Mohon tunggu...
San Soul
San Soul Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Mulai menghadapi kenyataan, dan kehilangan mimpi masa kecilnya tentang Matahari di malam hari -___- Jakarta

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Jejak Separatis di Maluku Sepeninggal Simon Saiya

6 April 2016   10:46 Diperbarui: 7 April 2016   08:52 286
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Setelah sekian lama menyingkir dari dunia penulisan, sepertinya sekarang adalah waktu yg tepat untuk membahas sesuatu yang serius, ditengah kemelut banyaknya isu-isu menghangat di negeri ini.

Masih tercatat dalam sejarah kejadian di Ambon hampir sembilan tahun silam, yaitu pada saat peringatan Hari Keluarga Nasional (Harganas) ke – 14 tahun 2007 yang dipusatkan di Lapangan Merdeka Kota Ambon yang dihadiri langsung oleh Presiden Indonesia Susilo Bambang Yudhoyono masa itu. 

Sekelompok penari (cakalele) yang tidak masuk dalam daftar acara tiba-tiba masuk ke lapangan menarikan tarian tradisional Cakalele yang akhirnya membentangkan bendera ‘”Benang Raja” berwarna merah, putih, biru, dan hijau yang identik dengan Gerakan Separatis Republik Maluku Selatan (RMS). Tentu saja insiden tersebut segera menarik perhatian banyak orang dari berbagai kalangan yang menimbulkan berbagai reaksi dan menjadi headline pemberitaan di media. Hal ini karena yang biasanya bendera RMS dikibarkan di gunung-gunung secara sembunyi-sembunyi berani dikibarkan di depan RI I. 

Pasca insiden tersebut,31 orang diamankan oleh aparat, yang pada akhirnya dintuntut dan menjalani hukuman penjara akibat tuduhan melakukan tindakan makar. Namun Simon Saiya, aktor intelektual dari insiden tersebut, belum berhasil diamankan oleh aparat keamanan. Simon Saiya yang disebut-sebut sebagai Pimpinan Pemerintahan Transisi RMS di Maluku sempat menjadi buron selama 7 tahun yang akhirnya berhasil ditangkap bersama sejumlah simpatisan RMS lainnya saat akan berkonvoi sambil mengibarkan bendera “benang raja” di kawasan Wainitu, Kota Ambon pada tanggal 25 April 2014 yang bertepatan dengan HUT RMS.

Dalam putusan majelis hakim terhadap kelompok Simon Saiya yang menamakan diri Front Kedaulan Maluku – Republik Maluku Selatan (FKM/RMS) menyatakan bahwa para terdakwa secara sah meyakinkan telah melakukan tindakan yang mengarah kepada perbuatan makar dan bertentangan dengan negara karena ingin memisahkan diri dari NKRI. Mereka dinyatakan bersalah sesuai Pasal 106 KUH Pidana Junto pasal 55 ayat 1 KUH Pidana karena berupaya melakukan makar dengan maksud menghilangkan sebagian wilayah NKRI dengan memperjuangkan organisasi FKM/RMS. 

Selanjutnya, Simon Saiya, pria yang mengaku sebagai Presiden Republik Maluku Selatan (RMS) dijatuhi hukuman 3 tahun penjaran dan menjalaninya di Rutan Waeheru yang pada akhirnya dipindah ke Lapas Kelas IIA Kota Ambon. Namun pada akhirnya, akibat riwayat kesehatan yang kurang baik, Simon Saiya menghembuskan nafas terakhirnya di RSUD dr. Haulussy Ambon pada 22 Februari 2016 dan dimakamkan di kampung halamannya di Desa Aboru, Kecamatan Pulau Haruku, Kabupaten Maluku Tengah.

Kemana “RMS” Sepeninggal Simon Saiya?

Dulunya, Simon Saiya memiliki peranan sentral terkait “perjuangan” RMS di Maluku. Hal ini sudah terlihat sejak insiden Harganas pada tahun 2007 silam. Hingga nama Simon Saiya disebut-sebut sebagai pimpinan pemerintahan transisi RMS di Indonesia. Namun status sebagai ‘pimpinan” tersebut tidak memiliki pengaruh besar yang menjadikan Simon dan kelompoknya bisa melakukan tindakan makar semna-mena di dalam negeri. Justru status tersebut semakin memperjelas posisi Simon dan Kelompoknya sebagai pelaku makar yang melanggar konstitusi. 

Hal ini mempermudah aparat keamanan dan masyarakat umum untuk memetakan tindakan Simon dan Kelompoknya tersebut. Sementara itu, setelah buron selam tujuh tahun, Simon dan beberapa anggota kelompoknya ditangkap aparat keamanam dan akhinya menjalani hukuman di beberapa Lapas di Provinsi Maluku. 

Namun saat ini, sepeninggal Simon Saiya, seharusnya pendukung dan simpatisan RMS di dalam negeri maupun di luar negeri sudah sepatutnya menghentikan segala aktivitasnya yang mengarah kepada tindakan makar. Hal ini dikarenakan tindakan-tindakan tersebut berpotensi menganggu keamanan dan ketertiban di Maluku pada khususnya, serta menimbulkan antipati dari masyarakat Maluku itu sendiri. Lalu buat apa lagi ‘berjuang’, jika isu perjuangan itu sendiri hanya diinisiasi segelintir oknum saja.

Eksistensi Kelompok Separatis Maluku?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun