Haruskah aku berteriak kencang ?
Haruskah aku menangis?
Ketika semuanya nyata terpampang
Garis takdir itu telah nyata
Membawa perpisahan yang tak terelakkan
Setiap jengkal kenangan terurai kembali
Satu persatu mengharu biru hatiku
Dekade seakan hilang dalam satu hari
Terhenti  dalam hitungan detik
Jalan berbunga telah terlewati
Jalan berduripun telah terlewati
Sosok tegar bagai karang berdiri tegap
Berjalan menjauh dari jalanku
Aku dalam kesendirianku
Menapak jalan dengan hati remuk redam
Tanpa manisnya pengertian
Aku dalam keluhanku
Berbicara dengan kekosongan udara
Tanpa sosok yang mendengarkan
Kesendirian  seolah nyata berputar di mataku
Ilusi kehampaan menghampiri dengan senyum lebarnya
Tulangku seolah lepas dari tubuhku
Mencair seperti coklat dalam secangkir air hangat
Ketidakberdayaan melawan takdir
Menghisap seluruh dayaku
Akankah ada pertemuan kembali ?
Ketika perpisahan itu telah terjadi
Bertemu untuk berpisah
Kesadaran hakiki kenyataan hidup manusia
Tak ada yang abadi di dunia fana ini
Ketulusan hatimu telah menghiasi hitamnya hari
keanggunanmu menambah satu arti dalam keindahan
Kebijaksanaanmu mampukan aku melihat dunia dari sisi berbeda
Kelemahanmu menandakan kemanusiaanmu
Aku hanya bisa berdoa untukmu
Tetaplah berjalan dalam kebenaran
Membawa sukacita dalam kehidupanmu
Bergeraklah maju dengan kepastian
Tiang awan dan api yang melindungi
Yogyakarta, 5 November 2019
Note :
Sunbaenim  (Korea): sebutan untuk senior yang dihormati
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H