Mohon tunggu...
mardianto mgl
mardianto mgl Mohon Tunggu... mahasiswa -

sedikit ilmu yang dibagi lebih baik daripada banyak ilmu yang disimpan sendiri,

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

mau kritik? pikir dulu!

6 November 2015   01:10 Diperbarui: 6 November 2015   01:10 50
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

["picture source segiempat.com"][/caption]

 

Dalam berbagai media massa dan media sosial, tentu kita sering membaca atau mendengar berbagai kritikan tajam dari orang orang. Baik itu dari para pengamat ahli maupun masyarakat umum bahkan tak terkecuali dari kita sendiri, entah itu yang diungkapkan maupun yang hanya dipendam sendiri. Biasanya yang paling sering dijadikan bahan kritikan orang adalah tentang bagaimana pemerintahan negara kita, tentang lingkungan, dan sebagainya. Mengutarakan kritik di publik atau umum memang merupakan wujud dari kebebasan berpendapat yang hal itu dilindungi oleh Undang undang terutama UUD 1945 pasal 28E. Kritik ini bisa dilakukan dari golongan mana saja entah itu para kritikus atau pengamat, sampai masyarakat biasa yang pasti mempunyai persepsi tidak sama.

Kebanyakan orang lebih sering mengritik tentang pemerintahan. Ketika terjadi sebuah peristiwa yang tidak baik sering yang disalahkan adalah pemerintah, katanya pemerintah kurang tegas lah, atau kurang bijak lah, banyak korupsi lah. Ya mungkin itu memang benar dan tidak dapat dipungkiri lagi. Namun mengapa kita tidak mencoba berpikir lebih terbuka lagi terhadap suatu peristiwa. Coba kita berpikir tidak hanya dari satu sudut pandang saja. Karena kalau menurut saya, jika berpikir dari satu sudut pandang saja maka dalam pemikiran kita masih dipengaruhi oleh nafsu. Contohnya seperti ini, seumpama ada sebuah kasus korupsi yang menjerat salah satu pegawai pemerintah. Pasti kebanyakan orang langsung membuat persepsi bahwa pemerintah itu cuma banyak korupsi. Padahal orang yang melakukan tindakan korupsi hanya satu orang tetapi yang merasakan dampaknya semuanya. Apakah itu adil? Kemudian coba kita berpikir lebih jauh lagi, oknum yang korupsi ini kan merupakan anggota masyarakat juga, mendapat didikan dari keluarga juga, mendapat pendidikan dari bangku sekolahan juga, mendapat pengalaman dari lingkungan masyarakat juga. Nah dari sini kita tahu bahwa pegawai itu adalah termasuk anggota masyarakat juga, dia juga merupakan produk dari lingkungan keluarga sekolah dan masyarakat juga. Kalau begitu apakah jika terjadi sebuah kasus seperti ini hanya merupakan salah pemerintah saja? Tentu saja tidak. Lingkungan keluarga sekolah masyarakat juga "sebenarnya" ikut andil dalam kasus ini. Karena disanalah karakter atau sifat orang terbentuk. Ibarat orang itu adalah sebagai perangkat komputer, ketika kecil sampai dewasa ada di lingkungan keluarga sekolah dan  masyarakat adalah sebagai input  segaligus proses dari belajar, sedang ketika masuk di dalam pemerintahan dia sudah menjadi output dari belajar. Secara umum dalam peristiwa lain konsep masalahnya adalah seperti itu.

 

Dalam berbagai kebijakan pemerintah pasti akan mendapat berbagai  kritikan. Biasanya kritikan disampaikan oleh para pengamat yang ahli dalam bidangnya. Mereka dengan mudah mengucapkan apa yang mereka pikirkan seakan-akan pendapat mereka yang paling benar. Mereka ngomong ini itulah yang kesannya kritikan mereka itu "wow". Mereka sering cuma menyalahkam pemerintah. Mereka belum tahu bagaimana kondisi nyata mengapa sebuah kebijakan diambil karena mereka hanya mengamati dari luar. Seharusnya mereka harus lebih mengerti bahwa masalahnya yang dihadapi begitu kompleks dan tidak bisa dilihat dari satu sudut pandang saja. Bagaimana jika seumpama mereka yang jadi pemerintah. Apakah mereka bisa melakukan dengan baik? Tapi ya itulah tugasnya pengamat. Mengamati dan mengomentari sesuka diri.

Bicara soal lingkungan, tentu orang akan sering mengkritik tentang ahli fungsi hutan, pencemaran, pemanasan global, dll. Namun terkadang kita masih lupa mengkritik kita sendiri. Kita sering mengkritik orang lain namun kita lupa dengan mengkritik diri sendiri. Kita memang berpikir kritis terhadap masalah lingkungan, tapi kadang kita juga yang sebenarnya merusak lingkungan. Tidak perlu lah kita sebut contoh yang besar. Terkadang kita makan permen dan bungkus kecil itu dibuang sembarangan. Itu merupakan hal sepele sepertinya. Tapi sebenarnya hal yang sepele inilah yang merupakan bibit dari hal lain yang lebih besar. Tak bisa dipungkiri kadang saya pun juga melakukan hal seperti itu. 

Kritialkan pada dasarnya merupakan hal yang baik karena dengan kritikan kita bisa lebih introspeksi diri dan bisa menjadi lebih baik. Namun dalam melakukan kritik sebaiknya dipikir matang matang dahulu. Kita harus tahu benar kondisi yang ada dan benar benar terjadi. Dalam mengkritik kita juga harus mempertimbangkan berbagai sudut dalam pengamatan, jangan cuma dari satu sudut pandang saja karena . Jika kita mengamati daru satu sudut saja maka kita tidak bisa berpikir secara objektif. Dalam penyampaian kritik juga harus memikirkan solusi atau saran, sehingga dapat ditemukan cara dalam menyeleaaikan suatu masalah yang.

Tetaplah berpikir kritis untuk bisa memajukan bangsa dan negara kita, Indonesia.

 

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun