Mohon tunggu...
DaMoel57
DaMoel57 Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Politik

Politik dalam Keluarga, Perlu?

29 Januari 2018   21:35 Diperbarui: 29 Januari 2018   21:40 1828
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Keluarga adalah sebuah lembaga pertama dan paling sederhana yang dijumpai seseorang individu. Pada saat lahir, seseorang akan langsung berhadapan dengan keluarganya. Ketika berada di dalam keluarga, seseorang mulai ditanamkan nilai-nilai politik.

Anak dididik untuk menghargai otoritas seorang ayah dan ibu dan juga orang yang lebih tua. Tentu saja ditanamkan pula kaidah-kaidah yang harus dipatuhi oleh anak, serta nilai-nilai dan keyakinan politik dari kedua orang tua.

Pengalaman berpartisipasi dalam pembuatan keputusan keluarga dapat meningkatkan kompetensi politik pada anak dan dapat pula memberi kecakapan-kecakapan untuk melakukan interaksi politik.

Jika anak itu berada dalam keluarga yang terbuka, maka anak itu akan menjadi pribadi yang dapat mengutarakan titik lemah dalam sebuah lembaga baik itu keluarga atau yang lainnya. Kebiasaan keluarga yang seperti ini akan membawa nilai positif bagi si anak, karena anak menjadi terbuka dan berani mengutarakan pendapatnya kepada orang lain. Mungkin akan terjadi kecenderungan anak menjadi pribadi yang demokratis. Anak akan mudah berdiplomasi dan anak akan menjadi pribadi yang matang dan dipandang oleh masyarakat sebagai orang yang memiliki kebijaksanaan.

Jika orang tua tidak menanamkan politik yang dapat memberi kecakapan berinteraksi baik secara politik maupun sosial, anak-anak pun akan menjadi sulit untuk dikontrol. Kurangnya perhatian serta penanaman nilai-nilai positif dalam keluarga akan membuat anak-anak lebih menyukai suasana dunia luar daripada suasana yang diciptakan oleh keluarga mereka sendiri. Jika sampai terjadi hal seperti itu, perilaku anak-anak bisa kelewat batas. Contohnya, sekitar seminggu yang lalu ada sebuah peristiwa yang menyebabkan terbunuhnya seseorang.

Pelaku pembunuhan yang masih duduk di bangku SMK beralasan membunuh untuk mencari uang dan menggunakannya untuk membayar SPP yang menunggak berbulan-bulan. Setelah ditelusuri, sebenarnya tunggakan SPP yang terjadi adalah kesalahan anak itu sendiri karena mereka menggunakannya untuk berfoya-foya.

Orang tua anak tersebut mengaku kaget ketika mengetahui anaknya menjadi tersangka dalam sebuah pembunuhan. Hal seperti itu dapat terjadi dikarenakan oleh kurang mampunya orang tua untuk mengontrol anak mereka dan memberikan suasana yang bernuansa positif serta mendukung perkembangan diri mereka.

Kehidupan sehari-hari memang tidak lepas dari politik, baik politik dalam keluarga yang dapat membentuk nilai-nilai kedisiplinan dan mendukung pertumbuhan pribadi seorang anak, maupun politik yang bersifat sosial yaitu politik yang berguna untuk menambah kemampuan berinteraksi dengan masyarakat dan menjadikan diri lebih terbuka lagi, sehingga anak tidak penjadi manusia yang apatis, melainkan menjadi seorang manusia yang demokratis serta terbuka.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun