Mohon tunggu...
Sapto Anggoro
Sapto Anggoro Mohon Tunggu... Lainnya - Pedagang

Semesta

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Peziarah Kehidupan

21 Desember 2024   15:56 Diperbarui: 21 Desember 2024   15:10 28
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Manusia bisa mengenali dan belajar membangun kebaikan akan kepedulian dalam dirinya melalui Rasa. Rasa yang ada dalam diri manusia dapat mengenali kehidupan baik yang dapat dilihat maupun yang tak terlihat. Panca indera manusia yaitu mata, kulit, telinga, lidah dan hidung membantu mengenali rasa yang dialami manusia secara fisik. Manusia juga dapat mengenali rasa secara metafisik melalui intuisi yang ada di dalam jiwanya. Kepekaan intuisi ini membantu manusia untuk hidup dalam kesadarannya, menjauhkan manusia dari hal yang merusak dan membahayakan hidupnya.

Rasa menjadi pintu masuk manusia kepada kekayaan pengetahuan kehidupan yang dinamis ini. Kehidupan ini bisa dinikmati karena adanya rasa di dalam jiwanya. Tugas manusia agar dapat menjaga, merawat dan melindungi anugerah rasa yang sungguh berharga ini.

Kenyataan hidup ini mau tidak mau harus dijalani yang selanjutnya menjadi pengalaman sekaligus pembelajaran hidup yang berguna bagi manusia. Manusia menghadapi dualitas kehidupan sebagai kenyataan manusiawi dalam hidupnya. Dualitas kehidupan ini memiliki rasa yang mengandung kekuatan yang mempengaruhi suasana hati manusia yang dikenal sebagai emosi. Suatu saat manusia bisa merasa sedih gembira, suka duka, berani takut, dan dualitas lainnya. Misal rasa sedih seolah-olah membawa kehidupan ini seperti tidak berpihak kepadanya, tak ada harapan lagi. Begitu pula sebaliknya saat rasa gembira seolah-olah dunia saat ini mendukungnya dan harapan terbuka lebar di depannya. 

Manusia mengelola rasa agar bisa digunakan untuk membangun hidup yang baik. Kesadaran manusia bisa menjaga dualitas rasa secara seimbang. Keseimbangan ini dapat dirasakan saat ada ketenangan dalam jiwanya. Roh jiwa memberikan kekuatan dan keseimbangan senantiasa dalam dinamika hidup manusia. Keseimbangan hidup manusia ini melahirkan rasa sukacita. Rasa sukacita ini memiliki kekuatan yang menjadikan manusia tidak terlalu larut dalam kesedihan namun juga tidak hanyut oleh kegembiraannya. Bagaikan ban sepeda yang sudah diisi angin mampu membuat sepeda melaju dengan nyaman. Begitupula manusia yang memiliki sukacita, dia akan dimampukan menerima kenyataan dan bersyukur dalam menempuh perjalanan hidupnya.

Setiap manusia belajar semakin mengenali dan mengelola rasa dalam dirinya. Setiap manusia memiliki takaran rasa sendiri yang hendaknya dikenali dan dikelola manusia agar tidak berlebih maupun kekurangan. Takaran rasa ini menjadi ciri khas setiap manusia, pribadi lepas pribadi. Ada seseorang merasa berani dan tenang berbicara di depan orang banyak, namun ada orang yang gugup saat bicara di depan orang banyak. Demikian setiap orang memiliki takaran yang berbeda satu orang dengan yang lainnya yang penting untuk dikenali dan dikelola guna menghadapi kehidupan yang dinamis ini. 

Keasadaran manusia terhadap rasa ini membawa manfaat yang besar dalam kehidupannya. Alam semesta sebagai tempat tinggal kehidupan ini menjadi semakin indah dan bisa dinikmati melalui rasa dalam diri manusia. Hidup manusia yang rukun, damai, saling peduli dan menghargai, keindahan alam, indahnya bunga-bunga yang mekar, suara merdu burung-burung saat menyambut datangnya pagi menjadi harmoni yang luar biasa bisa dinikmati oleh manusia. Kesadaran manusia ini juga bisa membantu kreatifitas manusia dalam menciptakan keindahan dan harmoni kehidupan melalui karya-karya manusia di berbagai bidang kehidupan baik dalam seni, budaya, sosial, ekonomi, teknologi dan ilmu lainnya.

Manusia mempersembahkan pengabdian yang terbaik melalui hidup yang dijalankannya. Kebaikan-kebaikan yang dilakukannya mencerminkan syukur atas kasih yang telah diterimanya dari Sang Sumber Hidup. Manusia memiliki kesadaran bahwa hidup ini adalah anugerah, kehadirannya di dunia ini terjadi atas kehendak Sang Pencipta. Hidup dalam kesadaran memberikan manusia rasa kebebasan untuk bertumbuh dan menjalankan hidup yang berkwalitas. 

Lilin membiarkan dirinya semakin habis agar bisa memberikan cahayanya. Cahayanya bukan hanya untuk dirinya sendiri saja, nyalanya bisa menerangi sekelilingnya. Urip iku urup, urupe migunani kanggo pepodo, hiduplah agar bisa berguna bagi yang lain. Kebaikan yang kita lakukan bisa menjadi kebaikan bagi sesama kita. Sukacita kita menjadikan kita tidak bosan-bosan untuk melakukan kebaikan. Kebaikan kita bersumber dari kasih Allah yang dianugerahkan kepada kita semua. 

Terpujilah Allah selama-lamanya. Rahayu.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun