Mohon tunggu...
Sesilia Novenda
Sesilia Novenda Mohon Tunggu... Freelancer - Happy to have another experience

Hai! Nama saya Sesil. Saya sangat senang dan antusias terhadap pekerjaan yang dapat memberikan layanan. Itu sangat menyenangkan :)

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Mengintip Unsur Layak Berita dari Kasus Transkrip Video Ahok

17 Oktober 2017   21:07 Diperbarui: 17 Oktober 2017   21:09 1570
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Media. Sumber ilustrasi: PIXABAY/Free-photos

Perkembangan zaman yang kian pesat turut memengaruhi perkembangan media. Perubahan mode yang terjadi membuat media sadar untuk melakukan perubahan. Awalnya mungkin orang kesulitan mendapatkan informasi dengan segera. Sekarang, hanya dengan hitungan detik kita dapat menikmati segala informasi yang kita inginkan.

Informasi kita dapatkan melalui media. Ketersediaan informasi ternyata tidak serta-merta sesuai dengan kebutuhan. Kita dituntut untuk dapat memilah informasi yang paling sesuai. Perkembangan media dimulai sejak berkembangnya internet. Adanya internet, kita dapat tersambung oleh seluruh orang yang di dunia dengan mudah.

Hadirnya internet mampu mengubah tatanan dan cara kerja berbagai hal, khususnya media. Masa awal hadirnya media, kita mengenal dengan media cetak. Kini, kita juga mulai mengenal adanya media onlineyang menyajikan informasi terkini. Sistem onlinedisinyalir turut memaksa orang secara tidak langsung untuk siap berhadapan dengan teknologi.

Informasi yang kita dapatkan biasanya disebut dengan berita. Berita sendiri adalah informasi aktual tentang fakta-fakta dan opini yang menarik perhatian orang (Kusumaningrat, H. & Purnama K., 2016, h. 40). Proses dalam mencapai berita sendiri melalui jurnalisme. Berdasarkan pengantar singkat di atas, jurnalisme yang lebih dikenal sekarang adalah jurnalisme online. Hal ini disebabkan karena kemudahan yang ditawarkan layanan internet dalam mengakses informasi.

Jurnalistik atau journalism berasal dari perkataan journal, artinya catatan harian, atau catatan mengenai kejadian sehari-hari, atau bisa juga berarti suratkabar (Kusumaningrat, H. & Purnama K., 2016, h. 15). Jurnalisme adalah sebuah paham tentang kegiatan jurnalistik yang meliputi mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah dan menyampaikan informasi dengan menggunakan media (Wicaksana. A.P., dkk, 2015, h. xvi). Menurut MacDougall, journalism adalah kegiatan menghimpun berita, mencari fakta, dan melaporkan peristiwa (Kusumaningrat, H. & Purnama K.,  2016, h. 15).

Online adalah bentuk keterhubungan antar pengguna internet. Para pengguna akan terhubung dalam sebuah jaringan dunia kapanpun dan di manapun. Jadi, jurnalisme online merupakan sebuah proses mencari, meliput, mengolah, dan penyampaian sebuah peristiwa atau fenomena tertentu yang menjadi sebuah berita secara cepat melalui jaringan internet.

Jurnalisme online dapat digunakan oleh siapapun. Berdasarkan Lister M., dkk (2009, h. 9-10), dikatakan bahwa :

"We are seeing the fragmentation of television, the blurring of boundaries (as in the rise of the 'citizen journalist'); we have seen a shift from 'audiences' to 'users', and from 'consumers' to 'producers".

Orang-orang tidak lagi menjadi 'audiens', mereka kini menjadi 'pengguna'. Artinya, setiap orang kini dapat menulis sebuah informasi atau berita melalui media yang dimilikinya. Tulisan para 'pengguna' akan dikategorikan dengan citizen journalism. Siapapun dapat mengonsumsi tulisan para 'pengguna' tanpa ada batasnya.

Ada beberapa unsur agar tulisan dapat disebut layak menjadi sebuah berita. Berdasarkan buku Jurnalistik : Teori dan Praktik (Kusumaningrat, H. & Purnama K., 2016, h. 47-58), terdapat lima unsur layak berita. Pertama, berita harus akurat. Seorang jurnalis harus berhati-hati dalam membuat sebuah berita. Jurnalis diharapkan memiliki keberanian untuk menyangsikan beberapa hal agar mendapatkan informasi yang benar. Kedua, berita harus lengkap, adil, dan berimbang. Seorang jurnalis harus melaporkan kejadian yang terjadi sesuai fakta. Berita pun harus ditulis sesuai porsi yang proporsioanal -- menyesuaikan dengan unsur lainnya agar berimbang. Jurnalis tidak boleh hanya condong di satu pihak saja. Ketiga, berita harus objektif. Berita yang ditulis wartawan harus selaras dengan kenyataaan, tidak boleh dicampuradukkan dengan perasaan pribadi. Berita juga tidak boleh berat sebelah, melainkan bebas dari prasangka. Keempat, berita harus ringkas dan jelas. Menurut Mitchel V. Charnley dalam Kusumaningrat, H. & Purnama K. (2016, h. 56), pelaporan berita dibuat dan ada untuk melayani. Artinya, berita harus ditulis secara langsung dan tidak terlalu berbasa-basi. Kelima, berita harus hangat. Berita dalam bahasa Inggris adalah news. Sebagai padanan kata, kata 'new' menunjukkan unsur kebaruan dalam hal waktu (Kusumaningrat, H. & Purnama K., 2016, h. 57).

Meskipun penggunaan jurnalisme onlinetelah banyak dilakukan oleh media, baik cetak maupun langsung online, faktanya masih ada beberapa orang yang belum mampu menggunakan media onlinedengan baik. Berdasarkan hasil riset We Are Socialdan Hootsuite 2017 dari databoks.katadata.co.id (2017), Indonesia menempati urutan pertama sebagai negara dengan pertumbuhan pengguna internet.

"Pengguna internet di Indonesia tumbuh 51 persen dalam kurun waktu satu tahun. Angka ini merupakan yang terbesar di dunia, bahkan jauh melebihi pertumbuhan rata-rata global yang hanya 10 persen."

Besarnya pertumbuhan pengguna internet, sayangnya belum dibarengi dengan kesadaran tata cara bermedia. Orang hanya ingin memberikan sebuah informasi atau berita kepada publik tanpa memikirkan kebenaran ataupun unsur kelayakan. Akibatnya banyak terjadi kasus-kasus karena unggahan tertentu di media online.

Hal ini dibuktikan ketika terjadi kasus Ahok pada akhir tahun 2016 lalu. Permasalahan ini bermula saat Buni Yani membuat transkrip dari pidato Ahok di Kepulauan Seribu. Transkrip tersebut kemudian diunggah di laman media sosial Facebook.

Sekilas, transkrip Buni Yani memang tidak ada yang salah. Transkrip ini menjadi masalah serius ketika terjadi perbedaan antara transkrip dengan kata-kata yang disampaikan Ahok. Perbedaan ini dalam sekejap menjadi viral dan ramai diperbincangkan. Saat itu keadaan kota Jakarta juga tengah mempersiapkan pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta. Kasus ini pun menjadi salah satu alasan yang menghambat perjalanan Ahok mencalonkan diri sebagai gubernur lagi. Kemudian Buni Yani pun terjerat Undang-undang ITE, dan sampai saat ini masih menjalankan sidang.

Buni Yani, dilansir dari antaranews.com (2016), mengaku bahwa pada saat itu ia tertarik untuk membuat transkrip dari video yang tengah viral. Video yang ia transkrip adalah video berdurasi 30 detik, yang merupakan potongan dari video asli. Video ia dapatkan melalui laman pemda Jakarta. Hasil transkrip yang ia unggah melalui Facebook berjudul 'Ini Penistaan Agama?'. Berawal dari peristiwa ini, ternyata mampu membangkitkan massa yang jumlahnya cukup besar. Berdasarkan kasus ini, jika dilihat dari unsur kelayakan berita, ada beberapa unsur yang belum terpenuhi. Meskipun Buni Yani memiliki latar belakang sebagai seorang dosen dan peneliti, tidak menutup kemungkinan ia tidak memenuhi unsur layak berita.

Unsur yang tidak terpenuhi adalah unsur pertama, kedua, ketiga, keempat. Sebuah tulisan dikatakan layak menjadi berita ketika memenuhi unsur akurat. Hal ini disebabkan karena transkrip tidak ditulis berdasarkan keseluruhan video. Sehingga informasi yang didapatkan juga tidak utuh. Memang benar Buni Yani menyangsikan hasil transkrip yang dibuat melalui video 30 detik. Namun Buni Yani tidak melakukan penelusuran lebih lanjut melalui video yang lebih lengkap.

