Krisis ini mencakup pertimbangan mendalam tentang identitas diri, eksistensi, nilai-nilai, dan pandangan dunia yang mendasari. Mahasiswa seringkali menghadapi krisis eksistensial karena berbagai alasan yang terkait dengan tahap perkembangan hidup dan perubahan sosial yang dihadapi selama masa perguruan tinggi
Pertama-tama, masa perguruan tinggi adalah periode transisi yang signifikan bagi banyak mahasiswa. Mereka meninggalkan lingkungan keluarga dan kota asal, memasuki dunia baru yang tidak terbiasa dengan tantangan akademis, sosial, dan emosional. Perubahan ini dapat memicu refleksi mendalam tentang siapa mereka sebenarnya, apa arti kehadiran mereka di dunia, dan apa tujuan mereka dalam hidup.
Kedua, tuntutan akademis yang tinggi dan pilihan karier yang kompleks juga dapat menyebabkan krisis eksistensial. Mahasiswa dihadapkan pada tekanan untuk memilih jurusan, menghadapi tantangan akademis, dan menavigasi pilihan karier yang sering kali tampak kabur dan tidak pasti. Semua pertimbangan ini dapat memicu kebingungan dan kekhawatiran tentang arah hidup mereka
Selain itu, perkembangan teknologi dan globalisasi telah membuka dunia bagi mahasiswa saat ini. Mereka dapat terpapar pada berbagai pandangan, nilai, dan budaya dari seluruh penjuru dunia. Sementara itu, seringkali mereka dihadapkan pada pertanyaan mengenai identitas mereka dalam konteks dunia yang semakin kompleks dan terkoneksi ini.
Tidak jarang pula, tekanan sosial untuk mencapai standar kesuksesan yang tinggi dalam bidang akademis, karier, dan kehidupan pribadi dapat menyebabkan krisis eksistensial. Mahasiswa sering merasa tidak mampu memenuhi ekspektasi yang ditetapkan oleh diri mereka sendiri, keluarga, atau masyarakat, dan akhirnya mencari arti hidup mereka dalam kaitannya dengan kesuksesan dan kebahagiaan.
Dengan banyaknya tekanan dan pertanyaan yang dihadapi mahasiswa saat ini, krisis eksistensial menjadi fenomena yang umum dan relevan dalam kehidupan mereka. Meskipun periode ini mungkin penuh tantangan, krisis eksistensial juga dapat menjadi kesempatan bagi mahasiswa untuk merenungkan nilai-nilai dan tujuan hidup mereka.Â
Pemahaman tentang fenomena ini menjadi penting karena membantu kita lebih menghargai peran filsafat dalam membentuk perspektif mahasiswa dan menginspirasi pencarian makna yang lebih mendalam dalam eksistensi mereka.
B. Pemahaman Identitas dalam Perspektif Filsafat
Dalam mencari pemahaman tentang identitas, filsafat telah memberikan beragam teori dan pandangan yang mendalam tentang aspek-aspek yang mendasarinya. Eksplorasi konsep identitas dari sudut pandang filsafat memberikan wawasan yang dalam tentang sifat dan keberadaan manusia. Beberapa teori yang relevan yang mendasari diskusi ini adalah teori self, identitas diri, dan eksistensi.
Pertama, teori self memperkenalkan konsep tentang esensi individu dan hubungannya dengan dunia di sekitarnya. Self dapat dipandang sebagai inti keberadaan manusia yang mencakup kesadaran diri, pemikiran, dan pengalaman. Filsuf seperti Ren Descartes menggambarkan self sebagai "aku berpikir, maka aku ada," menegaskan keberadaan diri melalui proses berpikir. Pendekatan ini menekankan pentingnya kesadaran sebagai landasan identitas diri.
Kedua, teori identitas diri membahas bagaimana individu memahami dan membentuk diri mereka melalui berbagai pengalaman, hubungan, dan peristiwa dalam hidup. Pemikir seperti Erik Erikson dalam teori perkembangan psikososialnya mengidentifikasi tahapan-tahapan yang mempengaruhi pembentukan identitas dari masa kanak-kanak hingga dewasa. Hal ini menekankan bagaimana pengalaman dan interaksi sosial membentuk identitas individu.