membantah peran sel memory, tetapi juga tidak meluruskan persepsi kaum awam yang menganggap cara kerja vaksin seperti nge-charge HP, atau top-up pulsa.

Salah satu kawan dokter (diantara kawan-kawan dokter saya itu) menjadikan tubuhnya sebagai bahan percobaan untuk membuktikan bahwa sel memory ada dan bekerja dengan baik. 

Caranya? Dia ikut vaksinasi dosis pertama, lalu beberapa minggu (saya lupa persisnya), ketika diperkirakan jumlah antibodi memuncak, dia cek titer antibodinya dan dicatat. Enam bulan kemudian, ketika diperkirakan titer antibodi sudah sangat rendah, dia ambil dosis kedua, dan mengulang hal yang sama, yaitu beberapa minggu setelahnya dia periksa kembali titer antibodi. Hasilnya? Jumlah (titer) antibodi hasil dari vaksin dosis kedua berlipat-lipat dari jumlah (titer) antibodi hasil vaksin dosis pertama. 

Dengan mengandaikan bahwa isi vaksin di dosis pertama dan dosis kedua sama persis, percobaan kawan saya ini membuktikan bahwa ada 'tangan tak kelihatan' yang bekerja melipatgandakan antibodi. Siapa dia? SEL MEMORY, yang membantu tubuh membentuk antibodi. Percobaan sederhana, tetapi bagi saya (yang awam ini), sangat masuk akal.

Vaksin berkali-kali untuk 'menangkal' virus yang sama bukan hanya tidak berguna, tetapi justru dapat memicu masalah kesehatan lain. Antibodi spesifik yang terus menerus tinggi dapat berakibat munculnya autoimun. Dalam hidup, kita berhadapan dengan berjuta (bahkan ada yang bilang bermilyar) virus di sekitar kita. Itu sudah suratan alam, lalu mengapa kita melatih tubuh kita untuk hanya fokus pada satu virus?

Perlu pula dicatat, kandungan vaksin bukan hanya virus yang dilemahkan, tetapi juga zat lain, misalnya zat pengawet, dan zat penstabil; yang tidak selalu aman bagi tubuh (kondisi tubuh masing-masing orang berbeda). Belum lagi vaksin non-konvensional yang menggunakan adenovirus hidup dan vaksin berbasis mRNA yang juga berisiko menimbulkan penyakit-penyakit lain. KIPI itu nyata. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun