Mohon tunggu...
SNF FEBUI
SNF FEBUI Mohon Tunggu... Jurnalis - Badan Semi Otonom di FEB UI

Founded in 1979, Sekolah Non Formal FEB UI (SNF FEB UI) is a non-profit organization contributing towards children's education, based in Faculty of Economics and Business, Universitas Indonesia. One of our main activities is giving additional lessons for 5th-grade students, from various elementary schools located near Universitas Indonesia. _________________________________________________________ LINE: @snf.febui _________________________________________________________ Instagram: @snf.febui ____________________________________________________ Twitter: @snf_febui _______________________________________________________ Facebook: SNF FEB UI ____________________________________________________ Youtube: Sekolah Non Formal FEB UI ______________________________________________________ Website: snf-febui.com ______________________________________________________ SNF FEB UI 2020-2021 | Learning, Humanism, Family, Enthusiasm | #SNFWeCare

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Ganti Menteri, Ganti Kurikulum: Apa yang Seharusnya Dilakukan?

31 Desember 2022   08:27 Diperbarui: 31 Desember 2022   08:33 518
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Coba kalian bandingkan sistem pembelajaran sekolah kalian dulu dengan sistem pembelajaran sekolah adik, sepupu, atau keponakan kalian sekarang. Akan terlihat perbedaan yang cukup besar, bahkan dari aspek-aspek yang kecil. Mulai dari buku sekolah, materi, hingga proses pembelajaran rasanya asing bagi kita. Adanya perbedaan yang menjulang ini tentu saja menimbulkan banyak kebingungan yang tak hanya dirasakan guru dan siswa, tetapi juga para orang tua. Lantas, apa yang melatarbelakangi adanya perbedaan tersebut? Apa yang harus dilakukan agar kita siap menghadapinya?

Kurikulum: Komponen Penting Sebuah Sistem!

Salah satu aspek yang berpengaruh signifikan dalam keberhasilan sistem pendidikan di Indonesia adalah kurikulum. Kurikulum menjadi bagian penting dalam proses pendidikan karena sebagai alat untuk mencapai tujuan pendidikan dan digunakan sebagai pedoman dalam proses belajar mengajar. Menurut Hilda Taba dalam bukunya berjudul Curriculum Development: Theory and Practice 1991, kurikulum merupakan suatu rancangan pembelajaran yang disusun dengan mempertimbangkan berbagai hal mengenai proses pembelajaran serta perkembangan individu [1]. Artinya, dalam proses penyusunan kurikulum penting untuk mencari proses belajar yang sesuai dengan manusianya itu sendiri, yaitu peserta didik dan guru. Hal ini selaras dengan komponen utama dalam sistem pendidikan, yaitu (1) guru, (2) peserta didik, (3) kurikulum. Ketiga komponen tersebut saling berkaitan dan tidak dapat dipisahkan. Sementara itu, menurut Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional, kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu [2]. Berdasarkan pengertian tersebut, setidaknya terdapat dua dimensi kurikulum. Pertama adalah rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran, sedangkan yang kedua adalah cara yang digunakan untuk kegiatan pembelajaran.

Relevansi sampai dengan Efektivitas: Prinsip-Prinsip Kurikulum

Untuk mencapai sistem pendidikan sebaik-baiknya, kurikulum dapat dimodifikasi secara dinamis mengikuti arah perkembangan zaman. Proses perubahan dan modifikasi ini disebut dengan pengembangan kurikulum. Kegiatan pengembangan adalah penyusunan, pelaksanaan, penilaian, dan penyempurnaan kurikulum [3]. Tujuan pengembangan kurikulum adalah mengarahkan kurikulum saat itu ke tujuan pendidikan yang diinginkan karena adanya berbagai pengaruh dari internal maupun eksternal, dengan harapan agar peserta didik dapat menghadapi masa depannya dengan baik. Dalam pengembangannya, kurikulum harus beracuan pada prinsip-prinsip pengembangan kurikulum. Prinsip pengembangan kurikulum dibagi menjadi dua kelompok, yaitu prinsip umum dan prinsip khusus.

Prinsip umum didefinisikan sebagai prinsip yang harus diperhatikan untuk dimiliki oleh setiap kurikulum yang dikembangkan. Prinsip umum terdiri atas:

  1. Prinsip relevansi, kurikulum harus memiliki relevansi secara internal (memiliki relevansi antar komponen kurikulum) dan secara eksternal (memiliki relevansi dengan tuntutan sains dan teknologi, potensi siswa, dan perkembangan masyarakat).

  2. Prinsip fleksibilitas, memungkinkan pengembangan disesuaikan berdasarkan situasi dan kondisi tempat, waktu, serta latar belakang peserta didik.

  3. Prinsip kontinuitas, adanya kesinambungan dalam kurikulum yang dikembangkan, baik secara vertikal maupun horizontal.

  4. Prinsip efisiensi, perencanaan pembelajaran harus dilakukan dengan efektif dan optimal agar tujuan yang ingin dicapai sesuai dengan rencana.

  5. Prinsip efektivitas, melihat sejauh mana implementasi perencanaan pembelajaran efektif untuk mencapai tujuan.

Sedangkan, prinsip  khusus dalam pengembangan kurikulum meliputi lima komponen, yaitu:

  1. Prinsip penentuan tujuan pendidikan, mencakup tujuan bersifat umum dan khusus.

  2. Prinsip pemilihan isi pendidikan/kurikulum, mempertimbangkan penjabaran tujuan pendidikan ke dalam hasil belajar, isi kurikulum mencakup aspek pengetahuan, sikap, dan keterampilan, serta komponen kurikulum disusun dengan logis dan sistematis.

  3. Prinsip pemilihan proses belajar mengajar, dengan memperhatikan metode/teknis yang cocok terhadap setiap perbedaan individu peserta didik dan mampu mendorong peserta didik untuk aktif dan berkembang.

  4. Prinsip pemilihan media dan alat pengajaran, yang disesuaikan dengan metode pembelajaran.

  5. Prinsip berkenaan dengan penilaian yang merupakan hasil dari kegiatan belajar mengajar, setidaknya mencakup tiga hal dasar dalam proses penilaian: perencanaan alat penilaian, menyusun alat penilaian, mengelola hasil penilaian.

Perjalanan Kurikulum Pendidikan di Indonesia: Jalan Panjang Menuju Masa Kini

Seiring dengan perkembangan zaman, sistem pendidikan di Indonesia mengalami perubahan. Perubahan tersebut terjadi pada kebijakan-kebijakan dan standar pendidikan yang berlaku, termasuk kurikulum. Sejak Indonesia merdeka, kurikulum di Indonesia tercatat sudah sebelas kali mengalami pergantian dan perkembangan, mulai dari Kurikulum 1947 hingga yang terbaru adalah Kurikulum Merdeka. Adanya perubahan kurikulum ini tidak lain untuk penyempurnaan kurikulum sebelumnya dan meningkatkan mutu dari sistem pendidikan di Indonesia. Berikut perjalanan perubahan kurikulum pendidikan di Indonesia [4].

1. Kurikulum Setelah Kemerdekaan Hingga Tahun 1968

Kurikulum Indonesia yang pertama dikenal dengan Rentjana Pelajaran yang dicetus pada tahun 1947. Pada Kurikulum 1947 berisi tiga kategori utama yang meliputi mata pelajaran, jam belajar, dan bahan pelajaran. Kurikulum ini difokuskan pada pendidikan karakter, kesadaran bernegara, dan kesadaran bermasyarakat. Pada masa ini, kurikulum yang didirikan bertujuan untuk mereformasi pendidikan Indonesia dari pengaruh Belanda dan menghasilkan siswa yang berkarakter Indonesia. Kemudian, Kurikulum 1947 direvisi melalui UU No. 4 Tahun 1952 yang memuat lebih detail terkait ketentuan pendidikan di Indonesia yang meliputi tujuan pendidikan Indonesia, kurikulum, guru, persekolahan, biaya sekolah, pengawasan, libur sekolah, dan hubungan antara sekolah dengan orang tua siswa. Kurikulum ini diberi nama Rentjana Pembelajaran Terurai 1952.

Pada tahun 1964, Kurikulum 1952 direvisi untuk perbaikan sistem pendidikan Indonesia melalui Keputusan Menteri Pendidikan No. 2 Tahun 1962 menjadi Kurikulum Rentjana Pendidikan. Kurikulum ini menitikberatkan pada pengembangan jiwa cinta tanah air dan nasionalisme yang berorientasi pada nilai-nilai kebangsaan, internasional, dan agama untuk meningkatkan kecerdasan, emosi, dan fisik siswa melalui program Pancawardhana. Reformasi kurikulum selanjutnya pada tahun 1968 yang sejalan dengan reformasi politik dari Orde Lama ke Orde Baru. Tujuan kurikulum ini adalah mengembangkan manusia Indonesia yang menerapkan semangat Pancasila dengan landasan pendidikannya adalah Pancasila.

2. Kurikulum 1975

Departemen Pendidikan Indonesia mengganti Kurikulum 1968 dengan Kurikulum 1975. Kurikulum tersebut merupakan yang pertama di Indonesia yang dikembangkan berdasarkan proses dan prosedur pengembangan kurikulum berbasis teori. Kurikulum ini menganut pendekatan sistem instruksional yang dikenal dengan Prosedur Pengembangan Sistem Instruksional (PPSI). Sistem yang senantiasa mengarah kepada tercapainya tujuan yang spesifik, dapat diukur dan dirumuskan dalam bentuk tingkah laku siswa. Pembelajaran aktif dalam kegiatan instruksional ini diberi nama Cara Belajar Siswa Aktif.

3. Kurikulum 1984

Hampir satu dekade, kurikulum pendidikan di Indonesia akhirnya diganti dengan Kurikulum 1984 yang dicetus oleh Profesor Dr. Conny R. Semiawan, Kepala Pusat Kurikulum Depdiknas periode 1980-1986. Tidak ada perubahan yang signifikan dalam kurikulum ini dengan kurikulum sebelumnya. Namun, menitikberatkan kepada bidang studi dan keahliannya. Metode Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA) yang pengaplikasiannya berpusat pada peserta didik masih diterapkan sebagai keberlanjutan dari kurikulum sebelumnya.

4. Kurikulum 1994

Kurikulum 1984 kemudian digantikan dengan Kurikulum 1994 berdasarkan UU No.2 Tahun 1989 Tentang Sistem Pendidikan Nasional Indonesia. Pada kurikulum ini didominasi oleh sains dan dibentuk Tim Basic Science untuk ikut mengembangkan kurikulum di sekolah. Hal ini mencerminkan prioritas pemerintah untuk mengembangkan lebih banyak pendidikan berbasis sains dalam merangkul pendidikan abad ke-20. Karakteristik lainnya dari kurikulum ini adalah perubahan sistem pembagian waktu pembelajaran dari semester ke caturwulan sehingga dalam satu tahun terdapat tiga periode pembelajaran.

5. Kurikulum 2004

Kurikulum yang dikembangkan pada tahun 2004 diberi nama Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK). Perubahan kurikulum ini sebagai respon terhadap perubahan struktural sistem pemerintahan Indonesia dari pemerintahan sentralistik menjadi desentralistik yang tertuang dalam UU No. 22 dan 25 Tahun 1999 Tentang Otonomi Daerah. Competency Based Education is education geared toward preparing individuals to perform identified competencies (Scharg dalam Hamalik, 2000: 89). Artinya, pendidikan bertujuan menyiapkan individu yang mampu melakukan kompetensi yang telah ditentukan sehingga dikembangkan suatu kurikulum berbasis kompetensi.

6. Kurikulum 2006

Tidak lama setelah 2004, pada tahun 2006 terdapat kurikulum baru yang akrab disebut Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). KTSP lebih memenuhi berbagai standar pendidikan nasional daripada kurikulum sebelumnya untuk menjamin pencapaian pendidikan bagi peserta didik yang tercantum dalam Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 2005 Tentang Standar Nasional Pendidikan. Perbedaan yang mendasar dari kurikulum ini dengan kurikulum sebelumnya adalah sekolah diberi kewenangan penuh dalam menyusun rencana pendidikannya dengan mengacu pada standar-standar yang telah ditetapkan. Tenaga pendidik juga dituntut untuk berinovasi, mengembangkan diri dan membuat rancangan pembelajaran sendiri pada masa ini.

7. Kurikulum 2013

Pada tahun 2013, kurikulum di Indonesia diubah menjadi Kurikulum 2013 (K-13). Dalam kurikulum ini terdapat empat standar pendidikan yang diubah dan tertuang pada Peraturan Pemerintah Indonesia No. 32 Tahun 2013, yaitu standar isi, standar kompetensi lulusan, standar proses, dan standar evaluasi. Kurikulum pada masa ini diubah dengan konsep integratif-tematik pada tingkat SMP dan SMA. Gagasan Kurikulum 2013 merupakan respons terhadap sejumlah kritik terkait kesenjangan antara ekspektasi pembelajaran dengan hasil. Pada masa kurikulum ini, siswa diarahkan fokus kepada proses kognisi, keterampilan, dan perilaku serta sikap.

8. Kurikulum Merdeka

Pada tahun 2021, Kemenristekdikti meluncurkan kurikulum baru bernama Kurikulum Merdeka sebagai respons dari kesenjangan dan ketidakmerataan kualitas pendidikan di Indonesia serta diperparah dengan pandemi Covid-19 yang mengubah paksa proses belajar mengajar [5]. Kurikulum merdeka dirancang untuk mengejar ketertinggalan literasi dan numerasi dengan kurikulum yang lebih mendalam serta menitikberatkan pada pengetahuan esensial dan pengembangan kemampuan peserta didik. Sesuai dengan namanya, kurikulum ini lebih merdeka, dapat dilihat pada tingkat SMA yang tidak ada peminatan.

Ganti Menteri, Ganti Kurikulum?

Pergantian kurikulum pendidikan di Indonesia kerap kali bersamaan dengan bergantinya menteri yang menjabat. Oleh karena itu, beredar julukan "ganti menteri, ganti kurikulum" di tengah masyarakat. Namun, sebelum berbicara tentang pergantian kurikulum, perlu adanya pemahaman terkait perbedaan kurikulum nasional dan kurikulum tingkat satuan pendidikan. Kurikulum nasional merupakan kurikulum yang ditetapkan pemerintah sebagai acuan para guru untuk menyusun kurikulum di tingkat satuan pendidikan. Sementara itu, kurikulum tingkat satuan pendidikan merupakan kurikulum yang seharusnya secara periodik dievaluasi dan diperbaiki agar sesuai dengan perubahan karakteristik peserta didik dan perkembangan isu kontemporer [6]. Sejak ditetapkannya UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, laju pergantian kurikulum melambat. Mulai dari KBK pada tahun 2004, KTSP pada tahun 2006, dan baru berganti lagi menjadi Kurikulum 13 (K-13) pada tahun 2013. Kurikulum Merdeka yang sedang dicanangkan oleh Kemendikbudristek baru akan menjadi kurikulum nasional pada tahun 2024 nanti. Mengacu pada lamanya pergantian tersebut, statement "ganti menteri, ganti kurikulum" menjadi kurang tepat.

Urgensi dan Dampak Pergantian Kurikulum

Perkembangan zaman yang terus terjadi tentu saja membuat pemikiran dan perilaku manusia juga akan ikut mengalami perubahan. Dengan adanya perubahan ini, diperlukan juga adanya penyesuaian pendidikan yang berjalan beriring dengannya. Tujuannya adalah untuk menciptakan generasi penerus yang adaptif dan mampu bersaing seiring dengan perkembangan zaman. Dalam hal ini, kurikulum lah yang dapat menjadi alat untuk menyesuaikan kebutuhan pendidikan ajar peserta didik terhadap perkembangan ilmu dan zaman.

Pergantian kurikulum yang sudah beberapa kali terjadi di Indonesia tentu saja menimbulkan berbagai dampak yang positif. Adanya pergantian kurikulum, berarti ada penyesuaian lebih lanjut yang memfasilitasi perubahan yang ada. Fungsi kurikulum inilah yang akan menjawab tantangan masa depan akibat tuntutan perubahan zaman tersebut dengan tetap mampu merealisasikan tujuan pendidikan. Kurikulum baru yang akan dilaksanakan telah didesain dengan menelaah lebih lanjut apa saja yang menjadi kendala pada kurikulum sebelumnya. Berdasarkan fakta tersebut, dapat dikatakan bahwa salah satu tujuan perubahan kurikulum adalah untuk melengkapi kekurangan-kekurangan yang ada pada kurikulum sebelumnya. Harapannya, dampak positif dari kurikulum baru dapat lebih meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia [7]. 

Seperti dalam pergantian kurikulum menjadi Kurikulum Merdeka, Dewan Pembina PGRI menyampaikan bahwa implementasi Kurikulum Merdeka diharapkan dapat memberikan perubahan besar terhadap guru dan siswa. Dengan mengedepankan proses pembelajaran yang esensial dan minat bakat, proses ini akan menjadi sebuah interaksi yang sesuai dan menciptakan ruang pembelajaran yang lebih positif. Lebih lanjut, ia menegaskan bahwa dampak yang terjadi dengan implementasi Kurikulum Merdeka membuat proses pembelajaran di ruang kelas terasa lebih merdeka. Hal ini tentu saja akan melahirkan masyarakat yang berkembang secara positif dengan cara yang lebih merdeka pada masa mendatang. "Karena Kurikulum Merdeka memberikan proses pewarisan melalui proses pembelajaran yang lebih baik dan menarik," ucap Dudung Koswara selaku Dewan Pembina PGRI [8].

Di balik hal-hal positif tersebut, pergantian kurikulum tak luput dari berbagai dampak negatif. Proses pergantian kurikulum seringkali menimbulkan kesulitan jika tidak diiringi dengan sosialisasi dan fasilitas yang memadai bagi para pengajar dan siswa. Pengajar yang harus beradaptasi dengan sistem mengajar yang baru, serta siswa yang menjadi bahan "uji coba" atas pergantian kurikulum justru membuat ini menjadi sesuatu yang kurang efektif dan membingungkan. Hal ini akan berdampak pada tidak tercapainya target pendidikan dan harapan kurikulum yang ada. 

Efektivitas Pergantian Kurikulum bagi Aktor Pendidikan, Apa Yang Harus Dilakukan?

Berdasarkan pengalaman-pengalaman pergantian kurikulum sebelumnya, tidak dimungkiri bahwa proses adaptasi bukanlah perkara yang mudah bagi para aktor pendidikan,terutama sekolah dan guru. Butuh waktu dan biaya yang besar untuk menyesuaikan aktivitas belajar mengajar ke dalam kurikulum yang baru.

Oleh karena itu, dengan adanya penerapan kurikulum yang baru, berarti harus ada pula sosialisasi dan fasilitas yang memadai dari pemerintah agar proses adaptasi oleh para pelaku pendidikan terutama pengajar dan siswa dapat berjalan efektif dan memenuhi tujuan pergantian kurikulum yang sebenarnya. Pemerintah harus siap secara keseluruhan dalam segi sistem maupun anggaran. Selain itu, kurikulum yang akan diterapkan harus dipastikan telah melewati tahap kajian yang mendalam sehingga kurikulum tersebut dapat sejalan dengan kondisi sekolah, pengajar, dan siswa di Indonesia sehingga kurikulum dapat lebih mudah diterima dan diaplikasikan oleh aktor-aktor pendidikan di tanah air. 

Penulis: Resa Lisardi Dwiranti (Kesehatan Masyarakat 2021) dan Kamila Razky (Ilmu Ekonomi 2022)

Biro Jurnalistik

Kajian Kolaborasi SNF FEB UI Seri 1 - SNF FEB UI x RUJAK FMK UI

Referensi

[1] Sari, E.C. (Juni 2022) "KURIKULUM DI INDONESIA: TINJAUAN PERKEMBANGAN KURIKULUM PENDIDIKAN,"  Journal of Christian Education, 2(2). 

[2] Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Sistem Pendidikan Nasional. (8 Juli 2003) Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 4301. Jakarta.

[3] Prasetyo, A.R. (Mei 2020) "PRINSIP-PRINSIP DALAM PENGEMBANGAN KURIKULUM," PALAPA : Jurnal Studi Keislaman dan Ilmu Pendidikan, 8(1). 

[4] Mukminin, A. et al. (2019) "Curriculum Reform in Indonesia: Moving from an Exclusive to Inclusive Curriculum," CEPS Journal, 9(2). 

[5] Priantini, D., Suarni, N.K. and Adnyana, I.K. (31 Agustus 2022) "Analisis Kurikulum Merdeka dan Platform Merdeka Belajar Untuk Mewujudkan Pendidikan Yang Berkualitas," Jurnal Penjaminan Mutu, 8(2). 

[6] Buku Saku Tanya Jawab Kurikulum Merdeka (2 November 2022). Kemendikbud RI. Available at: https://kurikulum.kemdikbud.go.id/wp-content/unduhan/bukusaku.pdf (Accessed: December 1, 2022). 

[7] Dampak Positif dan Negatif Pergantian Kurikulum Baru (2022). Nita Oktifa. https://akupintar.id/info-pintar/-/blogs/dampak-positif-dan-negatif-pergantian-kurikulum-baru

[8] Dampak Positif Penerapan Kurikulum Merdeka (5 April 2022). Kemdikbud. https://lpmpjatim.kemdikbud.go.id/site/detailpost/dampak-positif-penerapan-kurikulum-merdeka

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun