Kondisi geografis Indonesia menjadi salah satu tantangan dan keunikan tersendiri bagi Indonesia. Seperti yang kita ketahui, Indonesia merupakan negara kepulauan yang dipenuhi dengan pegunungan dan laut sehingga tidak semua wilayahnya memiliki penampakan alam maupun potensi yang sama. Bukan hanya sumber daya alamnya yang berbeda, setiap wilayah juga berkembang dengan sumber daya manusia yang berbeda.
Maraknya Ketidakmerataan di Indonesia
Dengan kondisi Indonesia yang memiliki perbedaan di tiap wilayahnya, kita pasti sering mendengar istilah ketidakmerataan dari segi penduduk, ekonomi, sampai pendidikan. Ketidakmerataan dalam bidang pendidikan telah menjadi masalah yang sulit terpecahkan sejak dulu. Salah satu penyebabnya adalah keadaan setiap sekolah yang berbeda-beda. Ada yang disebut dengan sekolah favorit, tetapi ada pula sekolah-sekolah yang bahkan tidak mendapat fasilitas untuk belajar.
Apa yang dimaksud dengan sekolah favorit? Sekolah favorit adalah sekolah yang dikembangkan sedemikian rupa agar unggul dalam ranah pendidikan. Sebuah sekolah dikatakan unggulan atau favorit apabila mempunyai beberapa ciri-ciri, yakni prestasi akademik dan non-akademik yang melampaui rata-rata sekolah yang ada di daerah tersebut, sarana dan prasarana serta layanan lengkap, sistem pembelajaran yang baik, dan melakukan seleksi yang ketat terhadap calon siswa. [1]
Sekolah favorit biasanya berada di pusat-pusat pemerintahan seperti ibu kota Provinsi dan Kabupaten/Kota. Bila berada di pusat pemerintahan, sekolah tentunya dekat dengan pusat informasi dan kekuasaan. Dengan begitu, cara pandang pemerintahan lama Rancak di labuah yang berarti pembangunan di pusat pemerintahan akan lebih diprioritaskan merupakan hal yang nyata terjadi pada kondisi sekarang. Keadaan ini juga berdampak pada pembangunan sekolah. Hadirnya berbagai macam fasilitas dan kesempatan belajar secara tidak langsung berpengaruh kepada kualitas pembelajaran yang membawa sekolah tersebut menjadi unggul.
Kemudian setelah mendapatkan opini sekolah unggul, sekolah di pusat pemerintahan dapat melakukan seleksi kepada calon siswa berdasarkan kriteria tinggi yang ditetapkan dan mempunyai posisi tawar yang tinggi. Hal ini sangat berdampak pada banyak hal, termasuk sumber pendanaan pendidikan serta kualitas dan kuantitas dari sebuah sekolah. Keadaan sekolah favorit akan menghadirkan eksklusivisme pendidikan.
Korelasi Sekolah Favorit dengan Kesuksesan
Pandangan sekolah favorit akan berkorelasi dengan kesuksesan tidak selamanya salah dan juga benar. Secara teoritis, prestasi belajar siswa dipengaruhi oleh metode mengajar, relasi guru dengan siswa, relasi siswa dengan siswa, keadaan gedung, teman bergaul, dan waktu sekolah. Tidak hanya itu, faktor eksternal lain, seperti cara orang tua mendidik, relasi antar anggota keluarga, dan suasana rumah juga berperan penting dalam prestasi belajar siswa. Jadi, apakah anak yang bersekolah di tempat favorit dan unggul akan secara langsung mendapat kesuksesan? Jawabannya belum tentu. Banyak tokoh dunia, seperti Joko Widodo dan Barack Obama yang tidak berhasil masuk ke sekolah favorit, tetapi masih bisa mencapai cita-citanya untuk menjadi seorang presiden. Jadi benar kata peribahasa “Berlian dimanapun akan tetap menjadi berlian. Sekalipun dikubangan lumpur, berlian tetaplah berlian.” [2]
Kondisi Sekolah Terbelakang di Indonesia
Permasalahan dalam dunia pendidikan di daerah 3T (tertinggal, terdepan, dan terluar) telah lama kita sadari. Keterbatasan pembiayaan dan berbagai peraturan yang ada selalu dijadikan alasan untuk menunda pemecahan masalah krusial tersebut. Alhasil, muncul sekolah-sekolah tertinggal yang belum bisa melayani kebutuhan pendidikan anak-anak. Beberapa persoalan konkrit dalam hal ini adalah betapa sulitnya menempatkan tenaga guru di daerah 3T. Selain itu, membangun sarana pendidikan sesuai standar tidak bisa dilakukan sepenuhnya karena kesulitan komunikasi atau langkanya alat-alat bantu proses belajar mengajar. Tuntutan sistem pendidikan yang tinggi akhirnya menghambat daerah terpencil untuk mengejar ketertinggalan. [3]
Alhasil, sekolah yang tertinggal inilah yang menjadi salah satu penyumbang angka putus sekolah yang masih tinggi di Indonesia [4]. Permasalahan ini sejatinya telah membangkitkan sukarelawan pendidikan untuk bertindak baik menjadi volunteer maupun mengikuti program-program pemberdayaan. Namun, fakta di lapangan menunjukkan bahwa masih banyak tenaga pendidik yang enggan mengajar di daerah terpencil dengan berbagai alasan. Salah satu faktornya adalah letak sekolah yang sulit dijangkau. Alasan lain adalah minimnya hiburan dan fasilitas yang memadai sehingga banyak pendidik merasa tidak nyaman.
Isu yang Tidak Kunjung Selesai
Mengapa masalah ketidakmerataan pendidikan di Indonesia masih terjadi hingga sekarang? Apakah karena ini merupakan masalah yang “sudah biasa” atau justru hanya “kemalasan” belaka?
Kondisi Indonesia yang berbentuk kepulauan seringkali membuat masyarakatnya merasa “nyaman” terhadap masalah yang ada. Contohnya saja orang-orang pasti sudah familiar mengenai masalah ketidakmerataan pendidikan. Menurut mereka, hal ini normal dan telah diperbincangkan dari dulu sehingga banyak yang menjadi tidak peduli dan menganggap masalah tersebut sebagai masalah sehari-hari yang sudah biasa. Di sisi lain, apakah orang-orang sebenarnya sudah menyadari masalah ini, tetapi merasa malas untuk berbuat sesuatu karena menurutnya masalah ini tidak berdampak langsung bagi dirinya?
Pemikiran inilah yang keliru dan menjadi salah satu penyebab akan tidak terpecahkannya isu ketidakmerataan pendidikan di Indonesia. Untuk melihat masalah ini lebih dalam, dilakukanlah penelitian menggunakan indeks SES (Social Economics Status) PISA (Programme for International Student Assessment) yang dapat mengestimasi kesenjangan mutu dan menggambarkan kesetaraan akses yang dilihat dari kaitan antara latar belakang keluarga siswa dengan kemampuan literasinya. Hasil analisis menunjukkan bahwa variasi skor literasi antar sekolah berkisar antara 29.7% (literasi bahasa siswa SMP) sampai 46.5% (literasi matematika siswa SMA). Ini bermakna bahwa yang mempengaruhi perbedaan capaian literasi adalah faktor sekolah itu sendiri. Selain itu, sekolah-sekolah yang melayani siswa dari keluarga paling bawah secara rata-rata tertinggal 3 sampai 4 tahun pelajaran dibanding sekolah yang melayani siswa dari keluarga berlatar belakang ekonomi yang tinggi. Hasil analisis juga menunjukkan bahwa variasi skor antar sekolah meningkat dari tingkat SMP ke SMA. Dapat dikatakan bahwa kesenjangan mutu sekolah tampaknya menjadi semakin tajam di level SMA. Dengan demikian, ketimpangan antar sekolah di Indonesia dapat dikatakan relatif tinggi. [5]
Dampaknya terhadap Lemahnya Pendidikan di Indonesia
Lantas, apakah kesenjangan sekolah menjadi salah satu penyebab pendidikan di Indonesia yang makin tertinggal jauh? Jawabannya iya, karena siswa di sebagian besar sekolah terbelakang di Indonesia tertinggal antara 2,5 sampai 4 tahun dibanding siswa di sekolah berkategori tinggi. Hal ini mengindikasikan adanya ketimpangan mutu yang cukup besar pada sekolah-sekolah di Indonesia. Kualitas guru dan murid, tingkat literasi, sampai sistem pengajaran yang baik memiliki korelasi yang cukup signifikan dengan keadaan sekolah itu sendiri. Meskipun tidak semua sekolah terpencil memiliki kualitas yang buruk, namun sebagian besar di antaranya belum dapat memberdayakan guru dan murid sebaik mungkin.
Apabila membandingkannya dengan negara-negara lain, sistem pendidikan di Indonesia memang masih memerlukan penyesuaian. Negara-negara seperti Finlandia, Jepang, dan Singapura memiliki sistem pendidikan khasnya tersendiri, tetapi mampu menghasilkan generasi cerdas yang memajukan negaranya [6]. Uniknya pada negara-negara maju memang tidak mengenal istilah sekolah terbelakang karena semuanya memiliki akses pendidikan yang sama. Maka dari itu, tantangan yang berat ini tidak bisa didiamkan terus menerus. Anggapan masalah yang sepele atau sudah biasa justru harus diganti dengan melatih kelemahan menjadi sebuah kekuatan. Apabila kesenjangan antara sekolah terpencil dan favorit kian menajam, hal itu justru akan menyulitkan Indonesia untuk menghasilkan penerus bangsa yang berwawasan tinggi sehingga menghambat laju Indonesia untuk menjadi negara maju.
Perubahan yang Bisa Dilakukan
Langkah awal untuk melakukan pemerataan kualitas pendidikan di Indonesia adalah lahirnya Permendikbud No. 14 tahun 2018 tentang PPDB (Penerimaan Peserta Didik Baru) yang diselenggarakan berdasarkan sistem zonasi. Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) tahun 2019, Muhadjir Efendi, menjelaskan bahwa salah satu tujuan diberlakukanya PPDB dengan sistem Zonasi adalah untuk menghilangkan sebutan (predikat) sekolah favorit. Menurut beliau, label sekolah favorit akan memunculkan diskriminatif karena hanya orang-orang tertentu yang bisa mendapat pelayanan di sekolah yang dianggap favorit. Kebijakan PPDB sistem zonasi akan dapat membuat institusi pendidikan maju secara bersama dimana pemerataan input siswa akan membuat lingkungan belajar menjadi heterogen. Dengan menghadirkan lingkungan yang heterogen, anak dapat mencapai tujuan pendidikan itu sendiri yang lebih menekankan kepada pengembangan sikap spiritual, sosial, pengetahuan, dan keterampilan. Sistem tersebut diterapkan guna menghilangkan eksklusivisme pendidikan melalui sekolah favorit yang sudah terbukti hanya menghadirkan generasi kompetisi yang terus mementingkan diri sendiri ketimbang lingkungan sosialnya. [7]
Namun, kebijakan PPDB dengan sistem Zonasi akan berjalan dengan lancar jika didukung dengan kebijakan pemerataan pembangunan institusi pendidikan, seperti peningkatan kualitas guru melalui berbagai macam pelatihan serta pemerataan sarana dan prasarana pada setiap sekolah. Apabila tidak dipadu dengan kebijakan lain, sistem zonasi dapat membuat sekolah-sekolah dalam satu zona dengan kualitas sumber daya rendah sementara di zona yang lain sekolah “favorit” berkumpul, maka zonasi justru dapat memindahkan kesenjangan dari level sekolah ke level zona. [8]
Masa Depan Pendidikan di Indonesia
Pendidikan sebagai salah satu pilar kemajuan Indonesia masih memiliki harapan untuk berubah. Kita memang tidak bisa mengubah sistem pendidikan di Indonesia dengan drastis dan tiba-tiba karena memerlukan waktu berpuluh-puluh hingga ratusan tahun untuk mengejar ketertinggalan tersebut. Namun, kita juga tidak bisa sekadar menunggu dan diam saja sampai semua ini berubah sendiri. Pemahaman bahwa kesenjangan antar sekolah itu nyata dan berdampak serius pada kualitas hasil belajar siswa bukan hanya menjadi agenda utama pemerintah untuk memberantas ketidakmerataan. Sebagai murid, yang bisa kita lakukan adalah mengubah pola pikir dalam belajar. Pada akhirnya, segala ilmu yang kita pelajari sejatinya akan berguna, seperti kutipan dari Tan Malaka, salah satu pahlawan nasional Indonesia, yang berbunyi “Tujuan pendidikan itu untuk mempertajam kecerdasan, memperkukuh kemauan, dan memperhalus perasaan.” [9]
Referensi
[1] Fernandes, R. (2019). Mistisisme Sekolah Favorit. Retrieved 5 March 2021, doi: 10.31227/osf.io/gtv42
[2] View of PENGEMBANGAN MODEL PENDIDIKAN MENENGAH “SEKOLAH KEBANGSAAN “ DI DAERAH TERPENCIL,TERTINGGAL,TERLUAR DAN PERBATASAN SEBAGAI IMPLEMENTASI PEMBELAJARAN PKn. (2021). Retrieved 6 March 2021, from http://ejournal.unikama.ac.id/index.php/JMK/article/view/1188/934
[3] Megawanti, P. (2021). Meretas Permasalahan Pendidikan di Indonesia. Retrieved 6 March 2021, from http://dx.doi.org/10.30998/formatif.v2i3.105
[4] Kualitas Pendidikan Indonesia Disebut Tertinggal 128 Tahun dari Negara Maju : Okezone News. (2021). Retrieved 6 March 2021, from https://news.okezone.com/read/2020/03/02/65/2177104/kualitas-pendidikan-indonesia-disebut-tertinggal-128-tahun-dari-negara-maju
[5] Bagaimana Sistem Pendidikan Indonesia Dibanding Negara Lain?. (2021). Retrieved 6 March 2021, from https://www.ruangguru.com/blog/sistem-pendidikan-berbagai-negara
[6] Aditomo, A., & Faridz, N. (2019). Ketimpangan Mutu dan Akses Pendidikan di Indonesia: Potret Berdasarkan Survei PISA 2015. Retrieved 5 March 2021, doi: 10.31227/osf.io/k76g3
[7] Pendidikan di Daerah Tertinggal | Medco Foundation. (2021). Retrieved 5 March 2021, from https://www.medcofoundation.org/pendidikan-di-daerah-tertinggal/
Oleh : Christabel Nathania Surya | Akuntansi 2020
Staff Biro Jurnalistik
SNF FEB UI 2020-2021
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H