Berkaitan dengan unsur pertama, dalam unsur kedua ini Buni Yani kurang memenuhi poin kelengkapan. Dilansir dari antaranews.com (2016), setelah melihat video berdurasi 30 detik, ia mengunduhnya. Setelah itu Buni Yani membuat transkrip dan menyebarkannya melalui Facebook. Padahal terdapat video yang memiliki durasi lebih panjang dan lebih utuh isinya. Sehingga transkrip yang dilakukannya pun menjadi tidak berimbang, karena diduga condong ke salah satu pihak tertentu.

Kemudian pada unsur ketiga, dapat dikatakan Buni Yani cukup objektif dalam memposisikan diri. Namun, ia tidak memenuhi poin bebas dari prasangka. Unggahannya di Facebook justru melahirkan multitafsir yang mengakibatkan ribuan massa merasa tersakiti dan tergerak untuk melakukan demo. Judul yang digunakan pun mampu membuat publik bertanya-tanya mengenai kejelasan peristiwa yang terjadi pada pidato Ahok. Bagi orang yang pro Ahok, mungkin akan menganggap bahwa pernyataan Buni Yani hanya akal-akalan saja untuk menarik perhatian publik. Namun bagi orang yang kontra dengan Ahok, pernyataan ini dapat menjadi sebuah pemantik untuk alasan beberapa hal.

Unsur yang belum terpenuhi adalah unsur keempat, yaitu berita harus ringkas dan jelas. Melanjutkan bagian judul, penggunaan kata juga harus diperhatikan. Makna yang dihasilkan sebaiknya bersifat tunggal dan bukan multitafsir. Ini berguna juga untuk membantu jurnalis dalam menyampaikan berita sesuai dengan yang terjadi. Ketika makna dari sebuah tulisan multitafsir, maka interpretasi dari pembaca juga akan berbeda-beda. Sehingga maksud yang ingin disampaikan jurnalis menjadi tidak tercapai.

Indonesia memang memiliki Undang-Undang ITE, yang mengatur tata cara bermedia. Namun, pada dasarnya masih banyak hal yang harus dibenahi agar Undang-undang tersebut dapat digunakan dengan baik. Banyak kasus yang terjadi di media dijerat dengan Undang-undang ITE. Ketika publik telah menyadari tata cara bermedia yang baik, maka kasus-kasus seperti Buni Yani akan semakin berkurang.

Sebuah berita ditulis untuk memberikan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan publik yang muncul ketika terjadi sebuah berita. Seperti yang dikatakan Mitchel, bahwa berita dibuat untuk melayani. Ada baiknya sebelum kita mengunggah sesuatu, kita lakukan pengecekan ulang. Ini menjadi langkah antisipasi agar kita tetap dapat mempertanggungjawabkan hasil tulisan kita di media.

Selain itu, pengecekan ulang juga berguna agar publik yang membaca dapat memahami apa yang dimaksud oleh penulisnya. Sehingga makna yang muncul kurang lebih sama di setiap pembacanya. Sebagai negara dengan pertumbuhan internet paling banyak, sebaiknya juga dibarengi dengan kesadaran bermedia yang baik pula. Hal ini berguna agar publik dapat bermedia dengan nyaman dan tanpa takut untuk bersuara. Selain itu diharapkan timbul rasa bertanggungjawab atas konten yang muncul di setiap akun pribadi.

SUMBER REFERENSI

Antaranews.com. (2016). Wawancara dengan Buni Yani, terlapor kasus video Ahok. Diakses pada 3 Oktober 2017 melalui : http://www.antaranews.com/berita/589301/wawancara-dengan-buni-yani-terlapor-kasus-video-ahok

Databoks.katadata.co.id. (2017). Pertumbuhan Pengguna Internet, Indonesia Nomor 1 di Dunia. Diakses pada 3 Oktober 2017 melalui : http://databoks.katadata.co.id/datapublish/2017/05/22/pertumbuhan-pengguna-internet-indonesia-nomor-1-di-dunia

Kusumaningrat, H. & Purnama K. (2016). Jurnalistik :Teori dan Praktik. Bandung : PT Remaja Rosdakarya.

Lister, M., dkk. (2009). New Media : A Critical Introduction. 2nd Edition. USA & Kanada : Routledge.

Wicaksono, A.P., dkk. (2015). Media Terpenjara : Bayang-bayang Pemilik dalam Pemberitaan Pemilu 2014. Yogyakarta : Yayasan TIFA.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun