Mohon tunggu...
SNF FEBUI
SNF FEBUI Mohon Tunggu... Jurnalis - Badan Semi Otonom di FEB UI

Founded in 1979, Sekolah Non Formal FEB UI (SNF FEB UI) is a non-profit organization contributing towards children's education, based in Faculty of Economics and Business, Universitas Indonesia. One of our main activities is giving additional lessons for 5th-grade students, from various elementary schools located near Universitas Indonesia. _________________________________________________________ LINE: @snf.febui _________________________________________________________ Instagram: @snf.febui ____________________________________________________ Twitter: @snf_febui _______________________________________________________ Facebook: SNF FEB UI ____________________________________________________ Youtube: Sekolah Non Formal FEB UI ______________________________________________________ Website: snf-febui.com ______________________________________________________ SNF FEB UI 2020-2021 | Learning, Humanism, Family, Enthusiasm | #SNFWeCare

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Alerta Indonesia: Kekerasan pada Anak Meningkat sejak Pandemi

14 Februari 2021   14:00 Diperbarui: 14 Februari 2021   14:21 514
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Anak terlahir ke dunia dengan kebutuhan untuk disayangi tanpa kekerasan, bawaan hidup ini jangan sekalipun didustakan.

- Widodo Judarwanto

       Anak merupakan buah hati orang tua yang mungkin didambakan bagi sebagian orang. Banyak orang tua yang menantikan kehadiran sang anak untuk melengkapi kebahagiaan keluarga. Dahulu, Indonesia memiliki pepatah bahwa “banyak anak banyak rezeki”. Tentunya, ungkapan ini memiliki konotasi positif bagi seluruh keluarga di Indonesia saat itu. Tak heran bila kita menemukan banyak keluarga yang memiliki anggota keluarga yang cukup banyak hingga berjumlah belasan. Diliput dari data Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) tahun 2016, penetrasi angka ibu melahirkan adalah sebesar 2,6%. Hal ini menandakan rata-rata setiap ibu di Indonesia melahirkan tiga anak [1].

      Namun dalam prosesnya, tidak semua orang tua mendambakan kehadiran sang buah hati dengan baik. Masih banyak ditemukan berbagai kekerasan yang dilakukan orang tua dalam menyikapi anaknya. Bersembunyi di balik “mendidik anak menjadi lebih baik”, paradigma ini menjadi alasan orang tua dalam membentuk pribadi anaknya yang tangguh dan kuat. Meskipun demikian, tentu kekerasan bukanlah hal wajar yang dapat ditolerir. Apapun alasannya, penggunaan kekerasan tidak dapat dihargai dengan baik. Dengan penggunaan kekerasan, apakah dapat menjamin anak dapat menjadi pribadi yang lebih baik? Bagaimanakah anak terdampak dari pemberian kekerasan oleh orang terdekatnya sendiri?

      Era Pandemi 2020

      Berbicara tentang tahun 2020, kita tidak dapat melupakan kehadiran Covid-19 sebagai suatu pandemi. Kehadiran Covid-19 pertama kali dipertimbangkan sebagai salah satu dampak yang cukup positif bagi kebersamaan dan harmonisasi keluarga. Efek Di rumah Aja memberikan interaksi yang lebih intens bagi anggota keluarga untuk mengenal lebih dekat satu sama lain. 

      Orang tua merupakan aktor utama yang berperan aktif dalam bahtera rumah tangga. Peran sebagai tempat berlindung diiringi rasa penuh kasih sayang memang sudah sepatutnya dilakukan oleh para orang tua. Namun, hal ini disinyalir tidak selalu memberikan dampak positif bagi keluarga. 

Masalah ekonomi seperti kehilangan pekerjaan dan masalah lainnya memberi dampak yang signifikan dalam tatanan keluarga yang tidak harmonis. Melansir dari Tirto, sebanyak 73,7% anak di Indonesia berumur 1-14 tahun mengalami agresi psikologis dan hukuman fisik di rumah [2]. Selain itu, kondisi psikologis yang tidak stabil dengan situasi yang menekan memang dapat memicu berbagai perilaku maladaptif. Tentunya hal ini memicu peningkatan kekerasan terhadap anak. 

      Kekerasan Pada Anak

      Baru-baru ini, terdapat berita yang menggegerkan jagat maya. Terdapat kekerasan terhadap balita berusia 16 bulan di Korea Selatan. Hal ini menarik perhatian warga maya karena terjadi kekerasan pada anak oleh orang tua angkat. Diketahui, tindak kekerasan yang dilakukan adalah bentuk kekerasan fisik, dengan banyak luka lebam, memar, dan patah tulang. Selain itu, terjadi penelantaran pada anak, di mana anak ditinggalkan begitu saja di dalam mobil menyala. Akibat perbuatan yang tidak bertanggung jawab, balita tersebut pun meninggal dengan kondisi yang cukup mengenaskan. 

      Bentuk kekerasan pada anak tidak hanya ditemukan dalam kasus tersebut saja. Sejumlah kasus banyak terjadi, termasuk di Indonesia. Kekerasan pada anak di Indonesia setiap tahunnya menunjukkan peningkatan yang cukup tinggi. Dilansir dari Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, terdapat sekitar 4.833 kasus kekerasan anak di Indonesia sejak 31 Agustus 2020. Angka ini meningkat jika dibandingkan dengan tahun 2019 yang berjumlah sekitar 2.341 kasus [3].

      Ibarat fenomena gunung es, angka tersebut masih belum dapat merepresentasikan angka kekerasan sesungguhnya yang terjadi. Angka pasti jumlah kekerasan masih sulit didapatkan karena masih banyak peristiwa kekerasan pada anak yang enggan dilaporkan oleh masyarakat, terutama bila kekerasan pada anak terjadi di rumah tangga. Sebagian besar masyarakat Indonesia masih menganggap kekerasan rumah tangga merupakan masalah internal keluarga yang tidak perlu dicampuri oleh orang luar, termasuk aparat penegak hukum [4].

      Menilik jenis kekerasan yang marak terjadi, peringkat pertama diduduki oleh kekerasan seksual terhadap anak. Melansir UNICEF, jumlah anak usia dibawah 18 tahun yang mengalami eksploitasi seksual setiap tahunnya adalah sebesar 40.000 hingga 70.000 anak [5]. Selain mengalami kekerasan seksual oleh orang tua, anak-anak turut mengalami perlakuan buruk seperti tindak pelacuran. 

jimin-snf-6027f025d541df5fc4327263.jpg
jimin-snf-6027f025d541df5fc4327263.jpg
      Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) mencatat sekitar 350 kasus kekerasan seksual pada anak terjadi pada masa pagebluk ini. Dalam grafik yang disajikan, terlihat bahwa terjadi peningkatan setiap tahunnya, diawali pada masa 2017 hingga 2020. Puncaknya, kekerasan seksual pada 2020 meningkat cukup tajam, yakni sebesar 144 kasus jika dibandingkan tahun 2019 [6]. Hal ini cukup menunjukkan kepada kita bahwa era dirumah saja memiliki korelasi positif pada peningkatan kasus kekerasan, khususnya kekerasan seksual pada anak. 

      Tentu hal ini sejalan dengan premis kita pada awal artikel ini. Adanya penetapan kebijakan di rumah saja membuat anak rentan menjadi korban kekerasan. Salah satu faktor pemicunya adalah konflik yang terjadi dalam rumah tangga yang disertai dengan penurunan kualitas ekonomi keluarga. Hal ini pun menjadi pertimbangan para pengamat dalam menanggapi peningkatan kekerasan anak

      Dampak Kekerasan Pada Anak

      Secara pasti, kekerasan memiliki dampak buruk yang dapat mempengaruhi keadaan anak. Segala bentuk kekerasan dapat membekas dalam jangka panjang pada diri anak. Kondisi fisik dan psikis dipengaruhi oleh pihak eksternal, yang dalam kasus ini adalah orang tua. Namun, dalam kebanyakan kasus, anak-anak cenderung mendapat kekerasan yang lebih berdampak secara mental [7]. 

Sejumlah efek tersebut antara lain anak kurang memiliki kepercayaan dan sulit membangun hubungan sosial yang baik dengan orang lain. Anak akan merasa tidak aman saatmenjalin relasi dengan orang lain sebab ia tidak memiliki gambaran dasar mengenai bentuk hubungan yang baik.

      Anak turut merasa bahwa dirinya tidak berharga. Berbagai pernyataan buruk atau negatif yang dilontarkan oleh orang tua dapat berpengaruh pada kehidupannya kelak. Sangat sulit rasanya bagi anak untuk membangun rasa kepercayaan diri. Hal ini akhirnya berpengaruh pada produktivitas sang buah hati. Selain itu, anak yang mengalami kekerasan cenderung memiliki emosi yang tidak terkendalikan akibat keterbatasan mengekspresikan emosinya. Pada akhirnya, emosi yang terpendam lama dapat sewaktu-waktu dilampiaskan dalam bentuk perilaku kekerasan atau perilaku negatif lainnya.

      Peran Serta Pihak Terkait

      Anak merupakan makhluk kecil yang tidak berdosa, Ungkapan ini mungkin sering kita dengar. Dalam proses tumbuh-kembangnya, anak mengalami berbagai perubahan, baik fisik maupun psikis. Proses inilah yang membentuk kepribadian anak sejatinya. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa pembentukkan pribadi anak dari kecil hingga dewasa terbentuk secara lahiriah dan batiniah oleh orang tua.     

      Menanggapi banyaknya kasus kekerasan terhadap anak, tentu negara tidak tinggal diam. Indonesia terus berupaya untuk mengeliminasi tindak kekerasan yang terjadi pada anak. Berbagai peraturan, Undang-Undang, hingga Undang-Undang Dasar sudah menuangkan aturan mengenai Perlindungan Anak. 

Selain itu, sejumlah lembaga perlindungan anak ikut didirikan, seperti Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Komisi Perlindungan Anak Indonesia, Komisi Nasional Perlindungan Anak, dan lembaga lainnya. Tentunya, pendirian berbagai lembaga dan Undang-Undang ini memiliki tujuan untuk mewujudkan proteksi pada anak yang didasari persamaan Hak Asasi Manusia. 

      Bersamaan dengan ini, sangat dibutuhkan berbagai peran dari seluruh perangkat, baik dari keluarga sebagai anggota masyarakat terkecil hingga negara. Pengukuhan payung hukum harus dapat terlaksana dengan baik untuk menekan tindak kekerasan pada anak di Indonesia. Berbagai peraturan harus ditegaskan agar anak memperoleh haknya dan pelaku dapat jera.  

Sikap dan karakter anak tidak jauh dari orang tua sebab anak belajar dan besar dari kehidupan. Oleh karena itu, diharapkan orang tua dapat berperan aktif dalam mendukung proses tumbuh-kembang anak. Kasih sayang serta perhatian pada anak mungkin dinilai sebagai hal klise oleh orang tua, tetapi belum tentu bagi sang buah hati.

      Di sisi lain, Indonesia juga harus memfokuskan perhatiannya untuk mengentas kemiskinan sebagai salah satu akar keretakan hubungan keluarga. Bila kedua hal ini diimplementasikan dengan baik, niscaya angka kesejahteraan masyarakat di Indonesia dapat meningkat.

Referensi

[1] Ila Abdulrahman - Aidil Akbar Madjid & Partners. (n.d.). Banyak ANAK BANYAK REZEKI? (1). Retrieved February 04, 2021, from https://finance.detik.com/perencanaan-keuangan/d-3974856/banyak-anak-banyak-rezeki-1

[2] Handayani, M., & Gerintya, S. (2017, November 21). 73,7 Persen Anak INDONESIA Mengalami Kekerasan di Rumahnya Sendiri. Retrieved February 04, 2021, from https://amp.tirto.id/737-persen-anak-indonesia-mengalami-kekerasan-di-rumahnya-sendiri-cAnG#referrer=https://www.google.com&csi=0 

[3] Putri, B. (2020, March 06). Kekerasan terhadap Anak Perempuan Naik 65 Persen Di 2019. Retrieved February 04, 2021, from https://nasional.tempo.co/read/1316349/kekerasan-terhadap-anak-perempuan-naik-65-persen-di-2019 

[4] Kandedes, I. (2020). KEKERASAN TERHADAP ANAK DI MASA PANDEMI COVID-19. Jurnal Harkat, 1, 67-76. doi:10.15408

[5] Fadil, I. (2018, April 26). Ketua DPR minta SEMUA pihak Respons data UNICEF SOAL eksploitasi anak. Retrieved February 05, 2021, from https://www.merdeka.com/peristiwa/ketua-dpr-minta-semua-pihak-respons-data-unicef-soal-eksploitasi-anak.html 

[6] Alfons, M. (n.d.). LPSK: Kasus KEKERASAN Seksual pada Anak Meningkat tiap tahun. Retrieved February 04, 2021, from https://news.detik.com/berita/d-4637744/lpsk-kasus-kekerasan-seksual-pada-anak-meningkat-tiap-tahun 

[7] Wisnubrata. (2020, January 17). Orangtua WAJIB tahu, Ini Berbagai Bentuk DAN Efek Kekerasan pada ANAK Halaman all. Retrieved February 04, 2021, from https://lifestyle.kompas.com/read/2020/01/17/141038020/orangtua-wajib-tahu-ini-berbagai-bentuk-dan-efek-kekerasan-pada-anak?page=all#page2 

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun