Mohon tunggu...
Sari Novita
Sari Novita Mohon Tunggu... profesional -

"Petiklah Hari dan Jadilah Terang"-\r\n\r\nBlog: www.sarinovitamenulis.wordpress.com dan \r\n www.kapeta.org\r\n\r\n Follow Twitter: @Chalinop & @YayasanKapeta\r\n\r\n\r\n

Selanjutnya

Tutup

Puisi

(FFK): "Kisah Sang Katak Petualang"

18 Maret 2011   15:07 Diperbarui: 26 Juni 2015   07:40 680
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

“Aha! Biar kutebak! Hmmm…pasti kamu sedang berpikir bagaimana caranya menuju ujung lautan sana, kan? Seperti yang kamu bilang sore kemarin,” Dodo berkata sambil tersenyum. Tapi senyum mengejek, batin Raku.

“Tidak ada urusannya denganmu,” ketus Raku sambil berbalik menjauh dari ujung karang, menghindari tatapan Dodo yang hinggap di dekatnya.

“Hei, kenapa kamu marah? Mungkin saja aku bisa membantumu,”

“Ah…tak perlu repot-repot. Biar aku memikirkan urusanku sendiri. Kamu terbang saja sana sesukamu,” Raku melompat makin jauh. Dodo terbang mendekatinya.

“Hei, Raku! Kamu tak usah keras kepala begitu! Begitu saja kamu marah. Ya sudah! Sekarang kamu buktikan saja kalau kamu bisa mencapai ujung lautan sana. Dengan caramu sendiri!,”

“Kamu menantangku, ya?,”

“Iya! Aku tunggu kamu di ujung lautan sana. Terserah bagaimana caramu. Semoga saja ada keajaiban yang bisa mengubah kaki-kakimu yang berlendir itu menjadi sepasang sayap. Hahahahahahah…,” tawa mengejek Dodo menggema di pendengaran Raku, nyaris mengalahkan suara debur ombak. Ia pun pergi menjauh dengan kepak sayap yang sengaja dihentak-hentak untuk membuat Raku iri.

Nyali Raku mulai ciut. Belum lagi ia tahu bagaimana caranya menembus lautan yang luas sepanjang mata memandang ini, ia sudah ditantang oleh Dodo. Harga dirinya mulai terusik. Tapi bukan Raku namanya jika tidak keras kemauan. Entah bagaimana caranya, aku harus bisa!

***

Langit malam yang cerah. Bulan bulat penuh dan gemintang beramai-ramai unjuk diri dengan kemilaunya. Laut bulan purnama. Pasti banyak anak-anak kepiting yang berduyun-duyun ke laut. Benar saja. Dari atas batu karang di tepi pantai, Raku melihat segerombolan anak kepiting belajar hidup di laut lepas tanpa induknya. Sebuah tantangan yang penuh risiko. Taruhannya adalah nyawa. Jika tak cukup kuat, anak-anak kepiting itu pasti akan mati diterjang ombak pasang. Semua anak kepiting tahu itu. Tapi anehnya, tak ada satu pun di antara mereka yang mundur sebelum berjuang. Padahal mereka belum tahu apa yang akan mereka hadapi nanti. Bukan perkara mudah jika sudah bicara tentang laut lepas. Hewan-hewan laut ganas dan mamalia raksasa bisa mengakhiri hidupmu kapan saja. Belum lagi jika bicara tentang alam bawah lautnya yang dalam, gelap dan asing. Ah, memikirkan itu Raku jadi bergidik ngeri.

Tapi meski begitu, semangat juang anak-anak kepiting itu begitu menginspirasinya. Hewan sekecil itu saja berani mengambil risiko, mengapa aku tidak?, pikirnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun