Mohon tunggu...
Dany Dean
Dany Dean Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

0 -> 1

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Tuhan Aku Mencintainya dan Dia #20

8 September 2012   09:19 Diperbarui: 25 Juni 2015   00:46 376
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

…di meja makan semua harus diluruskan namun sepertinya keheningan benar-benar akan memenuhi ruangan ini.

Aku terdiam, namun berusaha sekuat tenaga menghalangi keheningan bertamu kedalam ruangan ini, aku merangkai perasaan gundahku untuk menemukan jawaban singkat yang akan menjelaskan pertanyaan Sarah.

Dimeja makan Sarah masih menungguku berkomentar sambil masih membolak-balik undangan ditangannya yang entah sudah berapa kali ia melakukan itu.

Aku mencoba bertanya pada diriku sendiri akan apa yang sebenarnya aku takutkan jika menghadiri pernikahan Siti, kejadian kemarin mungkin penyebabnya dan situasi kami masih sensi untuk masalah wanita atau laki-laki lain.

Aku menghela nafas dan memukul telak keheningan untuk segera pergi dari ruangan ini dengan sebuah jawaban.

“karena masalah kemarin “, jawabku

“tidak apalah mas, mungkin dengan hadirnya kita ke pernikahan Siti akan meredakan segala prasangka mas”

Aku mencermati perkataan Sarah, dalam hati aku mengiyakan dan mencoba untuk merayu diriku untuk bersedia datang kepernikahan Siti.

“gimana mas?”, tanya Sarah mendesakku.

Sepertinya aku takkan menolak lagi permintaan Sarah, mungkin benar jika nantinya aku dan Sarah hadir dalam pernikahan Siti semua akan berakhir baik. Siti akan hidup bahagia bersama suaminya sedangkan aku dan Sarh akan lebih fokus berbahagia dalam menjalin rumah tangga dengan segala persoalan yang menjadikan kami semakin matang menjadi sebuah pasangan suami istri.

“emmm baju yang pas yang mana ya sayang….?”, tanyaku sambil tersenyum, semburat senyum Sarah menerpaku.

“ada kok mas, Sarah siapkan dulu ya..” sambut Sarah sambil memejamkan satu matanya manja menggodaku.

Ditempat akad nikah…

“tidak terlalu ramai ya mas..”, celetuk Sarah saat kami sudah merapat ketempat akad nikah Siti berada.

“iya mungkin hanya kerabat terdekat saja yang diundang dik” , tanggapku sekenanya sambil berusaha memakirkan mobil serapi mungkin.

Setelah mobil terparkir kami berdua masih berpandangan didalam mobil, Sarah mencoba menenangkanku dengan tatapan matanya yang damai, ia mencium pipiku pelan sambil berbisik, “ayo mas…”. Aku keluar mobil dan disusul Sarah kemudian, orang-orang yang bertahan diluar ruangan beralih perhatian pada kami yang baru saja turun dari mobil dan memakai busana dengan motif yang sama, busana yang dipilihkan Sarah.

Sepertinya proses akad nikah segera berlangsung, kami bergegas masuk sembari menyalami orang-orang itu satu-satu.

Didalam suasana khidmad mengudara, semua menunggu detik peresmian satu pasangan baru dalam ikatan pernikahan, mataku mencuri pandang menyusuri pelan ruangan ini mencari pada bagian mana dari orang-orang ini yang aku kenal, karena yang aku tahu yang aku kenal hanyalah mempelai wanita, Siti.

Mataku terhenti pada Siti, wanita berwajah indo cina dengan balutan jilbab, aku berharap Siti tidak menolehkan pandangannya dari penghulu yang sedang bersiap didepannya karena aku pasti akan malu sendiri tertangkap basah mencuri pandang.

“Siti cantik ya mas….”, bisik Sarah tiba-tiba.

Aku menoleh menatapnya dan hanya menjawabnya dengan tersenyum. Aku kembalikan lagi pandanganku pada arah yang sama namun kali ini pada sosok laki-laki berpeci disebelah Siti, seorang yang akan menjadi suaminya. Pandanganku benar-benar terhalang sekilas demi sekilas saja pandanganku menangkap sosok itu, namun masih tidak jelas. Dalam hati ingin segera tahu siapa sosok laki-laki itu namun diriku bertanya padaku apa urusanku untuk itu.

Suara penghulu terdengar, prosesi akad nikah akan segera dimulai semuanya terdiam menyaksikan saat-saat sakral ini, pada luarnya serupa denganku dulu, keheningannya sama meski saat ini aku hanya berperan sebagai tamu undangan pernikahan wanita yang telah dua kali kucoba sayangi.

“saya terima….”, ujar laki-laki disebelah Siti seketika setelah penghulu selesai berucap, semua memperhatikan bait-bait indah itu, aku menoleh pada Sarah yang sejak penghulu bersuara tadi menggenggam tanganku erat, Sarah menangis…keharuan mungkin memenuhi hatinya saat ini menyaksikan sebuah prosesi pernikahan Siti.

“…..tunai” kata itu mengahiri permohonan pengikatan langit atas cinta untuk tali pernikahan dari sang pengantin pria. “bagaimana….sah?” , penghulu menegaskan gemuruh haru dalam dada semua orang yang hadir disini, mereka serentak berteriak ,“sah…!!!”.

Siti mencium tangan suaminya…dan aku bahagia sepertinya.

Kemudian semua larut dalam doa…

“semoga kau bahagia Serena…”, bisikku dalam hati.

Orang-orang menyalami pengantin satu per satu, aku dan Sarah memilih menunggu saja sampai semua selesai. Beberapa sahabat lama Siti datang ke acara ini wajah mereka yang indo cina membantuku untuk menyimpulkannya namun tidak terlihat banyak keluarga Siti yang hadir.

Setelah sebagian orang selesai menyalami mempelai, terlihat pengantin laki-laki sibuk dengan orang-orang dekatnya, sepertinya orang-orang sekantornya namun aku masih belum juga jelas melihat wajah suami Siti.

“mas…” sedikit tak menyangka Siti sudah berada didekatku tangannya digandeng Sarah, ah aku terlalu sibuk memperhatikan suami Siti sampai tak tahu jika Siti sudah didekatku sekarang.

“selamat ya….langgeng ya”, kekakuan sedikit menghalangiku.

“iya mas terimakasih…”, kata Siti sambil tersenyum.

“cepet dapat momongan ya biar rumahnya ramee…”, kata Sarah kemudian, aku melihat ekspresinya yang tenang ditengah kenyataan yang ia sendiri alami.

Siti lalu memeluk Sarah erat, aku yang menyaksikan pemandangan ini merasakan dinginnya momen ini dan waktu seakan membeku.

Hatiku sesak namun tak terucap setelah mendengar uccapan Sarah tadi, Siti masih memeluk Sarah, dan jelas betul air mata telah membasahi wajahnya. Mereka saling berbisik tapi aku tidak mendengarnya hanya melihat Siti sedikit mengangguk dengan apa yang Sarah bisikkan.

“mas….apa kabar?”, sosok yang aku kenal menyapaku, menghangatkan yang tadinya membeku, Siti dan Sarah juga melepaskan pelukan mereka dan menghapus pelan air mata masing-masing.

“hai….emm….Zaidan….kan”, kataku sedikit bingung.

“iya mas, ah masa lupa sama saya”, ujar Zaidan kemudian.

“jadi ini beneran adikmu?”, Sarah bertanya pada Siti, Siti hanya mengangguk mengiyakan.

“mana iparmu….?pingin kenalan ”, tanyaku pada Zaidan.

“sebentar ya mas abdullah saya panggilkan…”

Kepalaku nyeri tiba-tiba, aku berusaha menyembunyikannya dari orang-orang disekitarku ini, ah serasa digodam bertubi rasanya. Dikejauhan suami Siti dan Zaidan terlihat mendekat, namun sakit dikepala membuatku tak fokus pada suami Siti, aku memustuskan bersandar mencoba mengurangi rasa sakit yang ada dikepalaku.

“mas kenapa?” ,tanya Sarah.

“tidak apa-apa dik , hanya sedikit lelah mungkin”

“ini mas suami mbak Siti”, ujar Zaidan dibelakang Sarah bersama seseorang laki-laki yang ternyata wajahnya sangat tidak asing bagiku, ingin sekali aku menyapa laki-laki itu namun kepalaku semakin terasa nyeri. Aku memejamkan mata, rasa sakit ini sudah tidak bisa aku sembunyikan lagi, aku meringis sambil memegangi kepalaku.

Kepanikan Sarah terdengar jelas

Kemudian gelap…

bersambung...

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun