Mohon tunggu...
FATHORROHMANUINSA
FATHORROHMANUINSA Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Pasca MPAI UINSA Surabaya

Akfititas mengajar tugas tambahan kepala Sekolah satuan SMP ISLAM NURUT TAUFIQ Kuliyah Pasca MPAI UINSA Surabaya

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas Pilihan

Plus-Minus Gonta Ganti Penerapan Kurikulum

9 Desember 2024   03:28 Diperbarui: 9 Desember 2024   04:44 81
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
 Langit Malam (Sumber: Freepik/Kredit Foto))..

1. Dampak Negatif dari Gonta-Ganti Kurikulum. https://youtu.be/J6z7XTBdGuQ

Banyak tokoh pendidikan yang menganggap perubahan kurikulum yang terlalu sering sebagai salah satu kendala besar dalam memperbaiki kualitas pendidikan. Berikut adalah beberapa alasan yang sering dikemukakan:

  • Kebingungan dan Ketidakpastian bagi Guru dan Siswa: Salah satu kritik utama terhadap gonta-ganti kurikulum adalah bahwa hal ini menimbulkan kebingungan di kalangan guru dan siswa. Setiap kali kurikulum baru diperkenalkan, guru harus belajar kembali dan beradaptasi dengan pendekatan baru, sedangkan siswa seringkali tidak memperoleh kesinambungan dalam metode pembelajaran yang mereka jalani. Hal ini dapat menyebabkan stres bagi guru yang terbebani dengan berbagai pelatihan dan tugas administratif yang datang bersama kurikulum baru, sementara siswa menjadi kehilangan arah karena tidak ada kelanjutan pembelajaran yang konsisten.
  • Kurangnya Evaluasi Mendalam terhadap Kurikulum yang Lama: Beberapa tokoh pendidikan, seperti Prof. Arief Rachman, seorang pengamat pendidikan terkemuka, berpendapat bahwa perubahan kurikulum yang sering tidak selalu diiringi dengan evaluasi yang menyeluruh terhadap kurikulum sebelumnya. Alih-alih melakukan penyesuaian terhadap kurikulum yang ada berdasarkan hasil evaluasi, sistem pendidikan lebih sering berfokus pada perubahan besar yang tidak selalu relevan dengan kebutuhan praktis di lapangan. Ini bisa menyebabkan kurikulum baru terkesan seperti eksperimen yang tidak memperhitungkan realitas di lapangan.
  • Pendidikan yang Tidak Stabil: Kritik lainnya datang dari Prof. Didi Supriadi, seorang ahli pendidikan yang menyatakan bahwa perubahan kurikulum yang terlalu sering menciptakan ketidakstabilan dalam pendidikan. Stabilitas dalam pendidikan sangat penting karena mengajarkan siswa untuk memperoleh pengetahuan secara mendalam dan membangun kompetensi dengan kesinambungan. Jika kurikulum sering berubah, maka siswa dan guru akan sulit untuk mencapai tingkat pemahaman yang mendalam, dan sering kali harus memulai dari awal lagi, bahkan dengan materi yang tidak sejalan dengan yang sebelumnya diajarkan.

2. Pandangan Positif: Perubahan yang Diperlukan untuk

    Menjawab Tantangan. https://youtu.be/McRbOUFeDpc 

Namun, ada juga tokoh yang melihat bahwa perubahan kurikulum adalah hal yang wajar dan diperlukan untuk menanggapi perkembangan zaman dan tantangan dunia yang terus berubah. Mereka berpendapat bahwa kurikulum yang bersifat statis bisa menghambat inovasi dalam dunia pendidikan, sedangkan perubahan kurikulum memberikan kesempatan untuk menyesuaikan pendidikan dengan kebutuhan zaman.

  • Respons Terhadap Perkembangan Dunia: Beberapa tokoh seperti Nadiem Makarim, Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Republik Indonesia, menyatakan bahwa kurikulum yang sering diperbarui adalah respon terhadap dinamika zaman. Dalam konteks ini, Kurikulum Merdeka, yang diperkenalkan pada 2021, dilihat sebagai sebuah upaya untuk menyelaraskan sistem pendidikan dengan perkembangan teknologi, kebutuhan keterampilan abad 21, serta tantangan sosial dan kultural yang berkembang pesat. Makarim menekankan bahwa dunia kerja dan dunia sosial kini lebih membutuhkan keterampilan berpikir kritis, kolaborasi, kreativitas, serta kemampuan adaptasi, yang harus tercermin dalam kurikulum pendidikan. Menurut pandangan ini, kurikulum yang tidak berubah akan membuat pendidikan tidak relevan dengan kebutuhan dunia yang terus berkembang, terutama dalam menghadapi perubahan industri 4.0 dan kemajuan teknologi. Misalnya, kebutuhan akan keterampilan digital yang sangat mendesak di era digitalisasi, serta penekanan pada pendidikan karakter dan sikap sosial, mendorong perubahan kurikulum agar lebih relevan dengan realitas tersebut.
  • Fleksibilitas dan Kemandirian bagi Sekolah: Salah satu keuntungan dari perubahan kurikulum, menurut beberapa pihak, adalah memberikan fleksibilitas bagi sekolah dan guru untuk menyesuaikan pembelajaran dengan kebutuhan siswa. Dengan adanya Kurikulum Merdeka, misalnya, sekolah diberikan kebebasan untuk memilih materi ajar yang lebih sesuai dengan konteks lokal atau minat siswa. Hal ini memberikan kesempatan untuk mengembangkan kurikulum yang lebih individual dan lebih mampu mengakomodasi perbedaan karakteristik siswa.
  • Mengatasi Kesenjangan dan Ketidaksetaraan: Di sisi lain, perubahan kurikulum yang dilakukan secara bertahap dan disesuaikan dengan kondisi lapangan dapat membantu mengurangi kesenjangan pendidikan yang terjadi antara daerah perkotaan dan pedesaan. Kurikulum yang lebih fleksibel dan berbasis potensi daerah memberi kesempatan kepada daerah-daerah yang memiliki kekhasan budaya atau kondisi geografis tertentu untuk mengembangkan model pendidikan yang lebih sesuai. Hal ini bisa menciptakan kesetaraan dalam kualitas pendidikan di seluruh Indonesia.

3. Tantangan dan Solusi untuk Menjaga Konsistensi Pendidikan

Meskipun perubahan kurikulum memiliki keuntungan dalam menciptakan pendidikan yang lebih relevan, tetap ada tantangan yang harus dihadapi agar stabilitas dalam pendidikan tetap terjaga:

  • Pelatihan Guru yang Konsisten: Salah satu kunci agar perubahan kurikulum dapat berhasil adalah memastikan bahwa guru selalu mendapatkan pelatihan yang tepat dan berkala. Pelatihan ini harus memfasilitasi guru untuk menguasai konsep-konsep baru yang ada dalam kurikulum dan mampu mengimplementasikan dengan efektif di kelas. Tanpa pelatihan yang cukup, perubahan kurikulum akan terasa sia-sia, karena guru belum siap dengan materi dan pendekatannya.
  • Evaluasi Berkelanjutan: Evaluasi terhadap kurikulum yang diterapkan harus dilakukan secara menyeluruh untuk mengetahui kelebihan dan kekurangannya. Jika memang ada kekurangan atau kurang efektif di lapangan, kurikulum sebaiknya diperbaiki dengan memperhatikan feedback dari guru, siswa, dan pihak terkait lainnya, daripada langsung mengganti kurikulum secara drastis.
  • Komunikasi yang Jelas kepada Semua Pihak: Penting untuk ada komunikasi yang jelas dari pihak kementerian kepada guru, orang tua, dan siswa tentang tujuan dan arah perubahan kurikulum. Tanpa pemahaman yang memadai dari berbagai pihak terkait, perubahan kurikulum bisa berisiko tidak diterima dengan baik, yang bisa menghambat implementasinya di lapangan.

Perubahan Kurikulum: Antara Respons terhadap Dinamika Zaman dan Proyek Progres Kementerian. 

Pendidikan di Indonesia selalu menjadi sorotan utama dalam upaya untuk mencetak generasi yang mampu menghadapi tantangan global, menjaga keberagaman budaya, serta beradaptasi dengan perubahan yang cepat. Dalam konteks ini, perubahan kurikulum sering kali muncul sebagai salah satu respons terhadap dinamika zaman, baik itu perubahan sosial, teknologi, maupun kebutuhan dunia kerja. Namun, perubahan kurikulum juga tidak bisa dipisahkan dari proyek-proyek progres yang menjadi bagian dari agenda kementerian pendidikan dalam memodernisasi dan memperbaiki kualitas pendidikan di Indonesia.

Perubahan Kurikulum sebagai Respons terhadap Dinamika Zaman

Perubahan kurikulum seringkali dianggap sebagai langkah untuk menanggapi tantangan yang muncul dalam dunia yang terus berubah. Di zaman yang serba cepat seperti sekarang, perkembangan teknologi informasi, globalisasi, dan perkembangan ilmu pengetahuan menjadi faktor utama yang mendorong perubahan dalam dunia pendidikan. Kurikulum yang statis dan tidak adaptif dapat membuat sistem pendidikan menjadi kurang relevan dengan kebutuhan siswa, dunia kerja, dan masyarakat.

  • Menjawab Kebutuhan Keterampilan Abad 21: Salah satu alasan utama mengapa kurikulum pendidikan di Indonesia sering berubah adalah untuk menjawab tantangan keterampilan abad 21, yang memprioritaskan kemampuan seperti berpikir kritis, kolaborasi, kreativitas, dan komunikasi. Keterampilan-keterampilan ini semakin dibutuhkan di dunia yang semakin terdigitalisasi dan terhubung. Misalnya, dalam menghadapi Revolusi Industri 4.0, di mana banyak pekerjaan kini membutuhkan pemahaman tentang teknologi dan data, kurikulum yang diterapkan di sekolah harus mampu mendukung pengembangan keterampilan tersebut. Kurikulum sebelumnya, yang lebih terfokus pada penguasaan pengetahuan akademik dan ujian standar, sudah mulai dianggap tidak relevan dengan tuntutan zaman. Oleh karena itu, Kurikulum Merdeka yang diperkenalkan oleh Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) pada 2021 memberikan fleksibilitas bagi guru dan sekolah untuk memilih materi ajar yang sesuai dengan minat dan potensi siswa, serta lebih menekankan pada pengembangan karakter dan kompetensi praktis.
  • Perubahan Sosial dan Kebutuhan Siswa: Selain faktor teknologi, perubahan sosial juga menjadi alasan penting mengapa kurikulum harus berubah. Misalnya, adanya kesadaran yang meningkat tentang pentingnya pendidikan karakter, kesehatan mental, dan keberagaman dalam masyarakat. Kurikulum perlu mencerminkan nilai-nilai kemanusiaan dan dapat mendidik siswa untuk memahami dan menghargai perbedaan dalam masyarakat yang semakin pluralistik. Fenomena seperti meningkatnya angka kecemasan dan depresi di kalangan pelajar juga menjadi faktor yang mempengaruhi pembaruan kurikulum. Oleh karena itu, kurikulum saat ini perlu mencakup pengajaran tentang kesehatan mental, emotional intelligence, dan resiliensi yang akan membantu siswa menghadapi tantangan pribadi dan sosial mereka di masa depan.
  • Globalisasi dan Dunia Kerja: Di era globalisasi, dunia kerja semakin terhubung dan membutuhkan keterampilan yang lebih komprehensif. Oleh karena itu, sistem pendidikan, melalui perubahan kurikulum, harus siap mencetak lulusan yang tidak hanya memiliki pengetahuan teoritis, tetapi juga keterampilan praktis yang dibutuhkan di pasar kerja global. Misalnya, penguasaan bahasa asing, keterampilan digital, dan kemampuan beradaptasi dengan lingkungan kerja yang beragam menjadi aspek penting yang harus tercermin dalam kurikulum pendidikan di Indonesia.

2. Perubahan Kurikulum sebagai Proyek Progres Kementerian

Selain sebagai respons terhadap dinamika zaman, perubahan kurikulum juga sering kali menjadi bagian dari proyek progres yang diusung oleh kementerian pendidikan, dalam hal ini Kemendikbudristek, untuk memajukan pendidikan nasional. Beberapa alasan perubahan kurikulum sebagai proyek progres kementerian antara lain:

  • Peningkatan Kualitas Pendidikan Nasional: Setiap pergantian menteri pendidikan atau pembaruan kebijakan pendidikan seringkali membawa visi dan misi baru dalam upaya memajukan pendidikan di Indonesia. Salah satu cara untuk mencapai visi ini adalah dengan merancang kurikulum yang lebih progresif dan lebih selaras dengan kebutuhan masa depan. Kurikulum Merdeka yang diperkenalkan oleh Menteri Nadiem Makarim pada 2021, misalnya, bertujuan untuk memberikan kebebasan kepada guru dan sekolah untuk lebih fleksibel dalam mengelola pembelajaran dan menyesuaikan dengan kebutuhan lokal. Melalui perubahan kurikulum, kementerian pendidikan berusaha menciptakan pendidikan yang lebih merata dan inklusif. Di banyak daerah terpencil, sistem pendidikan yang terpusat dan standar sering kali tidak mampu menjawab tantangan lokal. Oleh karena itu, kurikulum yang lebih fleksibel, seperti Kurikulum Merdeka, memberikan kemandirian kepada sekolah untuk mengembangkan pendekatan yang lebih sesuai dengan karakteristik dan kebutuhan daerah mereka.
  • Implementasi Program Pendidikan yang Lebih Terarah: Perubahan kurikulum juga bisa menjadi bagian dari upaya merestrukturisasi sistem pendidikan agar lebih terarah dan lebih terukur dalam mencapai tujuan nasional. Misalnya, dengan mengintegrasikan pendidikan karakter dan keterampilan abad 21 ke dalam kurikulum, kementerian pendidikan ingin mempersiapkan siswa untuk menghadapi tantangan dunia yang lebih kompleks, yang membutuhkan lebih dari sekadar pengetahuan akademik. Oleh karena itu, kurikulum yang ada perlu diubah agar dapat mencakup keterampilan sosial, nilai moral, dan kompetensi digital. Program-program progres kementerian seperti Sekolah Penggerak dan Kurikulum Merdeka adalah contoh bagaimana kementerian berusaha mengubah wajah pendidikan Indonesia. Program tersebut bertujuan untuk memberdayakan guru dan sekolah dalam menciptakan pembelajaran yang lebih berkualitas dan berbasis pada kebutuhan siswa, serta mendorong pendidikan yang lebih inklusif dan adaptif terhadap perubahan zaman.
  • Dampak Politik dan Kepemimpinan: Perubahan kurikulum juga sering kali dipengaruhi oleh kebijakan politik dan kepemimpinan yang ada pada saat itu. Setiap menteri pendidikan yang menjabat dapat membawa arah kebijakan yang berbeda, yang pada akhirnya mempengaruhi arah kurikulum. Misalnya, perubahan dari Kurikulum 2013 (K-13) ke Kurikulum Merdeka adalah salah satu contoh kebijakan yang diambil oleh Menteri Nadiem Makarim dalam rangka mewujudkan pendidikan yang lebih fleksibel dan lebih memberdayakan guru. Hal ini tentu saja membawa perubahan yang cukup besar, baik dari sisi metode pembelajaran, penilaian, dan pengelolaan kurikulum di tingkat sekolah.

D. Mencari Titik Temu antara Dinamika Zaman dan Proyek Progres

Agar perubahan kurikulum dapat berjalan efektif dan tidak menyebabkan kebingungan atau ketidakpastian, sangat penting untuk ada keselarasan antara respons terhadap dinamika zaman dan tujuan progres kementerian. Beberapa langkah yang perlu dilakukan untuk menemukan titik temu ini antara lain:

  • Kolaborasi dengan Semua Pihak: Perubahan kurikulum sebaiknya tidak hanya berdasarkan pada keputusan pemerintah pusat saja, tetapi harus melibatkan guru, siswa, orang tua, serta pakar pendidikan untuk mendapatkan masukan yang konstruktif. Kolaborasi ini akan memastikan bahwa perubahan kurikulum yang dilakukan benar-benar sesuai dengan kebutuhan siswa dan memenuhi tantangan zaman, tanpa mengabaikan realitas lokal.
  • Evaluasi dan Penyesuaian Secara Berkala. Setiap perubahan kurikulum perlu dievaluasi secara berkelanjutan untuk melihat sejauh mana kebijakan tersebut dapat menciptakan perubahan yang positif dalam kualitas pendidikan. Evaluasi ini harus dilakukan tidak hanya dari sisi akademik, tetapi juga dari sisi karakter dan keterampilan praktis yang dikembangkan oleh siswa. Dengan demikian, kurikulum yang diterapkan dapat tetap adaptif terhadap perkembangan zaman, tetapi juga stabil dan berkelanjutan.
  • Konsistensi dalam Implementasi: Kementerian pendidikan harus memastikan bahwa implementasi kurikulum berjalan dengan konsisten di seluruh Indonesia. Meskipun perubahan kurikulum dapat dilakukan, tetapi jangan sampai mengorbankan stabilitas dan kesinambungan pendidikan di lapangan. Pelatihan bagi guru dan fasilitas yang memadai harus diberikan agar kurikulum baru dapat diterapkan dengan baik di semua jenjang pendidikan.

Pola Pandang terhadap Perubahan Kurikulum yang Selalu Bergeser

Perubahan kurikulum di Indonesia, dari Kurikulum 2006 (KTSP) ke Kurikulum 2013 (K-13), dan kemudian ke Kurikulum Merdeka, menggambarkan dinamika yang terus berlanjut dalam merespons kebutuhan zaman. Setiap perubahan membawa arah pendidikan yang berbeda, tergantung pada kebijakan pemerintah, perkembangan sosial, dan tantangan yang dihadapi masyarakat.

  • 1. Kurangnya Konsistensi dalam Kebijakan Pendidikan: Salah satu pandangan kritis terhadap perubahan kurikulum yang sering adalah adanya ketidakstabilan dalam arah pendidikan nasional. Bergesernya pola pandang terhadap kurikulum, yang seringkali bergantung pada pergantian menteri atau kebijakan pemerintah, menyebabkan ketidakpastian bagi guru dan siswa. Sebagai contoh, perubahan mendalam yang terjadi antara Kurikulum KTSP (2006) dan Kurikulum 2013 yang mengarah pada peningkatan kompetensi berbasis literasi dan numerasi sudah cukup mengguncang dunia pendidikan. Ditambah dengan pergantian kurikulum lagi ke Kurikulum Merdeka yang mengutamakan fleksibilitas dan pembelajaran berbasis kompetensi, hal ini dapat mengganggu konsistensi implementasi di sekolah.
  • 2. Fleksibilitas vs. Standarisasi: Kurikulum Merdeka menawarkan fleksibilitas yang lebih besar kepada guru dan sekolah untuk menyesuaikan materi ajar dengan kebutuhan lokal dan karakteristik siswa. Namun, fleksibilitas ini juga bisa menimbulkan ketidakteraturan dalam proses pembelajaran. Beberapa pihak berpendapat bahwa meskipun fleksibilitas memberikan kebebasan bagi sekolah untuk lebih inovatif, tetapi tanpa standarisasi yang jelas, ada kemungkinan besar bahwa kualitas pendidikan menjadi tidak merata antara satu sekolah dengan sekolah lainnya. Pandangan ini mengungkapkan dilema dalam perubahan kurikulum: fleksibilitas yang diberikan bisa membuka ruang bagi kreativitas, tetapi juga berisiko menyebabkan ketimpangan dalam mutu pendidikan, terutama di daerah-daerah yang kurang siap untuk mengimplementasikan kebijakan ini dengan baik.
  • 3. Pendidikan yang Terlalu Fokus pada Pengembangan Kompetensi Satu kritik utama terhadap Kurikulum Merdeka adalah bahwa kurikulum ini cenderung berfokus pada kompetensi praktis dan pengembangan karakter, tetapi tidak memberikan perhatian yang cukup terhadap penguatan pengetahuan akademik yang mendalam. Padahal, pengetahuan akademik yang kuat tetap menjadi dasar penting dalam membangun pemahaman yang holistik. Oleh karena itu, meskipun pengembangan karakter dan keterampilan abad 21 menjadi fokus utama, beberapa pihak khawatir bahwa pendidikan akademik dan pembelajaran konseptual yang mendalam bisa terabaikan.


4. Kesimpulan

Pandangan terhadap perubahan kurikulum yang sering terjadi di Indonesia memang beragam. Beberapa tokoh menganggapnya sebagai hambatan bagi konsistensi dan stabilitas pendidikan, sementara yang lain melihatnya sebagai keharusan untuk menyesuaikan pendidikan dengan perkembangan zaman. Yang pasti, meskipun perubahan kurikulum sering dianggap sebagai sebuah tantangan, hal tersebut tetap dapat menjadi kesempatan untuk memperbaiki kualitas pendidikan, mengakomodasi kebutuhan dunia yang terus berubah, dan mempersiapkan generasi muda Indonesia agar lebih siap menghadapi tantangan di masa depan.

Kunci keberhasilan dari perubahan kurikulum adalah adanya komitmen untuk melibatkan seluruh elemen pendidikan dalam evaluasi dan penyempurnaan kurikulum yang lebih baik serta memastikan proses transisi yang terencana dan terstruktur dengan baik.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun