Tidak hanya itu, kesehatan juga menjadi prioritas yang penting dengan adanya program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) melalui BPJS Kesehatan. Hadirnya BPJS Kesehatan ini, sekiranya menjadi secercah harapan bagi masyarakat miskin maupun rentan miskin untuk memperoleh kemudahan akses pada kesehatan dengan keringanan pembayaran iuran bagi masyarakat penerima Penerima Bantuan Iuran (PBI).Â
Terlepas dari segala upaya yang telah dilakukan oleh pemerintah, permasalahan kemiskinan anak nyatanya masih ada. Jika ditelusuri dari segi implementasi, kita dapat melihat bagaimana pelaksanannya masih banyak memperoleh kontra dan keluhan masyarakat. Hal ini sebagaimana dalam BPJS Kesehatan, dengan pelayanannya yang tergolong rumit dan sifatnya yang terbatas.Â
Program KIP juga masih mengalami hambatan dalam hal pendistribusiannya yang tidak merata dan kurangnya keterlibatan publik dalam pengawasannya. Dalam pelaksanannya juga, KIP masih belum mencapai kesesuaian dengan targetnya guna menekan angka putus sekolah. Totok Amin, penggiat pendidikan dari Universitas Paramadina, menyebutkan kesulitan yang dialami pemerintah dalam menekan angka putus sekolah juga berasal dari faktor internal , yakni banyaknya anak usia sekolah yang terlanjur tidak mau bersekolah dan memilih bekerja [11].
Dapatkah Isu Kemiskinan Anak Menemukan Titik Akhir?
Kemiskinan anak, sama halnya dengan isu ketimpangan sosial, merupakan permasalahan yang hampir selalu ada pada setiap negara dan tidak pernah berujung. Bahkan, dalam laporan yang dikeluarkan UNICEF, terdapat 8 negara maju yang memiliki tingkat kemiskinan anak terbesar, diantaranya Portugal, Italia, Kanada, Amerika Serikat, Bulgaria, Israel, dan Romania sebagai negara maju dengan tingkat kemiskinan anak terbesar pertama [12].Â
Hal ini menyadarkan kita bahwa perjuangan dalam memberantas kemiskinan anak ini, nyatanya bukan hanya perjuangan Indonesia semata. Hal ini selayaknya menjadi tantangan dan motivasi bagi bangsa Indonesia untuk terus bergandengan tangan dan bangkit. Dalam rentang waktu antara tahun 2000-2015, Indonesia pernah menunjukkan keberhasilannya dalam menurunkan tingkat kemiskinan hingga 2,1% dan menempati peringkat 11 dalam kategori negara yang mampu memerangi kemiskinan ekstrem [13].
Melihat keberhasilan tersebut, harusnya menjadikan kita lebih optimis dan percaya akan potensi yang dimiliki Indonesia. Dalam hal kemiskinan anak, peran orangtua juga menjadi sumber penting bagi pengembangan diri anak.Â
Kemiskinan tidak sepenuhnya menjamin bahwa anak akan menjadi orang yang tidak sukses dan berujung mengerjakan perbuatan kriminal. Kemiskinan yang dialami anak juga tidak menjamin bahwa ia tidak bisa keluar.Â
Betapa banyak orang-orang sukses dan inspiratif, yang berawal dari kalangan ekonomi yang kurang mampu. Dahlan Iskan, sosok yang pernah menjabat sebagai Menteri BUMN itu, ternyata memiliki keterbatasan ekonomi di masa kecil hingga tidak mempunyai sepatu untuk sekolah.Â
Begitu juga dengan Ciputra, sosok pengusaha properti yang sukses, sempat mengalami pahitnya kehidupan dengan membanting tulang pada usianya yang berusia 12 tahun.Â
Tidak hanya dari internal, faktor eksternal juga menjadi faktor yang penting. Dr.Lee, seorang dokter Indonesia yang berinisiatif membuat konsep "rumah sakit apung" dalam usahanya yang bernama "Doctor Share" guna membantu masyarakat Indonesia yang tinggal di daerah 3T dalam mengakses pelayanan kesehatan yang baik.